SintesaNews.com – Sebelum membuka pertemuan antar-parlemen sedunia ke-144 pada 20-24 Maret 2022 lalu di Bali, setiap delegasi yang hadir menanam satu pohon di Nusa Dua. Penanaman itu merupakan simbol komitmen semua anggota parlemen terhadap dampak perubahan (kekacauan) iklim yang tengah melanda bumi.
Puan Maharani selaku Ketua Majelis dalam pertemuan internasional itu menilai, pohon-pohon yang ditanam itu menjadi pengingat bahwa di Bali, para anggota parlemen dari seluruh dunia pernah menanam komitmen untuk mengatasi perubahan iklim.
“Saya ingin kegiatan ini menjadi pengingat bagi setiap delegasi saat menjejakkan kaki di Bali, bahwa mereka pernah menanam komitmen untuk mengatasi perubahan iklim dunia,” tulis Puan dalam akun Instagramnya, @puanmaharaniri pada Sabtu (26/03/2022).
Gotong royong selamatkan bumi
Kerja sama internasional mutlak dibutuhkan untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup dan mengurangi dampak perubahan iklim. Perubahan iklim yang melampaui batas-batas negara mengharuskan semua negara terlibat dalam gerakan bersama menanggulangi dampaknya, baik bagi bumi maupun bagi kemanusiaan.
Pada hari kedua pertemuan antar-parlemen sedunia di Bali, semua delegasi yang hadir sepakat mengajak negara-negara memberikan kontribusi nyata dalam memperbaiki lingkungan hidup, demi mewariskan bumi yang jauh lebih baik kepada generasi mendatang.
“Kita perlu memobilisasi aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Kita harus merealisasikan komitmen pembiayaan perubahan iklim sebesar 100 miliar US Dollar per tahun dan kita harus mendukung transisi energi bersih dengan transfer teknologi dan investasi.”
Lingkungan hidup, perubahan iklim, atau meningkatnya panas bumi, selalu merupakan persoalan yang kompleks. Keruwetan ini hanya bisa “diatasi jika dunia bersatu, bergotong royong, dan memperkuat kerja bersama internasional.”
Ekofeminisme
Ekofeminisme berbicara tentang keterkaitan antara perempuan dan alam semesta, terutama dalam ketakberdayaan dan ketidakadilan perilaku kepada keduanya. Dalam penerapannya, ekofeminisme menerapkan etika kepedulian untuk mewujudkan keadilan sosial secara ekologis, mengutamakan nilai feminitas, dan menentang budaya patriarki.
Dalam ekofeminisme ditetapkan bahwa kerja sama, kepedulian, cinta, dan toleransi merupakan cara untuk melestarikan alam yang di dalamnya manusia berada. Hubungan ini kemudian membentuk etika manusia terhadap pengelolaaan lingkungan dan menciptakan kesetaraan gender manusia dalam kaitannya dengan alam semesta.
Ekofeminisme dilandasi oleh etika kepedulian yang hadir karena sifat alami perempuan. Akan tetapi pada titik ini, kita perlu berhati-hati agar terhindar dari bahaya menganggap hanya perempuan saja yang memiliki kepedulian alamiah macam ini. Laki-laki juga punya kepedulian serupa.
Dalam kaitannya dengan gotong royong dan kerja sama internasional untuk menanggulangi dampak perubahan iklim, dunia tidak hanya membutuhkan individu-individu yang memiliki kepedulian pada kondisi bumi, tetapi juga seorang pemimpin yang secara alamiah memiliki kepedulian sebagai etika dalam hidupnya.