Penulis: Dahono Prasetyo
Data 2021 total luas perkebunan sawit di Indonesia lebih dari 16 juta hektar (3 kali luas pulau Jawa). Dengan perincian sekitar 62% dikelola swasta, 7% BUMN dan sisanya 31% dikelola rakyat.
Puluhan perusahaan swasta penguasa sawit milik 29 taipan masuk dalam deretan orang terkaya di Indonesia.
Mereka yang sepakat menjadikan Indonesia sebagai produsen sawit terbesar di dunia dengan pertimbangan geografis, SDM dan oknum pejabatnya masih mudah diajak kerjasama menerbitkan izin.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan telah melakukan benchmark digital sebaran sawit di Indonesia, yang terkonsolidasi dengan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Badan Informasi Geospasial. Hasilnya dari 16 juta hektare hanya sekitar 14 juta hektar yang memiliki izin Hak Guna Usaha (HGU).
Dua juta hektar sisanya bukan berarti tidak ada izin sama sekali. Mereka hanya mengantongi izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) atau yang sering disebut perambah hutan. Jutaan batang pohon ditebang menjadi komoditi ekspor kayu berkualitas, jika beruntung di salah satu titik tanah terkandung batu bara, jadilah usaha pertambangan. Jutaan dollar masuk ke kantong mereka, namun tidak membuat puas. Usai menggunduli hutan agar tidak menanggung dana reboisasi, mereka kemudian membakar lahan untuk disulap menjadi lahan perkebunan sawit.
Inilah yang menjadi awal mengapa PT Duta Palma Grup tersandung kasus suap yang menyeret Gubernur Riau Annas Maamun menjadi terpidana KPK tahun 2014. Pemilik Duta Palma, Surya Darmadi ngotot memperluas perkebunan sawitnya dengan mengajukan sekitar 3000 hektar lahan yang berstatus masih HPH menjadi HGU. Meskipun berstatus HPH namun sudah berupa lahan sawit, inilah yang dikategorikan 2 juta lahan sawit tanpa ijin.
Siapakah Surya Darmadi (SD) alias Apeng pendiri Darmex Grup yang kini menjadi DPO KPK? Mengapa bisa menjadi DPO?
SD mantan Bankir pemilik Bank Kesawan menduduki urutan ke 28 orang terkaya di Indonesia versi Forbes. Membentuk korporasi Darmex Agro Grup untuk pengelolaan sawit dari perkebunan, pengolahan hingga ekspor. Total lahan perkebunan sawit “hanya” sekitar 73.000 hektar, yang berizin HGU hanya 40.000 hektar. SD ngotot memasukkan lahan sawitnya di Jambi dan Indragiri Hilir dalam revisi tata wilayah alih fungsi di Kementerian Kehutanan melalui rekomendasi Gubernur Riau. Untuk itulah SD rela menyuap Rp3 miliar untuk melaksanakan hajatnya
Seberapa penting izin HGU lahan sawit bagi Darmex Grup? Di tangan SD status HGU bisa mendatangkan cuan. Pendana dari Singapore sudah antri mengucurkan pinjaman dengan jaminan lahan perkebunan berstatus HGU. Satu lagi izin expor minyak sawit hanya diberikan bagi lahan perkebunan berstatus bukan kawasan hutan (HPH). Harga ekspor minyak sawit diperkirakan 3 kali lipat harga dibanding harga konsumsi dalam negeri. Faktor ekonomis tersebut menjadi penyumbang polemik kelangkaan minyak goreng lokal yang terjadi beberapa bulan lalu. Dengan memperluas status lahan perkebunan, semakin besar keuntungan didapat untuk fokus ekspor.
Izin gagal didapat, uang receh Rp3 miliar kasus suapnya ke Gubernur Riau keburu tertangkap KPK. PT Duta Palma dicabut izinnya dan SD terancam menjadi tersangka suap. SD memilih kabur dari Indonesia bersembunyi di belakang big boss di Singapore. Kasak kusuk pengusaha sawit swasta dengan pejabat sudah menjadi rahasia umum yang berlangsung bertahun-tahun. SD hanya salah satu dari puluhan konglomerat pemain mafia lahan perkebunan sawit yang sedang apes.
Duta Palma Grup dalam kelas sesama konglomerat sawit termasuk pemain baru kelas menengah. Bandingkan dengan Wilmar Internasional yang mengelola 350.000 hektar kebun sawit, Astra Agro Lestari Tbk penguasa 286.877 Ha sawit produktif, Salim Ivomas Pratama Tbk dengan 251.112 Ha, Sinar Mas Agro Resources 137.372 Ha lahan sawit.
Nama-nama perusahaan di atas adalah anak perusahaan, bukan induk perusahaan. Skema konglomerasi memungkinkan perusahaan induk memiliki 510 anak perusahaan yang sama-sama menguasai lahan sawit. Sama seperti Darmex Grup, taipan sawit 80% dibiayai oleh pendana dari Singapore. Sisanya dari Eropa dan Tiongkok.
Mengapa Singapore menjadi surga bagi pemain sawit untuk mendapatkan pinjaman? Secara geografis dekat dengan Sumatera dan Kalimantan yang merupakan sebaran lokasi lahan sawit terbesar. Singapore menjadi tempat berkumpulnya para taipan di Asia memutar uangnya melalui jasa keuangan yang menjadi asset devisa negara semenanjung itu.
Sawah ladang para konglomerat Asia ada di Indonesia, Malaysia, Thailand dan Vietnam. Namun kantor dan markas besar berada di Singapore yang memberi perlindungan khusus untuk transaksi perdagangan hingga meminimalisir pajak para pengusaha. Singapore pulalah menjadi negara paling banyak menyimpan dan mengamankan uang konglomerat Indonesia.
Gambaran skema analisanya, saat pengusaha Indonesia butuh modal, Singapore sediakan dengan jumlah unlimited. Syaratnya omzet usaha berputarnya harus melalui lembaga keuangan yang ditunjuk atau berbasis di Singapore. Dengan demikian uang investasi dari Singapore sebenarnya tidak lari kemana-mana, justru bertambah seiring keuntungan yang didapat.
Surya Darmadi kabur ke Singapore karena sudah mencium gelagat akan dijadikan target aparat untuk masuk bui, lalu asset perusahaan disita. Otak mafia Surya Darmadi mengatakan: Semua perusahaan besar pemain sawit melakukan hal yang sama terkait suap izin lahan, tapi mengapa hanya dia yang diciduk?
Pengusaha rakus berkolaborasi dengan pejabat nakal dan politikus busuk pada akhirnya berhasil menciptakan aturan main berbisnis ala mafia.
Sudah dipastikan skema bisnis mereka melanggar ketentuan undang-undang, tetapi kekuatan finansial mereka mampu membeli perlindungan hukum dari oknum-oknum penegak hukum yang doyan uang haram. Di Singapore-lah semuanya dirancang, dibiayai, dan dibagi bersama keuntungannya.
Menko Maritim dan Investasi, Luhut B Panjaitan yang ditunjuk sebagai ketua satgas mafia minyak goreng menyatakan akan mengejar perusahaan sawit swasta yang mengeruk usaha di Indonesia namun berkantor di Singapore.
Kejaksaan kini sedang mengusut dugaan korupsi Apeng melalui PT Duta Palma miliknya. Sebelumnya KPK sudah menetapkan Apeng sebagai DPO sejak 2019 untuk tersangka suap dan korupsi terkait pengajuan revisi alih fungsi hutan di Provinsi Riau tahun 2014.
Kejaksaan menemukan bukti PT Duta Palma mengelola lahan seluas 37 ribu hektar secara ilegal sejak didirikan. Potensi manipulasi pajak pasti terjadi selama bertahun-tahun. Data lain temuan Kejaksaan menyebutkan lahan seluas itu menghasilkan transaksi sebesar Rp600 miliar per bulan. Bahkan selama menjadi buronan KPK, Apeng masih menikmati keuntungan dengan bukti aliran keuangan langsung dikirim di mana Apeng berada.
Kejaksaan telah menyita 37.000 Ha lahan sawit sebagai barang bukti dan mencabut izin perusahaan. Jika mau menangkap Apeng Jaksa Agung harus menjemput paksa ke Singapore. Itupun bukan perkara mudah menyeret Apeng dari lubang persembunyian yang dilindungi koleganya. Namun upaya tersebut menjadi momentum keseriusan negara mengusut mafia sawit yang sudah menggurita bertahun-tahun
Sementara ini kita hanya dapat kebanggaan menjadi produsen sawit terbesar di dunia, namun pemasukan untuk negara banyak hilang kena tilep mafia perkebunan yang bermarkas di Singapore. Mereka yang semakin kaya dengan cara mempekerjakan rakyat dan mengelabui negara melalui pejabat busuk dan politikus hitam.