Penulis: Erri Subakti
Friksi tajam (saya tak sampai hati menulis kata konflik) antara Presiden Jokowi dengan Ketum PDIP kini sudah bukan rahasia lagi.
Detik mengungkapkan apa yang terjadi. Berikut capture-nya.
Ancang-ancang pertarungan kedua barisan pendukung juga masing-masing sudah/mulai dikonsolidasikan. Mesin dipanaskan.
Tapi kenapa jadi begini?
(Mengenai apa sebab dan faktor-faktornya bisa dibaca dari media-media lain)
Kondisi saat ini sudah hal yang gak bagus lagi untuk rakyat.
Semua pihak mengklaim “demi Indonesia”. Demi bangsa dan negara. Demi masa depan Indonesia.
Tapi bakalan kayak apa ke depan kalau konflik antara keluarga Jkw dengan parpol penguasa malah memecah belah ( *lagi*) rakyat Indonesia yg selama ini terpolarisasi tajam antara cebong dan kadrun.
Jokowi dan keluarga (mungkin saja) sudah gak tahan, sampai ke ubun-ubun nahan-nahan gak marah ke mak banteng dan PDIP atas apapun yang dilakukan mak banteng dan lingkaran PDIP.
Di sisi lain, suka ga suka, _sad but true_ , faktanya mak banteng satu-satunya ketum parpol yang tidak bisa tunduk sama Jokowi. Malah sebaliknya.
Jokowi mungkin merasa emak jadi penghambat, pengganjal.
Tapi apa harus dibuat frontal begini?
Sampai rakyat harus terpecah-pecah lagi?
Apa nanti di Pemilu 2024 jadi ajang pembuktian kekuatan mesin politik mana yang paling kuat. PDIP vs Jokowi.
Kenapa jadi begini..?
…
Soekarno harus memendam ego agar rakyat tak terbelah.
Seoharto harus sadar saatnya mundur setelah 32 thn.
Megawati meski PDIP jadi pemenang pemilu 1999 harus ikhlas gak jadi presiden.
Gus Dur harus legowo dikonspirasikan untuk lengser.
…
Semakin tinggi kedudukan dan kekuasaan mungkin harus semakin ikhlas melepaskan dunia.
***