KH. Said Aqil: Gagasan NU Jadikan Indonesia Bukan Negara Agama, tapi Darussalam, Negara yang Damai

KH. Said Aqil: Gagasan NU Menjadikan Indonesia Bukan Negara Agama, Tetapi Darussalam, Negara Yang Damai

OPINI

POLITIK

-Iklan-

Nurul Azizah

 

Akhir-akhir ini banyak ustad yang ceramah di youtube dan media elektronik lainnya. Mereka tentunya bukan ulama yang terwadahi oleh PBNU.

Bahkan para ustad itu ada yang terang-terangan menyampaikan pandangan politik yang berlawanan dengan pemerintah. Mereka berseberangan dengan pemerintah.

Menggunakan mimbar dakwah suci untuk menghina agama lain. Merasa mereka paling benar pendapatnya. Paling benar keyakinannya. Mereka kebanyakan ustad dari kelompok radikal intoleran.

Mereka kelompok pengikut wahabi, salafi bahkan ada yang terang-terang sebagai pengikut PKS, atau HTI. Mereka dengan lantang mengadopsi bentuk negara khilafah.

Mereka antara lain, ustadz Abdul Somad, Tengku Zulkarnaen, Haikal Hasan, Shabri Lubis, Yahya Waloni, Fellix Siau dan masih banyak yang lainnya.

Mereka akan menjadikan Indonesia menjadi negara khilafah. Negara yang mengadopsi dari negara Arab.

Jauh sebelum ustadz-ustadz itu ada di Indonesia, di Indonesia sudah damai dengan kemajemukan (pluralisme). Negara yang dihuni oleh masyarakat penganut agama yang berbeda-beda.

Pada muktamar NU tahun 1936 yang digelar di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, para ulama telah final memutuskan bahwa Indonesia adalah Darussalam, negara yang damai.

Keputusan Muktamar NU tersebut dalam bahasa populernya adalah Nation State.

Untuk menghadapi serbuan kelompok radikal intoleran yang kebanyakan pengasong khilafah, bangsa ini harus mengedepankan empat (4) pilar bangsa.

Empat pilar itu terdiri dari Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 45, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan Bhinneka Tunggal Ika.

Dalam Muktamar NU 1936 para peserta melakukan telaah dan istinbath (pemahaman, penggalian, dan perumusan hukum dari Alquran dan hadist) sesuai tradisi NU, yang menghasilkan keputusan NU.

Menurut KH. Said Agil Siradj keputusan Muhtamar Nahdlatul Ulama tahun 1936 di Banjarmasin, bahwa Indonesia bukan negara islam, bukan negara agama. Tapi Darussalam, negara yang damai.

Bukan Darul Islam, bukan Darul Harb, bukan Darul Shulh, tapi Darussalam. Itulah ijtihad (hasil pemikiran)-nya para Kiai Nahdlatul Ulama semenjak tahun 1936.

Maka Indonesia bukan negara Islam, bukan negara Kristen, bukan negara Katholik, bukan negara Buddha, bukan negara Hindu, melainkan negara kebangsaan.

Semua Warga Negara Indonesia yang memeluk agama berbeda-beda di Indonesia diakui sebagai bangsa Indonesia, tanpa membedakan satu sama lainnya. Demikian juga suku-suku yang ada di Indonesia juga diakui sebagai warga negara. Termasuk warga keturunan Cina, Arab, India dan lainnya yang ada di Indonesia, juga diakui sebagai warga negara. Semua tergabung sebagai kewarganegaraan bukan “kewarga-agama-an.”

Jadi siapa saja yang mengaku sebagai Warga Negara Indonesia adalah saudara kita sebangsa dan setanah air.

Hal ini diperkuat lagi Munas 1984 di Situbondo, Sukorejo, semua organisasi harus berazaskan Pancasila.

Dengan dikomandani KH. Ahmad Shiddiq dan KH. Maimoen Zubair NU menerima azas tunggal Pancasila. Sebab Pancasila tidak bertentangan dengan agama Islam.

Dari keterangan KH. Said Agil Siradj, NKRI bukanlah negara agama, NKRI berdasarkan Pancasila, religious nation state, atau negara kebangsaan yang berketuhanan.

Indonesia bukan negara agama, sebab negara agama hanya memberlakukan hukum satu agama dalam hukum negara. Bukan pula negara sekuler karena negara sekuler memisahkan sepenuhnya urusan negara dengan urusan agama.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here