Ketum Pasukan 08 Menebar Teror Pada Masyarakat

Penulis: Roger Paulus Silalahi

Ketua Umum Pasukan 08 Arfian D Septiandri yang mendeklarasikan dukungannya terhadap Paslon 02 Prabowo Subianto dan Gibran Rakbuming Raka, telah menebar teror bagi masyarakat melalui sebuah video yang tersebar luas. Dalam video tersebut Arfian mengeluarkan pernyataan sebagai berikut:

“Jadi Pasukan 08 ini kita memiliki resource SDM yang kompeten dalam men-tracking atau forensik digital, bagaimana sebuah akun yang melakukan ujaran kebencian IP Address nya bisa di-trace sampai ke titik lokasi by name by address rumahnya. Jadi mohon netizen, semua pengguna media sosial, harap bisa menjaga jagad maya ini, sekian begitu.”

-Iklan-

Sebagai Ketua Umum, Septian mungkin hebat di bidang IT, Tim Bentukannya juga sangat mungkin hebat di bidang IT. Tapi seorang jago tembak atau sniper pun tidak bisa menembak semaunya. Ini Indonesia Bung, ini Negara Hukum.

Pernyataan tersebut tujuannya apa…?

Pasal 1 UU Nomor 5 Tahun 2018 ayat 2, 3 dan 4 berbunyi:

2. Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, Iingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.

3. Kekerasan adalah setiap perbuatan penyalahgunaan kekuatan fisik dengan atau tanpa menggunakan sarana secara melawan hukum dan menimbulkan bahaya bagi badan, nyawa, dan kemerdekaan orang, termasuk menjadikan orang pingsan atau tidak berdaya.

4. Ancaman Kekerasan adalah setiap perbuatan secara melawan hukum berupa ucapan, tulisan, gambar, simbol, atau gerakan tubuh, baik dengan maupun tanpa menggunakan sarana dalam bentuk elektronik atau nonelektronik yang dapat menimbulkan rasa takut terhadap orang atau masyarakat secara luas atau mengekang kebebasan hakiki seseorang atau masyarakat.

Sementara Pasal 5 dan 6 berbunyi:

Pasal 5
Tindak Pidana Terorisme yang diatur dalam Undang- Undang ini harus dianggap bukan tindak pidana politik, dan dapat diekstradisi atau dimintakan bantuan timbal balik sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 6
Setiap Orang yang dengan sengaja menggunakan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas, menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap Objek Vital yang Strategis, lingkungan hidup atau Fasilitas Publik atau fasilitas internasional dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup, atau pidana mati.

Masih banyak lagi pasal lain yang tersangkut dan Undang Undang lain yang tersangkut terkait penyampaian Ketua Umum Pasukan 08 ini. Secara jelas tegas dan tanpa hak, telah mengeluarkan pernyataan yang menimbulkan rasa takut, suasana teror terhadap orang lain secara meluas.

Kita semua tahu masalah “Pasal Karet” di UU ITE terkait ujaran kebencian, karena kebencian adalah rasa, dan rasa setiap orang bisa berbeda. Siapapun bisa mengatakan Prabowo Pelanggar HAM Berat, tanpa rasa kebencian, tapi dengan rasa empati terhadap korban Tragedi 98. Siapapun bisa mengatakan Gibran Anak Haram Konstitusi, tanpa rasa kebencian, tapi dengan rasa nasionalisme tinggi yang men-sakral-kan konstitusi.

Kita semua tahu bahwa kebebasan berpendapat dilindungi oleh konstitusi, kita tahu untuk satu hal yang sama bisa ada berbagai rasa yang terlibat di dalamnya. Kita juga paham “esensi” dari pesan Ketum Pasukan 08 ini. Apakah salah bila ada yang berkata; “Saya benci Prabowo…?” Tidak salah, dia mengungkapkan rasa yang dimilikinya, ujarannya mengandung kebencian, rumit, pasal karet, sudah banyak makan korban.

Lalu apa maksud pernyataan ini kalau bukan sebagai “Ancaman…?” Mengapa harus keluar pernyataan ini…? Jelas sekali bahwa pernyataan itu ditujukan untuk menghentikan berbagai “suara” yang menyatakan kebenaran terkait “dosa” Prabowo, untuk melakukan penghentian penyebarluasan berita, fakta, dan data terkait “dosa” Prabowo. Sama seperti dilakukan “penguasa” di Facebook, Instagram, TikTok dan platform media sosial lainnya di mana akun bisa di-blok. Apakah data dan fakta dapat dikategorikan ujaran kebencian…?

Kewenangan apa yang ada pada Ketum Pasukan 08 sehingga dapat melakukan pelacakan (bagian dari penyidikan dan penyelidikan) yang merupakan ranah privat terhadap hal apapun di negara ini…? Kewenangan apa yang dimiliki sehingga dapat mengeluarkan peringatan bernada ancaman seperti itu…?

Silakan keluarkan himbauan, bicara baik-baik, silakan sesumbar kemampuan, tapi jangan menimbulkan ketakutan, apalagi berupaya membatasi hak warga negara yang dijamin konstitusi. Penguasa negeri ini rakyat Bung, bukan Pasukan, apalagi hanya Pasukan 08. Belum menang pun sudah sok berkuasa, sok lebih kuat dari rakyat, padahal posisi masih hanya segelintir kecil dari rakyat, bagaimana kalau sudah menang…? Mirip sekali dengan cara Orde Baru yang generasi kami runtuhkan.

Jangan menebar teror dan jangan berlindung di balik kekuatan politik atau manusia berjabatan politis. Selain karena keseluruhannya sudah ditetapkan sebagai pidana oleh undang-undang, juga karena hidup ini tidak hanya hari ini atau 5 tahun ke depan. Semua bisa berubah dalam sekejap mata. Lebih baik lindungi diri dengan perangai yang santun, rendah hati, beretika, walau memang agak sulit melakukannya, terutama jika Boss Besar yang dijunjung menafikan dan meng-“endasmu”-kan etik, etika, hukum, dan norma budaya.

Cabut pernyataan itu dengan permohonan maaf, hentikan penyebaran rasa takut itu, teror itu. Anda tidak punya hak bicara seperti itu Bung. Mulailah belajar bertarung dengan bermartabat, mengedepankan etik, etika, kesetaraan, norma masyarakat, norma budaya, dan norma hukum yang ada dan berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Untuk Kapolri, Jenderal Pol Drs.Listyo Sigit Prabowo.Msi, mohon izin mengingatkan bahwa Pasal 7 Undang-Undang No. 5 Tahun 2018 mengatur tentang tindak pidana terorisme sebagai delik formil, sementara pasal 6 menunjuk pada delik genus (umum). Kesempatan untuk Polri membuktikan netralitas dan tegak lurus Undang Undang, bukan perseorangan, sebagaimana sumpah jabatan yang diemban.

Salam Anti Teror,
-Roger Paulus Silalahi-

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here