Keluar!!!

Penulis: Roger “Joy” Paulus Silalahi

Seberapa Indonesia Kamu…?

“Airnona”, adalah nama sebuah daerah di Kupang, di wilayah Kota Raja, di sanalah lahir seorang bayi laki-laki, anak ke-10 dari keluarga William Adoe Toelle pada tanggal 8 Agustus 1928. Anak itu diberi nama Samuel Frederik Julianus Toelle yang setelah besar lebih dikenal dengan S.F.J. Tolle, disapa Pak Toelle atau kalau orang dekat biasa menyapanya Oom Sam.

Layaknya orang Kupang dan Indonesia Timur pada umumnya, berdansa adalah kegemaran yang selalu menyertai setiap pesta, tanpa dansa bukan pesta namanya. Oom Sam pun demikian, doyan pesta, doyan dansa, selalu ceria. Salah satu rumah yang cukup sering menyelenggarakan pesta adalah rumah keluarga Pattikawa di Fattufeto Kupang. Oom Sam rajin ke sana, bukan hanya untuk dansa, tapi juga cuci mata, curi-curi pandang sama anak ke-2 keluarga Pattikawa-Wairisal, namanya Christina Regina Pattikawa, yang akhirnya berhasil dilamar dan menjadi istrinya, kami yang dekat memanggil beliau Tante Tien.

-Iklan-

Jiwa perantau adalah jiwa orang Indonesia, demikianlah Oom Sam berangkat meninggalkan Kupang pada tahun 1950, merantau ke Makassar, tinggal di sana sampai tahun 1954, lalu pindah ke Bandung dengan tujuan kuliah di ITB. Tante Tien juga merantau dan akhirnya bekerja di Jakarta hingga tahun 1956. Cita-cita masuk ITB tercapai, berarti Oom Sam ini pintarlah, masuk di Teknik Sipil angkatan 1954.

Oom Sam memperjuangkan kuliahnya sambil bekerja sejak tahun 1955 sebagai guru di sebuah SMP Kristen tanpa nama. Tapi karena SMP itu beralamat di jalan Bahureksa No.26, akhirnya dikenal dengan nama SMPK Bahureksa. Kuliah sambil bekerja tidak terlalu mudah, atur waktu, atur pengeluaran, atur semua, akhirnya Oom Sam terpaksa berhenti kuliah pada tahun 1956, Oom Sam memilih bekerja menjadi guru.

Target selanjutnya adalah menikah. Oom Sam kumpulkan keluarga, berangkat ke Jakarta, melamar Tante Tien, lalu menikah pada tanggal 6 Agustus 1956 di GPIB Paulus Jl. Taman Sunda Kelapa No.12 Menteng. Setelah menikah, Tante Tien berhenti kerja dan ikut Oom Sam ke Bandung, tinggal di jalan Ciung Wanara No.12A, tepat di belakang SMAN 1 Bandung.

Rupanya Oom Sam sangat mengidolakan Papanya, sehingga bersama Tante Tien terlahirlah 10 orang anak, absensinya seperti ini. Kak Roy, Kak Susan, Kak Tita, Kak Ricky, Kak Andre, Kak Ronny, Kak Sammy, Kak Hengky, dan Nemmy, sengaja semuanya pakai Kak di depannya kecuali Nemmy, supaya saya berasa muda. Dengan 10 anak, terbayang besarnya biaya yang harus ditutup dengan gaji guru, mengurus 10 anak di satu rumah pun butuh kesabaran dan kekuatan yang luar biasa. Tapi Tuhan baik, diberikan-Nya kebijaksanaan pada Tante Tien mengatur anak-anaknya, ada management rumah tangga yang keren di sini. Anak tertua dapat tugas mensupervisi adik adiknya, anak kedua mensupervisi secara khusus anak nomor 6 dan 7, anak ketiga mensupervisi secara khusus anak nomor 8 dan 9, anak nomor 4 dan 5 bagian belanja dan bantu masak, detailnya terlalu panjang untuk dijabarkan di sini.

Pengurusan keuangan menjadi urusan Tante Tien juga, kalau hitung gaji, tidak mungkin cukup. Salah satu hal yang dilakukan Oom Sam demi mencukupi keuangan adalah dengan berjalan kaki ke sekolah, sehingga tunjangan transport dapat dialihkan untuk keluarga. Oom Sam juga kasih les di rumah kalau diminta sama orang tua murid dengan pembayaran sekenanya, di luar itu Oom Sam juga dapat tunjangan sebagai pengurus gereja. Beliau Majelis di GPIB Bethel, dan keseluruhan uang yang didapatkannya diserahkan ke Tante Tien.

Satu cerita kecil yang bagi saya cukup menjelaskan bagaimana uang yang sedikit bisa cukup. Begitu terima amplop gaji + tunjangan, Tante Tien akan langsung masuk kamar, digenggamnya amplop itu dengan kedua tangannya, dan berdoa agar Tuhan memberikan kebijaksanaan dalam menggunakannya agar cukup semuanya untuk bulan itu. Setelah selesai, dibuka dan dihitungnya total jumlah yang diterima bulan itu, dan disisihkannya “perpuluhan” untuk Tuhan. Benar-benar menggantungkan keseluruhan hidupnya dengan bersyukur dan berpegang pada Tuhan. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang ber-Tuhan.

Kiprah sebagai guru ternyata sudah menjadi suratan takdir, karier Oom Sam berjalan bagus di SMPK Bahureksa hingga akhirnya menjadi Kepala Sekolah di sana sejak tahun 1974 sampai 1988. Oom Sam berhenti karena harus pensiun. Saya waktu itu di pertengahan kelas 2 SMP, ikut acara perpisahan Oom Sam sebagai Kepala Sekolah. Saya ingat, setiap pagi sebelum mulai belajar, Aula dibuka, semua murid duduk di dalam, lalu kebaktian dimulai. Pintu Aula hampir selalu ditutup oleh Oom Sam, terlambat sedikit, no excuse, berdiri di luar, tunggu vonis, diampuni, sikat wc, atau disuruh pulang bawa surat cinta buat orang tua.

Sebagai Kepala sekolah, Oom Sam adalah guru pengganti kalau ada guru yang berhalangan, mengajar apapun bisa, dan semua murid menjadi sangat tertib kalau Oom Sam yang mengajar di kelas. Maklum, Oom Sam ngetop banget di urusan pendisiplinan. Walau tidak tinggi, itu badan atletis dengan sorot mata yang ‘aduhai’ ditambah gaya bicara yang khas, membuat semua anak bergetar kalau sampai ditegur Oom Sam.

Kisah ciamik yang paling saya ingat terkait Oom Sam adalah waktu saya baru mulai kelas 2, kelas saya di 2A, bersebelahan dengan Tata Usaha dan Kantor Oom Sam. Pelajaran baru masuk jam kedua, saat saya mendengar suara marah Oom Sam dari kantornya; “Keluar…!!!”, satu kelas dengar, dan saya yang super kepo ini langsung berdiri minta izin ke kamar kecil, padahal pingin tahu ada apa. Saat saya menyusur jalan memutar ke WC supaya bisa melihat ada apa di kantor Oom Sam, yang saya lihat adalah gerbang utama sekolah baru mau ditutup oleh Pak Umar (pegawai TU), dan sosok lain yang ada di sana adalah seorang oknum berbadan tegap dengan 2 bintang di pundaknya.

Sampai di rumah saya cerita ke Mama, kejadian ini, dan beberapa hari kemudian saya dapat konfirmasi dari Mama tentang apa yang terjadi, Mama bersahabat dengan Tante Tien.

Ternyata yang terjadi adalah, Bapak AD ingin memasukkan anaknya ke SMPK Bahureksa, tapi kursi sudah terisi penuh, sehingga terpaksa ditolak oleh Oom Sam. Bapak itu salah kaprah, dikeluarkannya amplop berisi uang entah berapa, diserahkan ke Oom Sam. Oom Sam ambil amplopnya, dilempar keluar lewat jendela ke halaman depan sekolah, lalu berteriak; “Keluar…!!!”

Terbayang marahnya seperti apa, untuk beliau itu penghinaan yang teramat sangat. Sosok kecil hitam yang galak ini memang terkenal dengan keberanian dan kejujurannya, tidak heran bintang 2 dihardik keluar dari ruangannya. Rindu sosok seperti ini, sosok jujur yang tahan dengan segala jenis tempaan.

Tapi, ada satu tempaan yang tidak sanggup dijalani Oom Sam, yaitu saat Tante Tien dipanggil Tuhan pada 6 Februari 1999. Sejak saat itu Oom Sam seperti kehilangan energi dan semangat, sempat terkena stroke ringan di awal Desember tahun 2001, dan akhirnya menyusul Tante Tien pada 25 Mei 2002.

Kerja keras dan kejujuran, melayani dan mendidik siapapun yang mau menerima didikannya, berdansa dalam sukacita atas berkat yang Tuhan berikan, adalah hal duniawi yang dilakoninya. Sementara berjalan dan mengambil setiap keputusan diawali dengan meminta penyertaan Tuhan dan berdoa, adalah hal spiritual yang seharusnya dilakukan semua orang, itulah yang sudah dicontohkannya. Keduanya berjalan beriringan dalam menjalani hidup dan kehidupan sebagai orang Indonesia.

Oom Sam, orang Indonesia… Kamu…?

-Roger Paulus Silalahi-

 

Artikel ini merupakan seri tulisan “Seberapa Indonesia Kamu?”

Baca artikel lainnya:

Ibu Nunih, Udang Minggir dan ‘Burespang’

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here