Jerat Politik Identitas Mengintai Indonesia!

Penulis: Ganda Situmorang

Kepemimpinan transformatif Presiden Jokowi ingin mengembalikan kejayaan Indonesia sejak era Majapahit tidak pernah sepi dari gangguan. Ada beberapa kelompok terlibat di situ namun satu kekuatan tangan tak terlihat (invisible hand) adalah campur tangan Barat.

Jelas sekali Barat sangat banyak dirugikan berbagai kebijakan Jokowi. Kebijakan luar negeri Indonesia bebas aktif juga sebenarnya selalu membuat Barat senewen sejak era Bung Karno. Tabiat Barat yang selalu ingin mendominasi dan melanggengkan hegemoninya dengan segala cara dan berapapun biaya yang harus dikorbankan menjadi catatan panjang sejarah penaklukan Barat terhadap negara-negara dunia ketiga.

-Iklan-

Belajar dari Libya

Apa motif Barat sampai merasa sah dan berhak menggulingkan Moammar Khadafy pemimpin Libya? Bagaimana bisa banyak rakyat Libya yang percaya Khadafi seorang pemimpin buruk?

Sejak keberhasilan Barat menggulingkan Sukarno pada tahun 1965, Barat praktis menguasai sumber daya alam NKRI melalui proxi-proxynya.

Sampai tahun 2014 melalui proses demokrasi, tak disangka fenomena Jokowi memenangkan Pilpres seperti pil pahit bagi Barat. Gaya kepemimpinan Jokowi yang transformatif Indonesia sentris seolah membangkitkan kembali ideologi nasionalis Bung Karno dari tidur panjangnya.

Kebijakan-kebijakan Jokowi yang Indonesia sentris telah mengusik zona nyaman dan kepentingan status quo Barat. Sejak hari pertama Jokowi di Istana praktis tiada hari tanpa hoax dan gangguan berbagai proxy Barat. Hal ini berlangsung hingga detik ini.

Hoax dibalas dengan fakta. Caci-maki dan hujatan palsu diganjar surat pernyataan di atas materai. Faktanya populasi kelompok penghujat Jokowi tetap eksis. Mereka tidak peduli seberapa baik kinerja Jokowi. Tujuan mereka hanya satu: Memutarbalikkan fakta dan melabelkan Jokowi sebagai pemimpin buruk bagi umat Islam. Tujuan akhir Indonesia bisa kembali jadi negara bancakan seperti Libya, Suriah, Pakistan, dan lain lain. Daftarnya sungguh panjang.

Nah di sini kata kuncinya! Strategi Barat di Indonesia adalah dengan politik identitas agama mayoritas Islam!

Sekarang kita bahas sedikit contoh negara Libya.

Libya sebuah negara Arab Islam di Timur Tengah tepatnya Afrika bagian utara. Selama masa kepemimpinan Presiden Moamar Khadafi. Libya adalah salah satu negara dengan pendapatan per kapita tertinggi di kawasan. Negaranya sejahtera dari hasil minyak bumi. Salah satu anggota OPEC.

Berikut contoh program pro rakyat Khadafi: Air bersih dan listrik gratis; Biaya sekolah hingga perguruan tinggi gratis, Biaya kesehatan gratis, Semua barang – barang harga murah, Rakyat boleh beli apa saja bahkan mahasiswa diberikan uang saku, BBM sangat muraaah, Pemerintah bangun tangki-tangki air raksasa di padang gurun. Gaya kepemimpinan Khadafi dan Jokowi sangat mirip, transformatif dan nasionalis.

Sampai di sini Khadafi aman tak diganggu oleh Barat. Lalu malapetaka bagi Libya dimulai ketika Khadafi mulai menjual minyak Libya menggunakan mata uang sendiri, bukan US Dollar! Langkah ini mengusik status Petrodollar dan mengancam hegemoni Barat.

Apa itu Petrodolar?

Barat leluasa mencetak uang kertas dengan tulisan “In God We Trust!” berkat status petrodollar sejak era OPEC 1973. Semua transaksi memakai USD, sehingga berapapun Barat mencetak uang kertasnya, nilai USD akan tetap tinggi karena captive market dari transaksi petrodollar, oleh seluruh dunia. Berapapun Barat berutang ke luar negeri, maka solusinya mencetak uang. Untuk mendukung status ini.

Barat mengandalkan dominasi militer, gaya cowboy Texas, hukum rimba. Siapa yang terkuat dia yang berkuasa. Maka industri senjata Barat berkembang seiring status petrodollar.

Jadi sangat sederhana bahwa kekuatan pondasi ekonomi Barat adalah status petrodollar dan industri senjata. Maka krisis dan perang harus diteruskan, dikondisikan di seluruh belahan dunia sebagai pasar industri senjata Barat. Kemudian turunannya adalah industri propaganda yang dimotori Hollywood dan media massa, dan berbagai industri hilir sebagai pelengkap budak konsumerisme seperti elektronik, automotif, fashion, dan lain sebagainya.

Kembali ke kisah Khadafi di Libya. Pada akhirnya kekuasaannya berakhir dramatis. Dengan kekuatan media Barat, rakyat Libya dihasut terus-menerus oleh berita hoax. Ditambah segelintir kaki tangan yang selalu memancing kerusuhan massa.

Sebagai pamungkas, Barat membuat tuduhan palsu bahwa Khadafi mendukung teroris. Pada akhirnya banyak rakyat Libya yang percaya Khadafi adalah pemimpin buruk dan jahat. Hidup Khadafi berakhir di tangan rakyatnya sendiri. Setelah diburu seperti penjahat, Khadafi ditemukan oleh sembunyi di saluran air dan kepalanya di penggal! Semua dilakukan oleh rakyatnya sendiri karena terhasut oleh Barat.

Sekarang Libya menjadi negara gagal. Rakyatnya hidup susah dan menderita lahir batin. Jutaan anak-anak dan perempuan hidup dalam kondisi kelaparan. Infrastruktur yang dibangun Khadafi hancur lebur. Libya menjadi negara gagal karena rakyatnya mau dihasut oleh propaganda Barat.

Indonesia adalah target Barat sejak Jokowi berkuasa. Indonesia yang maju dan kuat tidak ada untungnya sama sekali bagi Barat. Freeport dan kilang-kilang minyak diambil alih oleh Jokowi. Ekspor bahan mentah dihentikan.

Jokowi dengan gaya kepemimpinan transformatif dan Indonesia sentris adalah mimpi buruk bagi kelangsungan hegemony Barat.

Jika di Libya dihancurkan dengan industri hoax dan tuduhan Khadafi pendukung teroris. Maka di Indonesia propaganda hoax dengan politik identitas.

Ditambah sentimen anti China yang sangat tidak berdasar. Karena China secara tradisional lokomotif Timur adalah musuh bebuyutan Barat. Hegemoni ekonomi Barat praktis sudah diambil alih. Negara dengan ekonomi terbesar sekarang adalah China. Tidak ada lagi penduduk miskin di China.

Satu hal yang pasti, China tidak pernah mencampuri urusan dalam negeri Indonesia apalagi mendikte. Hanya Barat yang melakukan itu. Dimana ada konflik maka yang pertama diuntungkan adalah Barat. Konflik adalah pasar industri senjata Barat dan kesempatan menjarah sumber daya alam melalui pemimpin boneka yang bisa didikte Barat.

Logika sederhana, Barat letaknya belasan ribu kilometer di seberang Samudra Atlantik, sedangkan China letaknya hanya dipisahkan oleh Laut China Selatan yang tidak seberapa luas dibanding Samudra Atlantik. Baik buruknya satu negara yang merasakan dampaknya adalah negara tetangga terdekat.

Jika konstitusi kita mengamanatkan tujuan kita bernegara adalah mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jika konstitusi menuliskan tujuan NKRI adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Maka China adalah satu negara yang patut dicontoh, sama sekali bukan Barat!

Tahun 2024 masa kepemimpinan transformatif Indonesia sentris akan berakhir. Suksesi kekuasaan tahun 2024 adalah masa krusial apakah Indonesia bisa melangkah maju menuju Indonesia Emas atau hancur seperti cerita nyata Libya.

Sekarang kita sudah tahu siapa musuh, bagaimana strategi, dan apa saja taktik serta aktor-aktor proxy-nya.

Sebaiknya kelompok nasionalis Indonesia waspada dan tidak apatis.

Memilih pemimpin dengan visi transformatif menuju Indonesia Maju tidaklah susah. Rekam jejak seseorang sangat mudah ditelusuri di era informasi. Jika dibuat daftar pendek kriteria tokoh calon penerus Jokowi dengan rekam jejak ideologis nasionalis dan gaya kepemimpinan transformatif Indonesia sentris.

Di situ ada Ignatius Jonan, sosok di balik pengambilalihan Freeport dan tranformasi KRL. Tri Risma, mantan Walikota yang diakui dunia dalam tranformasi Surabaya menjadi kota besar kelas dunia. Prabowo Subianto, sukses mentransformasikan sistem alat utama sistem pertahanan utama Indonesia sehingga militer Indonesia menjadi salah satu yang terkuat di dunia. Sri Mulyani yang sukses menakhodai ekonomi Indonesia ditengah badai Covid-19 sehingga mampu bertumbuh di saat banyak negara sedang resesi. Basuki Tjahaya Purnama dengan transformasi APBD di DKI Jakarta yang transparan dengan visi mengadministrasikan keadilan sosial. Ganjar Pranowo, sosok putra ideologis Bung Karno dengan quote “Tuanku adalah Rakyat” sangat tegas terhadap anti korupsi dan ideologi bangsa.

Berita hoax sangat gampang dikenali. Jangan apatis terhadap politik identitas. Kita harus lawan mulai dari diri kita dan keluarga. Mari kita jaga Indonesia dari kehancuran.

7 November 2022

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here