Kesalahan Utama Penanganan Covid-19 di Indonesia adalah Komunikasi Publik

Penulis: Laurent

Sudah setahun lebih covid-19 merajalela di Indonesia, dan akhirnya menjadi semakin parah setiap saat. Kondisi covid-19 di Indonesia pun menjadi semakin parah dengan adanya berbagai varian virus akibat terjadi mutasi, terutama varian Delta yang berasal dari India.

Kita perlu menyadari, bahwa penyebaran Covid-19 ini adalah kesalahan semua pihak yang ada di Indonesia, baik pemerintah maupun kita sebagai rakyat biasa. Masih dapat kita jumpai warga yang menyepelekan Covid-19, tidak pakai masker, atau malah justru menngganggap Covid-19 adalah konspirasi elit global.

-Iklan-

Namun kita perlu menyadari juga, kesalahan yang terjadi di akar rumput itu tidak terjadi karena kesalahan rakyat semata. Menurut opini saya, ada kesalahan pemerintah. Dalam hal ini, kesalahan pemerintah ada pada aspek: KOMUNIKASI PUBLIK. Di sini saya ingin mengambil 2 kasus, yaitu di AS era Trump dan Indonesia, yang menurut saya hampir sama.

Kita tentu mengetahui, bahwa orang yang cukup sering bicara di Indonesia adalah Presiden Jokowi. Hal ini sebenarnya wajar saja, melihat posisi beliau sebagai nahkoda utama negeri ini. Sama seperti Donald Trump yang sebenarnya wajar saja bicara mengenai pandemi Covid-19 di media massa AS.

Memang Jokowi dan Trump bertolak belakang dalam membicarakan Covid-19. Jokowi mengatakan kepada rakyatnya untuk tetap mematuhi protokol kesehatan yang telah ditetapkan. Sementara itu, Trump cenderung anti dengan protokol kesehatan, pakai masker saja tidak mau.

Secara ideal, seharusnya omongan Jokowi dituruti karena benar, sedangkan omongan Trump tidak dituruti karena secara logika adalah salah.

Namun di antara perbedaan itu, kita tidak boleh lupa bahwa ada kesamaan di antara keduanya. Keduanya adalah politisi. Sebagai politisi, tentu saja ada yang menyukai atau tidak menyukai. Orang yang pro cenderung akan mendengarkan, sementara yang tidak menyukai ya tidak akan mendengar (entah omongan si politisi benar atau tidak).

Pak Jokowi yang menyerukan prokes tentu saja akan didengar oleh pendukung, sementara yang anti dengan beliau ada kemungkinan untuk tidak mendengar. Trump juga demikian. Walaupun tindakannya bisa dibilang salah dengan anti prokes, tetap saja ada yang mendegar dan mendukung pernyataannya, karena beliau memiliki pengaruh terhadap pendukungnya.

Dari sini, sebenarnya kita bisa melihat yang diperlukan dalam komunikasi publik terkait Covid-19 adalah “NETRALITAS”. Yang seharusnya menjadi bicara mewakili pemerintah terkait pandemi ini bukanlah politikus yang tidak netral. Lalu siapakah yang bisa netral dan kredibel terkait pandemi ini, tentu saja PARA ILMUWAN ATAU PENELITI.

Kita tentu memahami bahwa para ilmuwan bicara tentang data dan fakta. Tapi di Indonesia, hampir tidak pernah ilmuwan bicara secara langsung di publik mewakili pemerintah terkait pandemi ini. Padahal ini sebenarnya diperlukan agar pemerintah dan rakyat dapat memiliki sudut pandang yang sama dan netral dalam memandang pandemi ini. Dengan netralitas tersebut tentu saja penanganan pandemi menjadi lebih mudah karena semua komponen masyarakat bekerja bersama secara harmonis.

Buat pemerintah, saya usulkan untuk mulai memperhatikan hal ini sehingga kita bisa bekerja sama dalam menangani pandemi Covid-19 dan dampak-dampaknya yang semakin memburuk ini. Dan untuk rakyat, jangan ngeyel. Masalah ini adalah masalah kita bersama.

(Laurent)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here