SintesaNews.com – Rita Widyasari, mantan Bupati Kutai Kartanegara (Kukar) membantah klaim KPK yang katanya menyita 91 unit mobil milik Rita, termasuk Lamborghini, McLaren, BMW, Mercedes Benz, Hummer dan lain-lain.
Rita tidak terima namanya dikait-kaitkan dengan kepemilikan kendaraan dan barang-barang mewah lain yang disita KPK. Menurutnya, itu adalah fitnah.
“Ini adalah pembunuhan karakter, berita itu salah,” celetuk Rita, pada Jumat, 7 Juni 2024.
Rita menegaskan keberadaan mobil itu tidak sangkut pautnya dengan dirinya.
“Karena memang bukan milikku, enggak ada itu satupun ya catat satupun mobil itu punyaku. Jadi, yang dibilang itu hartaku semua, ngaco,” sindirnya.
Dia ingin membantah pemberitaan bahwa mobil mewah yang digeledah tersebut merupakan miliknya. Sebab tidak ada bukti kepemilikan yang sah. Termasuk juga dia mengaku tidak pernah menitipkan mobil kepada pihak yang digeledah tersebut.
“Fitnah itu kalau saya ada pakai nama orang-orang itu untuk kepentingan mobil saya.”
Rita pun mengulas kembali kasus yang menimpa dirinya saat masih menjabat Bupati Kukar. Ketika itu, Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Rita disebutkan senilai Rp25 miliar saat dilaporkan ke negara tahun 2010. Setelah itu pada 2014 KPK datang ke Kaltim guna memeriksa LHKPN milik Rita untuk perbaikan laporan dan penyesuaian.
Ketika ditanya sumber kekayannya tersebut, Rita menjawab hasilnya hanya dari produksi tambang perusahan batubara miliknya, beserta aset lainnya yang totalnya mencapai Rp 25 miliar saja. Itu sebelum dia menjadi bupati.
“Karena memang saya banyak tanah kan. Nah, mereka (KPK,red) menghitung hanya berdasarkan perkiraan. Kira-kira kalau lahan batu bara SKN (perusahaan batu bara miliknya,red) dijual jadi berapa ya, lahan tersebut diperkirakan jadi Rp150 M. Mereka yang menghitung itu semua, bukan aku, tambah lagi lahan sawit, jadilah meningkat LHKPN tersebut dari Rp25 M menjadi Rp220M,” urainya.
Terkait harta kekayaan pun ia mengklarifikasi. Bahwa sebelum dirinya menjabat bupati, sekitar 2007 silam, ia sudah memiliki lahan tambang dan kelapa sawit. Nah, ketika dia melaporkan LHKPN saat menjabat bupati, ia hanya melaporkan hasil produksinya.
“Jadi menurut orang setelah jadi bupati kekayaan saya meningkat, tidak. Padahal tambang sawit saya peroleh sejak tahun 2007 sebelum menjabat, dan saat laporan LHKPN pertama saya tidak laporkan lahannya, hanya hasil produksinya,” katanya.
Kasus ini pun mirip yang terjadi saat ini. Ketika 91 kendaraan mewah disebut-sebut merupakan milik Rita.
“Jadi kesannya itu punya saya padahal tidak ada satu pun. Enggak ada beli pakai nama saya, nama orang, atau titip uang buat beli, wong itu harta-harta mobil mereka, kok di berita itu milik saya, itu kan jahat banget, itu pembohongan publik namanya,” ujarnya.
Rita menjelaskan mobil miliknya beserta tanah serta asset lain sudah disita oleh KPK ketika kasusnya mencuat pertama kali. Sehingga ia pun memohon agar jangan menyita harta pihak lain yang tidak ada hubungan dengannya.
“Kasihan orang kerja, masa diambil tanpa tahu asal usul,” tambahnya.
Dia pun keberatan namanya dikaitkan dengan kekayaan milik keluarganya terkait kasus TPPU.
“Saya benar-benar tidak memiliki harta sebanyak itu,” sebutnya.
Nah, mengenai kasus dimana dirinya dituduh menerima gratifikasi senilai Rp 110 miliar, Rita menjawab gamblang. Si pemberi, katanya, adalah beberapa pengusaha dari Kukar. Tapi hanya Heri Susanto Gun atau Abun yang dipenjara karena dituduh memberi Rp 6 miliar.
“Lalu sisa Rp104 M itu yang kasih siapa? Hantu? Kenapa mereka enggak bareng Abun, yang nerima katanya itu melalui Khairudin dan Junaidi, kenapa cuma Khairudin yang masuk?” ujarnya.