Ke Jepang Itu Buat Kerja, Bukan Jadi Ustadz

Penulis: Lutfi Bakhtiyar

Kemarin nganter para kenshu, tenaga kerja magang untuk membuka rekening tabungan di Japan Post.

Pastinya ini bukan tugas saya, yang berprofesi sebagai agen penjual tiket pesawat murah sedunia hingga lebih banyak rapat dengan para tokoh maskapai penerbangan.

-Iklan-

Tetapi sebagai WNI ya tidak bisa bersikap sok menting, di belakang meja rapat melulu sementara hidup di Jepang itu uangel tenan. Tidak sedikit WNI di sini yang belum bisa berbahasa Jepang apa lagi soal aturan dsb.

Jadilah saya sering diminta sebagai penerjemah oleh SO, Sending Organization yang juga pelanggan, mendampingi orang Jepang yang bertindak sebagai Kumiai (koperasi) dalam menangani kenshu.

Lha lama-lama kok malah diminta mendampingi para kenshu meski tanpa kumiai. Tetapi sekali lagi, “demi tugas negara” sabar…. meski hujan-hujan tetep jalan dengan memuaskan.

Kalau difikir, menjadi TKW atau TKI itu paling enak memang di Jepang. Dan seharusnya ini mendapatkan perhatian pemerintah Indonesia demi mengatasi masalah pengangguran juga meningkatkan skill para pemuda, mana dibayar pula.

Kerja di Jepang itu untung banget lho ya. Pemerintah Jepang menerapkan aturan sesuai setandart negara maju (G7). Mengawasi kesejahteraan juga keselamatan para tenaga kerja asing. Mulai dari gaji, fasilitas kesehatan hingga tempat tinggal, statusnya juga shain, karyawan perusahaan.

Di tengah kota Tokyo, anak-anak kenshu ini ditempatkan di rumah 2 tingkat milik orang Jepang. Kamarnya banyak tetapi ditinggali cuma mereka berempat.

Selesai ngurus pembukaan rekening, saya tanya keluhannya. Katanya kompornya tidak berfungsi, jadi untuk sarapan dan minum teh terpaksa beli di kombini, convinient store.

Ya sudah tak cek….

Ternyata mereka hanya tidak bisa menyalakan kompor, karena mungkin nervous… ada aja. Qiqiqiqi.

Kemudian saya tanya apakah mereka ingin berkarier di Jepang? Semuanya menjawab, Ya, dengan antusias. Artinya mereka siap belajar etos kerja ataupun budaya Jepang.

Jadi bukan ke Jepang terus yang tadinya niatnya kerja malah menceramahi soal agama….

Meskipun orang Jepang pasti akan diam, mantuk-mantuk bahkan mungkin terlihat kagum. Tetapi karier si penceramah ini dipastikan akan tamat, shodaqallahul adzim….

Jepang tidak butuh teori agama yang ndakik-ndakik, cukup akhlak dan kerja keras ben roda dunia bisa terus berputar.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here