Kebijakan Kontradiktif Jokowi: Anti Whistleblower tapi Simpati Justice Collaborator

Penulis: Togap Marpaung

(insan pengawas nuklir, dipaksa pensiun)

Tulisan pertama ini menyajikan fakta yang melibatkan dua orang, pertama whistleblower seorang pegawai negeri sipil (PNS) bagian dari aparatur sipil negara (ASN), kedua justice collaborator, seorang anggota Polri. Siapakah kedua orang yang dimaksud?

-Iklan-

Kedua terminologi asing tersebut yang bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kurang populer, whistleblower diartikan sebagai peniup pluit dan justice collaborator tidak ada istilah spesifik secara singkat sehingga kedua istilah ditulis sesuai dengan aslinya.

Whistleblower dan Justice Collaborator Berdasarkan Per-UU-an

Berdasarkan peraturan perundang-undangan bahwa whistleblower wajib dilindungi sesuai konstitusi, ada regulasi yang menetapkan norma tersebut dan bersifat mengikat. Karena memang whistleblower adalah pelapor atau pengungkap fakta yang tidak terlibat dalam kejahatan yang dilaporkan. Peran whistleblower sangat penting untuk membantu para penegak hukum dalam mengungkap suatu perkara hukum, tegas ya!

UU No.31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban menjadi dasar hukum perlindungan terhadap whistleblower dan justice collaborator.

Terutama perlindungan bagi seorang ASN pelapor korupsi yang bekerja di instansi pemerintah sebagaimana amanat dari Peraturan Menteri atau Kepala Badan dalam Whistleblowing System wajib dilindungi karirnya, tidak boleh dijegal, dikriminalisasi atau dizolimi. Bahkan mendapat piagam penghargaan dan atau premi dari pemerintah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Undang-undang yang menjadi domain LPSK sebagaimana dimaksud di atas dipertegas dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 tentang perlakukan bagi pelapor tindak pidana (whistleblower) dan saksi pelaku yang bekerja sama (justice collaborator) di dalam tindak pidana tertentu.

Kehadiran whistleblower dan justice collaborator sama-sama dapat membantu aparat penegak hukum dalam mengungkap suatu perkara, apalagi yang kategori kejahatan luar biasa seperti tindak pidana korupsi dan pembunuhan berencana yang melibatkan petinggi negara hingga beberapa orang yang terlibat, misalnya pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat.

Tidak mudah mendapat surat perlindungan baik menjadi whistleblower maupun justice collaborator, Tim dari LPSK melakukan penilaian terhadap kelayakan mendapat perlindungan dari negara yang selama 6 bulan yang dapat diperpanjang setelah dilakukan telaah mendalam.

Whistleblower: Togap Marpaung

Seorang whistleblower merupakan orang dalam, orang yang mengungkap dugaan pelanggaran atau kejahatan yang terjadi di tempatnya bekerja. Banyak praktek kejahatan sangat terorganisir dan sangat rapi dijalankan. Whistleblower adalah pelapor atau pengungkap fakta yang tidak terlibat dalam kejahatan yang dilaporkan.

Dalam konteks kejahatan tindak pidana korupsi yang terjadi di tempat kami bekerja, suatu instansi pemerintah Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), Togap Marpaung (TM) adalah seorang whistleblower yang mendapat 3 (tiga) surat perlindungan dari pemerintah melalui instansi resmi yang berwenang Lembaga Peerlindungan Saksi dan Korban (LPSK):

  1. Surat Nomor: R-2695/1.DIV3.1/LPSK/10/2015, tanggal 7 Oktober 2015.
  2. Surat Nomor: R-2436/1.DIV3.1/LPSK/6/2016, tanggal 16 Juni 2016.
  3. Surat Nomor: R-2516/1.5.1. HSHP/LPSK/6/2018, tanggal 22 Juni 2018.

Whistleblower harus memiliki bukti yang lengkap dan valid bahwa terjadi dugaan tindak pidana korupsi, sebagai contoh penggelembungan (mark up) harga pengadaan barang dan atau jasa yang berakibat kerugian keuangan Negara. Untuk memastikan bahwa pasti ada kerugian keuangan negara harus diverifikasi berdasarkan hasil audit investigasi yang dilakukan oleh instansi yang berwenang, yakni BPK atau BPKP. Jika sudah jelas ada kerugian keuangan negara maka whistleblower bisa lega, gagah sebagai whistleblower untuk bela negara.

Oleh karena penyelidikan yang dilakukan oleh Subdit V. Tipikor Dit. Reskrimsus sangat lambat sehingga LPSK dan ICW turun tangan langsung untuk memastikan adanya kerugian keuangan Negara. LPSK berkirim surat kepda Polda Metro Jaya dan BPKP yang melakukan audit investigasi.

Ketua LPSK, Hasto Atmojo Suroyo dalam kata pengantar pada buku 1 yang ditulis Whistleblower menegaskan bahwa “peran pelapor khususnya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi sangat strategis. Hal itulah, yang salah satunya melatarbelakangi revisi terhadap Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban, khususnya dalam subjek perlindungan”.

“Dengan bertambahnya subjek perlindungan sebagaimana dimandatkan undang-undang, LPSK berharap semakin banyak pihak, seperti sosok Saudara Togap Marpaung yang berani menyuarakan dengan penyalahgunaan keuangan negara untuk kepentingan pribadi maupun kelompok tertentu. Negara menjamin perlindungan bagi mereka yang mengungkap terjadinya tindak pidana korupsi melalui perlindungan yang dilaksanakan LPSK”.

Buku 1 yang ditulis diberi judul: Rudal Pelapor (Whistleblower) Dugaan Korupsi Pengawas Nuklir dengan sub judul: “Kerugian negara sudah kembali sebagian sekitar 2 miliar rupiah dan 1 triliun rupiah sudah saya cegah”. Buku diterbitkan oleh: Elfatih Media Insani (Anggota IKAPI), Kota Cimahi Jawa Barat 405 dan cetakan kedua oleh Gramedia Printing Group yang sudah sampai kepada Bapak Presiden dan Jajaran terkait, perpustakaan nasional, UI dan lainnya. Total buku yang sudah beredar sekitar 700 eksemplar.

Justice Collaborator: Bharada Pol. Richard Eliezer

Justice collaborator adalah sebutan bagi pelaku kejahatan yang bekerjasama dalam memberikan keterangan dan bantuan bagi penegak hukum. Selanjutnya justice collaborator tersebut akan memperoleh penghargaan yang dapat berupa penjatuhan pidana percobaan bersyarat khusus, pemberian remisi dan asimilasi, pembebasan bersyarat, penjatuhan pidana paling ringan diantara terdakwa lain yang terbukti bersalah, perlakuan khusus, dan sebagainya.

Sebagimana publik sudah mengetahui dengan jelas dari pemberitaan berbagai media on line, cetak, radio dan tv bahwa Bharada Richard Eliezer (E) akhirnya LPSK mengabulkan permohonannya menjadi justice collaborator yang diambil melalui keputusan rapat paripurna pimpinan LPSK tanggal 15 Agustus 2018, yang tentunya dianggap telah memenuhi syarat.

Menurut Ketua LPSK, dasar pertama pertimbangan bahwa Bharada E tidak pelaku utama pembunuhan, tidak punya niat membunuh tetapi diduga diperintah oleh atasannya.

Benang Merah Whistleblower dan Justice Collaborator

Timbul pertanyaan tidak hanya bagi diri whistleblower dan keluarga TM (isteri dan anak-anak yang sudah dewasa) tetapi juga bagi keluarga besar serta para sahabat di Gerakan Anti KKN Alumni UI (GAKKNAUI). Isteri yang adalah juga ASN dan telah purnabhakti di usia 60 tahun sangat kecewa.

Mengapa Presiden Jokowi tidak berempati kepada whistleblower?

Padahal, sangat jelas norma hukumnya bahwa whistleblower wajib dilindungi, tidak boleh dikriminalisasi, tidak boleh dijegal karir ASN, tidak boleh dipaksa pensiun secara illegal, melanggar hukum. Malah TM harusnya mendapatkan piagam penghargaan dari negara, termasuk premi berupa uang karena kerugian keuangan negara sudah kembali.

Harus dicamkan dari lubuk hati paling dalam bahwa hakikat pemberantasan korupsi yang utama dan terutama adalah kembalinya uang korupsi sebagai kerugian keuangan negara supaya pembangunan dapat berkelanjuntan, rakyat tidak melarat akibat ulah koruptor sebagai bangsat.

Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa Presiden Jokowi berempati kepada justice collaborator? Padahal, jelas bahwa justice collaborator adalah orang yang terlibat dalam kejahatan dan hukuman bagi Bharada E sangat ringan sehingga dapat melanjutkan karir pengabdian di Polri. Silahkan publik yang menjawab.

Whistleblower sudah beberapa kali memohon perlindungan hukum dengan surat secara resmi kepada Yth. Bapak Presiden juga kepada Yth. Bapak Menteri Sekretaris Negara. Surat terbuka melalui media on line, tik tok dan sebagainya tetapi betapa sedihnya karena tidak ada empati, tenggang rasa, simpati, perhatian atau tanggapan Presiden.

Untuk lebih jelas dan lengkap TM akan membuat trilogi tulisan yang saling terkait antara tulisan pertama, Kebijakan Kontradiktif Presiden Jokowi: Anti Whistleblower Tapi Simpati Justice Collaborator dengan tulisan kedua. Rencana judul, Presiden Jokowi Tidak Adil Terhadap TM tapi Adil Terhadap Puluhan Pegawai KPK Pecatan, Bharada E, Brigjen Pol. E dan Tersangka N. Kemudian tulisan ketiga, rencana judul, Whistleblower: #PresidenTidakAntikorupsi

2 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here