Keluarga Besar NU Universitas Indonesia (KBNU-UI): Demokrasi Indonesia Salah Arah Perlu Kembali ke Jalur yang Benar

SintesaNews.com – Mengalirnya suara-suara para profesor dan akademisi dari seluruh perguruan tinggi di Indonesia yang menyayangkan demokrasi di Indonesia ambruk ke titik nol seperti masa orde baru bahkan lebih parah, disikapi politikus pendukung penguasa dengan tuduhan bahwa para guru besar tersebut partisan.

Tuduhan partisan kepada para guru besar berbagai kampus di Indonesia yang mengkritik pemerintah, disesalkan Keluarga Besar NU Universitas Indonesia (KBNU-UI).

“Tuduhan partisan pada guru besar oleh para politisi telah menyakiti hati kami, para alumni, mahasiswa dan dosen”, ujar Juru Bicara KBNU UI Erwin Kusuma di Kampus UI Depok, Sabtu 10 Februari 2024 dalam acara Taushiyah Kebangsaan KBNU UI.

-Iklan-

Erwin mengatakan bahwa kritik guru besar di UI dan kampus-kampus lainnya adalah gerakan moral yang murni suara kaum akademisi yang resah atas berbagai tragedi konstitusi di MK dan lembaga negara lainnya.

“Kami khawatir tragedi konstitusi di MK akan mengancam pemilu yang jurdil”, pungkas Erwin.

Sementara itu dosen SKSG UI (Sekolah Kajian Stratejik Global Universitas Indonesia) Dr. Amin Muzakkir mengingatkan bahwa fasisme dan otoritarianisme bisa muncul dari proses elektoral.

“Dulu Hitler juga terpilih dari pemilu yang dimenangkannya secara mutlak,” ujar Amin.

Taushiyah Kebangsaan KBNU UI digagas oleh sejumlah dosen, alumni dan mahasiswa berlatar belakang nahdlyin di UI yang menghimpun diri dalam KBNU-UI.

Berikut pernyataan lengkap KBNU-UI.

Taushiyah Kebangsaan Keluarga Besar Nahdlatul Ulama – Universitas Indonesia (KBNU-UI)

Pemilu serentak: pemilu legislatif (pileg) dan pemilu presiden (pilpres) akan digelar pada 14 Februari 2024. Jika dihitung dari hari ini, pelaksanaan pemilu hanya tinggal lima hari lagi.

Namun, proses pelaksanaan pemilu, khususnya pilpres masih menyisakan masalah, terutama penetapan cawapres Gibran Rakabuming Raka: 1) Sidang Majlis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan bahwa Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) terbukti melanggar kode etik atas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dikabulkan. Putusan MK tersebut dinilai kontroversial. 2) Keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memutuskan semua komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) melanggar etik dalam menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.

Selain masalah di atas, menyitir “Pesan Kebangsaan Guru Besar UI” terdapat potensi pengerahan aparatur negara, seperti ASN, TNI, dan Polri terlibat secara aktif melakukan penggalangan massa untuk memenangkan salah satu pasangan calon. Ada potensi bahwa pemilu kali ini mencoreng wajah demokrasi kita. Pemilu tidak dilaksanakan secara jujur dan adil.

Mencermati kondisi sosial-politik, ekonomi dan budaya bangsa akhir-akhir ini, kami, yang berprofesi sebagai dosen, alumni dan mahasiswa yang berlatar belakang warga Nahdlatul Ulama (NU) di Universitas Indonesia, menyampaikan taushiyah kebangsaan sebagai berikut :

1. Menyesalkan terjadinya “tragedi konstitusi” berupa pelanggaran etika berat dan prinsip demokrasi yang terjadi di Mahkamah Konstitusi terkait Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden dan wakil presiden di Pemilu 2024

2. Menyesalkan terjadinya pelanggaran etika oleh semua komisioner KPU. Kondisi ini berpotensi menurunkan tingkat kepercayaan publik pada penyelenggaraan pemilu yang berujung pada tidak dipercayanya hasil pemilu. Legitimasi pemilu akan dipertanyakan, sehingga berpotensi menimbulkan gesekan di masyarakat.

3. Menyerukan kepada KPU untuk menyelenggarakan pemilu secara jujur dan adil (jurdil). Mengajak masyarakat dan seluruh elemen bangsa untuk berpartisipasi aktif menjaga dan memantau pemilu agar berjalan dengan aman, damai, dan tanpa paksaan.

4. Mendukung sepenuhnya gerakan civitas akademika; para guru besar (profesor), dosen, dan mahasiswa di seluruh Indonesia sebagai gerakan moral untuk mengingatkan pemerintah agar kembali ke jalur demokrasi yang benar.

5. Menyerukan kepada seluruh pengurus Nahdlatul Ulama (NU) di semua tingkatan, agar berpegang teguh pada Khittah NU 1926. Tidak menjadikan NU sebagai alat mobilisasi dan legitimasi politik untuk kepentingan jangka pendek. Sebagaimana pesan KH Mustofa Bisri (Gus Mus) secara tegas di peringatan Hari Lahir ke-101 NU di Krapyak, Yogyakarta bahwa tugas NU adalah memenangkan Indonesia, bukan memenangkan capres.

6. Sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia, NU fokus pada peran merawat jama’ah/warga NU dalam hal: ubudiyah, nilai-nilai keagamaan, dan meningkatkan akses terhadap pendidikan, ekonomi, dan keadilan sosial.

7. NU harus memiliki peran kebangsaan yang lebih luas. NU semakin fokus merawat kebhinekaan dalam rangka menjaga kesatuan dan persatuan Indonesia yang semakin pudar dengan nilai-nilai wasathiyah (moderat) yang selama ini menjadi pegangan NU.

Depok, 10 Februari 2024.

KBNU-UI

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here