Kronologi Suap Komisioner KPU dan Pemelintiran Berita

Oleh: Muhamad Abdulkadir Martoprawiro, Ph.D

SintesaNews.com – Yang bisa lulus perguruan tinggi negeri di Indonesia, amatlah sedikit. Secara persentase, jumlahnya amat kecil dibanding negara lain. Kalau saja mereka yang sedikit ini, menunjukkan perannya untuk mencerdaskan masyarakat, dengan tidak mengembangkan fitnah lewat pelintiran berita, saya tidak akan merasa terpanggil untuk sekedar menempatkan isu hangat di tempatnya yang wajar. Yang terjadi, orang-orang terdidik ini turut melahap pelintiran politisi busuk, dan menyebarkannya. Lihat catatan “ps” di akhir tulisan.

1. Awal Juli 2019 salah satu pengurus DPP PDIP memerintahkan DON mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 Tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara. Pengajuan gugatan materi ini terkait dengan meninggalnya Caleg Terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas pada Maret 2019.

-Iklan-

Gugatan tersebut kemudian dikabulkan Mahkamah Agung pada 19 Juli 2019. Pada putusannya, MA menetapkan partai adalah penentu suara dan pengganti antar waktu (PAW).

PDIP lalu mengirim surat ke KPU guna menetapkan Harun Masiku (HAR) sebagai pengganti Nazarudin Kiemas yang sudah wafat.

Tapi, lewat rapat pleno 31 Agustus 2019, KPU justru menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti mendiang Nazarudin Kiemas.

2. Untuk mendorong HAR sebagai PAW, Saeful (SAE) menghubungi orang kepercayaannya yang juga mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina (ATF) guna melakukan lobi. ATF pun menjalin komunikasi dengan Wahyu Setiawan. Wahyu pun menyanggupi membantu, dan meminta dana operasional Rp900 juta.

Untuk merealisasikan hal tersebut dilakukan dua kali proses pemberian. Pemberian dana tersebut terjadi pada pertengahan dan akhir Desember 2019. Pada pemberian pertama, salah satu sumber dana memberikan Rp400 juta untuk WSE melalui ATF, DON, dan SAE. Kemudian Wahyu disebutkan menerima uang lagi dari ATF sebesar Rp200 juta di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.

Lalu, pada akhir Desember 2019, HAR memberikan uang kepada SAE sebesar Rp850 juta lewat salah seorang staf di DPP PDIP. SAE memberikan uang Rp150 juta kepada DON. Kemudian, sisanya Rp700 juta yang masih di SAE dibagi jadi Rp450 juta pada ATF, di mana Rp250 juta untuk operasional.

Dari Rp450 juta yang diteria ATF, sejumlah Rp 400 juta merupakan suap yang ditujukan untuk WSE, Komisioner KPU. Uang masih disimpan oleh ATF.

Tapi, pada 7 Januari 2020, Rapat Pleno KPU menolak permohonan PDIP untuk menetapkan Harun Masiku sebagai PAW, dan tetap pada keputusan awal.

Setelah gagal di Rapat Pleno KPU, WSE kemudian menghubungi DON menyampaikan telah menerima uang dan akan mengupayakan kembali agar HAR menjadi PAW.

Selanjutnya, pada 8 Januari 2020, Wahyu meminta sebagian uangnya di ATF. Pada saat itulah, tim KPK melakukan operasi tangkap tangan.

Sumber: Kompas dan koran lain, 9 Jan 2020

ps. Bagaimana pelintiran yang telah tersebar atau disebar? Karena ada kata “KPU”, berita tentang penangkapan oleh KPK ini digunakan untuk membangun kesan, bahwa ternyata benar bahwa KPU kemarin curang. Lalu, karena ada kata “PDIP”, dibangunlah fitnah, bahwa sumber kecurangan KPU adalah PDIP, yang dicitrakan sebagai “partai setan”.

Ada pula yang menulis, ini baru puncak gunung es. Padahal yang terjadi lebih tepat berupa adanya seorang manusia yang “haus posisi” di tempat yang basah. Itu saja. Dan yang busuk seperti ini, menghalalkan suap untuk menjadi anggota legislatif, ada di HAMPIR semua partai, kecuali partai baru yang masih seperti gula murni yang “baru akan” didatangi semut-semut busuk.

Untuk teman-teman lulusan perguruan tinggi terkemuka, yang sudah menyebarkan berita sepotong, lalu memberi komentar yang berpotensi menggiring cerita yang liar ke segala arah, sadarlah bahwa Anda telah menanam bibit-bibit fitnah. Sejak sekarang, mulailah menjadi sosok yang mencerdaskan, bukan sosok yang menciptakan kekacauan, atau bahkan kehancuran, lewat pelemahan pilar-pilar kehidupan berbangsa.

Mari kita menyumbang pada usaha untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang luhur. Keburukan tentu akan selalu kita temui, tapi marilah kita menguatkan kebaikan-kebaikan.

MAM

Muhamad Abdulkadir Martoprawiro. Foto: akun FB MAM

Muhamad Abdulkadir Martoprawiro, Ph.D adalah Akademisi dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) dari ITB,

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here