Penulis: Erri Subakti
Bagi negara maju, kerja-kerja intelijen mereka di negara berkembang, bukan melulu soal masalah politik dan keamanan negara tersebut. Justru yang utama adalah kerja-kerja intelijen negara maju di negara dunia ketiga adalah untuk memperlancar para kapitalis di negara maju tersebut mendulang pemasukan ekonomi bagi mereka.
Saya tidak akan berbicara mengenai sumber daya alam nikel di Indonesia yang kini merupakan primadona bagi negara-negara maju untuk menguasainya. Saya cuma menulis betapa lucunya staf Kedubes Jerman ‘ke-gep’ (tertangkap basah) oleh “intel melayu” masuk ke markas geng FPI di Petamburan.
Sungguh memalukan. Mungkin intelijen Jerman gak pernah mengira ciri khas intel melayu yang bisa menjadi tukang bakso, nasi goreng, atau orang gila. Gak pernah ada intelijen di negara maju yang berperan jadi begituan.
Foto-foto yang tersebar di media sosial/online yang menjepret staf kedubes Jerman masuk ke Sekretariat DPP FPI, juga foto mobil berplat CD (Corps Diplomat) diambil dari angle yang tak jauh di seberang markas FPI tersebut, merupakan “hasil kerja intel melayu.”
Sekadar informasi, bahwa yang bisa nongkrong di depan sarang FPI di Petamburan, ya hanya “orang FPI”.
Wartawan sulit untuk meliput kondisi di sekitar kandang FPI, karena mereka sensi dengan media. Sudah sering insan pers dicurigai oleh mereka, ditunjuk-tunjuk, bahkan dimaki dan diusir untuk meliput situasi di sana.
Karena itu foto-foto yang tersebar mengungkap operasi intelijen Jerman ke markas FPI diambil oleh “intel melayu” di dalam kelompok FPI.
Seperti pernah dikatakan oleh Gus Dur bahwa tidak ada organisasi Islam di Indonesia yang tidak ada intelnya. Apalagi FPI yang lahir dan dibentuk oleh “titik-titik.” Sudah pasti sejak awal ditanam intel melayu di sana.
Buat apa? Ya buat memantau dan report. Itu saja. Pantau dan report. Tak perlu melakukan eksekusi lain yang mematikan.
Dari situlah sebenarnya aparat bisa “mematikan” FPI kapan saja, jika sudah tidak dibutuhkan lagi. Exit Strategy.
Jadi benang merah habisnya kekuatan FPI kini sudah terjawab. Dedengkotnya dibui, bohirnya cari selamat sendiri, kekosongan kepemimpinan, aksi-aksi demonya bantet, logistik diputus, mobil demo disita, image di publik makin buruk. Hanya tinggal Munarman yang masih bisa bersuara.
Dalam situasi tiarapnya FPI, Jerman mencari peluang operasi klandestin. Tak peduli kelompok tersebut radikal dan berafiliasi dengan terorisme. Bagi negara maju, yang utama adalah mendapatkan peluang ekonomi besar daripada kehilangan kesempatan mendulang kapital.
Sayangnya, intel negara maju itu tak menyangka dengan peran intel melayu di negara “berflower” ini.
“Bang bakso, bang!”
“Sebentar Mas. Kijang 2 kijang 2 masuk, ganti….krrrr….”
Baca: Mau Apa Jerman Campuri Urusan Dalam Negeri Indonesia? Kegatelan Banget
Baca juga: Kemlu Tegur Kedubes Jerman, Kepala Perwakilannya Minta Maaf dan Menyesal