Penulis: Ayik Heriansyah
Sejumlah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) gagal tes wawancara soal wawasan kebangsaan sebagai syarat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Miris memang, ternyata masih ada pegawai di lembaga pemerintah tidak lulus dan tidak lolos dalam soal kebangsaan.
Pertanyaan konyolnya, apakah selama ini mereka itu bangsa asing yang bekerja di Indonesia?!
Hubungan KPK dengan pegawainya dalam syariat Islam merupakan akad ‘ijarah. KPK menyewa jasa (musta’jir) dari pegawainya (‘ajir) dengan kompensasi gaji (‘ujrah).
Kedua belah pihak yang melakukan akad harus rela tanpa paksaan. Salah satu bentuk kerelaan KPK adalah jika pegawainya memiliki rasa kebangsaan dan bela negara. Yang dicirikan dari keberpihakan pegawai kepada bangsa dan negara Indonesia.
Dengan kata lain, pegawai yang berpihak kepada musuh bangsa dan negara, seperti kelompok pejuang Khilafah, kelompok teroris dan separatis (OPM), tidak memenuhi syarat dan ketentuan KPK. KPK berhak memutuskan akad ijarah dengan mereka.
Persoalan selama ini mereka berpihak kepada musuh bangsa dan negara selama menjadi pegawai KPK, itu bentuk penipuan. Menipu perbuatan yang dilarang dalam agama, hukumnya haram. Ketika salah satu pihak melakukan penipuan di dalam muamalahnya, maka muamalahnya batal.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا، وَالْمَكْرُ وَالْخِدَاعُ فِي النَّارِ.
“Barangsiapa yang menipu, maka ia tidak termasuk golongan kami. Orang yang berbuat makar dan pengelabuan, tempatnya di neraka” (HR. Ibnu Hibban 2: 326).
Sebagian tokoh “umat” nyinyir dengan keputusan KPK memecat pegawainya yang tidak memenuhi syarat dan ketentuan. Hal itu menunjukkan mereka tidak paham kedudukan KPK dalam muamalah ‘ijarah dengan pegawainya.
Tokoh-tokoh “umat” itu kumat lagi, kumat lagi dan kumat lagi…, saat pemerintah mau bersih-bersih KPK dari “musuh dalam selimut.” Pemerintah mencegah jangan sampai KPK berubah menjadi Komisi Penegakan Khilafah.
Penulis adalah Pengurus LD PWNU Jabar.