Sebelumnya: Sekte Wahabi, Kenali, Fahami, Waspadai…
Angawi menyebut setidaknya 300 bangunan bersejarah di Makkah dan Madinah dimusnahkan selama 50 tahun terakhir. Bahkan sebagian besar bangunan bersejarah Islam telah punah semenjak Arab Saudi berdiri pada 1932. Hal tersebut berhubungan dengan maklumat yang dikeluarkan Dewan Keagamaan Senior Kerajaan pada tahun 1994.
Dalam maklumat tersebut tertulis, “Pelestarian bangunan bangunan bersejarah berpotensi menggiring umat Muslim pada penyembahan berhala.”
Nasib situs bersejarah Islam di Arab Saudi memang sangat menyedihkan. Mereka banyak menghancurkan peninggalan-peninggalan Islam sejak masa Ar-Rasul Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Semua jejak jerih payah Rasulullah itu habis oleh modernisasi ala Wahabi. Sebaliknya mereka malah mendatangkan para arkeolog (ahli purbakala) dari seluruh dunia dengan biaya ratusan juta dollar untuk menggali peninggalan-peninggalan sebelum Islam baik yang dari kaum jahiliyah maupun sebelumnya dengan dalih obyek wisata.
Kemudian dengan bangga mereka menunjukkan bahwa zaman pra Islam telah menunjukkan kemajuan yang luar biasa, tidak diragukan lagi ini merupakan pelenyapan bukti sejarah yang akan menimbulkan suatu keraguan di kemudian hari.
Gerakan wahabi dimotori oleh para juru dakwah yang radikal dan ekstrim, mereka menebarkan kebencian permusuhan dan didukung oleh keuangan yang cukup besar.
Mereka gemar menuduh golongan Islam yang tak sejalan dengan mereka dengan tuduhan kafir, syirik dan ahli bid’ah.
Itulah ucapan yang selalu didengungkan di setiap kesempatan, mereka tak pernah mengakui jasa para ulama Islam manapun kecuali kelompok mereka sendiri.
Di negeri kita ini mereka menaruh dendam dan kebencian mendalam kepada para Wali Songo yang menyebarkan dan mengIslamkan penduduk negeri ini.
Mereka mengatakan ajaran para wali itu masih kecampuran kemusyrikan Hindu dan Budha, padahal para Wali itu telah meng-Islam-kan 90 % penduduk negeri ini. Mampukah wahabi-wahabi itu meng-Islam-kan yang 10% sisanya?
Mempertahankan yang 90 % dari terkaman orang kafir saja tak bakal mampu, apalagi mau menambah 10 % sisanya. Justru mereka dengan mudahnya mengkafirkan orang-orang yang dengan nyata bertauhid kepada Allah SWT.
Jika bukan karena Rahmat Allah SWT yang mentakdirkan para Wali Songo untuk berdakwah ke negeri kita ini, tentu orang-orang yang menjadi corong kaum wahabi itu masih berada dalam kepercayaan animisme, penyembah berhala atau masih kafir. (Naudzu billah min dzalik).
Oleh karena itu janganlah dipercaya kalau mereka mengaku-aku sebagai faham yang hanya berpegang teguh pada Al-Qur‘an dan As-Sunnah. Mereka berdalih mengikuti keteladanan kaum salaf apalagi mengaku sebagai golongan yang selamat dan sebagainya, itu semua omong kosong belaka.
Mereka telah menorehkan catatan hitam dalam sejarah dengan membantai ribuan orang di Makkah dan Madinah serta daerah lain di wilayah Hijaz (yang sekarang dinamakan Saudi). Tidakkah anda ketahui bahwa yang terbantai waktu itu terdiri dari para ulama yang sholeh dan alim, bahkan anak-anak serta balita pun mereka bantai di hadapan ibunya.
Tragedi berdarah ini terjadi sekitar tahun 1805. Semua itu mereka lakukan dengan dalih memberantas bid’ah, padahal bukankah nama Saudi sendiri adalah suatu nama bid’ah? Karena nama negeri Rasulullah SAW diganti dengan nama satu keluarga kerajaan pendukung faham wahabi yaitu As-Sa‘ud.
Sungguh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah memberitakan akan datangnya Faham Wahabi ini dalam beberapa hadits, ini merupakan tanda kenabian beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam memberitakan sesuatu yang belum terjadi. Seluruh hadits-hadits ini adalah shahih, sebagaimana terdapat dalam kitab shahih Bukhari dan Muslim dan lainnya. Di antaranya:
“Fitnah itu datangnya dari sana, fitnah itu datangnya dari arah sana,” sambil menunjuk ke arah timur (Najed). (HR. Muslim dalam Kitabul Fitan).
“Akan keluar dari arah timur segolongan manusia yang membaca Al-Qur’an namun tidak sampai melewati kerongkongan mereka (tidak sampai ke hati), mereka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya, mereka tidak akan bisa kembali seperti anak panah yang tak akan kembali ketempatnya, tanda-tanda mereka ialah bercukur (Gundul).” (HR Bukhori no 7123, Juz 6 hal 20748). Hadis ini juga diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah, Abu Daud, dan Ibnu Hibban. (Ahmad Zaini Dahlan, 1305: 57)
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah berdo‘a: “Ya Allah, berikan kami berkah dalam negara Syam dan Yaman,” Para sahabat berkata: Dan dari Najed, wahai Rasulullah, beliau berdo‘a: “Ya Allah, berikan kami berkah dalam negara Syam dan Yaman,” dan pada yang ketiga kalinya beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Di sana (Najed) akan ada keguncangan fitnah serta di sana pula akan muncul tanduk syaitan.” Dalam riwayat lain dua tanduk syaitan.
Dalam hadits-hadits tersebut dijelaskan, bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul). Dan ini adalah merupakan nash yang jelas ditujukan kepada para penganut Muhammad bin Abdul Wahab, karena dia telah memerintahkan setiap pengikutnya mencukur rambut kepalanya hingga mereka yang mengikuti tidak diperbolehkan berpaling dari majlisnya sebelum bercukur gundul.
Hal seperti ini tidak pernah terjadi pada aliran-aliran sesat lain sebelumnya. Seperti yang telah dikatakan oleh Sayyid Abdurrahman Al-Ahdal: “Tidak perlu kita menulis buku untuk menolak Muhammad bin Abdul Wahab, karena sudah cukup ditolak oleh hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam itu sendiri yang telah menegaskan bahwa tanda-tanda mereka adalah bercukur (gundul), karena ahli bid’ah sebelumnya tidak pernah berbuat demikian.”
Al-Allamah Sayyid AIwi bin Ahmad bin Hasan bin Al-Quthub Abdullah AI-Haddad menyebutkan dalam kitabnya Jala’uzh Zholam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abbas bin Abdul Muthalib dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam: “Akan keluar di abad kedua belas (setelah hijrah) nanti di lembah Bany Hanifah seorang lelaki, yang tingkahnya bagaikan sapi jantan (sombong), lidahnya selalu menjilat bibirnya yang besar, pada zaman itu banyak terjadi kekacauan, mereka menghalalkan harta kaum muslimin, diambil untuk berdagang dan menghalalkan darah kaum muslimin” AI-Hadits.
Bany Hanifah adalah kaum nabi palsu Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad bin Saud. Kemudian dalam kitab tersebut Sayyid AIwi menyebutkan bahwa orang yang tertipu ini tiada lain ialah Muhammad bin Abdul Wahab. Adapun mengenai sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang mengisyaratkan bahwa akan ada ke-guncangan dari arah timur (Najed) dan dua tanduk setan, sebagian, ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan dua tanduk setan itu tiada lain adalah Musailamah Al-Kadzdzab dan Muhammad Ibn Abdil Wahab. Pendiri ajaran Wahabiyah ini meninggal tahun 1206 H / 1792 M. (Dr. Abdullah Mohammad Sindi : 1998 : 21)
Pembantaian
Periode-periode itu adalah masa-masa berdarah koalisi Saudi-Wahabi, dalam kitab Tarikh Najd dituturkan penyerangan dan pembunuhan dimulai terhadap pemimpin-pemimpin di daerah-daerah sekitar Dir’iyah, mulai dari penyerbuan ke Tsarmada dan membunuh 70 orang yang disebut sebagai “orang murtad” (menentang kelompok Wahabi), penyerangan ke Riyadh, Harimla, dan lain-lainnya. Menurut penuturan Ibn Bisyr saat Abd Aziz menaklulan Riyadh pada Musim Panas tahun 1187 H, penduduknya laki-laki, perempuan dan anak-anak lari ke bukit-bukit, banyak dari mereka yang mati kelaparan dan kehausan, Abd Aziz pun meneruskan penaklukan, memerangi dan mengambil rampasan perang. (Unwanul Majd. Vol I, h. 120) Ibn Ghannam menceritakan Saud, anak Abd Aziz saat menaklukkan Al-Qathif dan Al-Hasa tahun 1206-1207 H membantai 1500 orang. (Tarikh Najd, h. 182-183).
Dalam pertempuran Raqiqah tahun 1210 H, Saud membunuh 300 orang dari sebuah dusun agar menjadi pelajaran bagi dusun-dusun yang lain agar tidak menentang pasukannya. (Unwanul Majd, h. 216)
Penghancuran dan Pembantaian di Karbala
Pengrusakan terbesar Dinasti Saudi-Wahabi adalah Karbala tahun 1216 H/1801 M, seperti yang dicatat oleh Ibn Bisyr, Saud yang memimpin pasukan, membunuh warga Karbala baik di rumah-rumah dan di pasar-pasar, menghacurkan makam Sayyidina Husain, dan merampas barang-barang berharga dari makam itu, permata, batu-batu mulia, mereka juga merampas semua barang dari Karbala, senjata, pakaian, karpet, perak, emas.
Mereka juga membantai tidak kurang dari 2000 orang. Setelah menunaikan misinya, Saud pergi dari Karbala dengan membawa rampasan perang, ia memperoleh 1/5 bagian dan sisanya dibagikan kepada “orang Islam” yakni pasukannya bagi pasukan infantri satu bagian, sementara pasukan kavaleri mendapat dua bagian. (Unwanul Majd, h. 257-258)
Memperlakukan Ulama Makkah seperti Ahlul Kitab
Saat Saud akan menduduki kota Makkah, ia mengirimkan surat, yang nadanya penerimanya adalah orang non-muslim, seperti halnya gaya bahasa Rasulullah SAW terdahulu mengirimkan surat pada Ahlul Kitab—assalamu ala man ittaba’al hudabukan assalamu’alaikum warahmatullahi wa barakatuh, kemudian ia mengutip ayat 64 surat Ali Imran, Ya Ahlal Kitab—hai orang Ahlul Kitab. (Unwanul Majd, h. 261).
Jadi ia memahami bahwa ulama-ulama Makkah dan para pembesarnya saat itu adalah orang Kristen, Yahudi, atau agama lain!
Ketika ia berhasil menduduki Muharram 1218, setelah pertempuran yang berdarah, meminta penduduk berkumpul di Masjidil Haram, ia pun berkhutbah dengan meminta baiat dari mereka secara paksa dan menegaskan ideologi baru, yakni tauhid Wahabi yang harus mereka patuhi, menjauhi tradisi syirik dan mengutip hadits Nabi yang disebutkan dalam kitab Tauhid Muhammad bin Abd Wahhab, menjelang kiamat akan ada umat Islam yang mengikuti kaum musyrik dan menyembah berhala.
Setelah itu, Pasukan Saudi-Wahabi menghancurkan monumen kelahiran Nabi, Abu Bakar, Imam Ali, dan Sayyidah Khadijah yang mereka tuduh sebagai “berhala-berhala yang disembah selain Allah” setelah itu Saud mengirimkan surat ke Sultan Turki bahwa ia telah menghancurkan agama berhala.
Saud digantikan Abdullah bin Saud, yang menjadi raja terakhir Dinasti Saudi Pertama, setelah ibu kotanya Dir’iyah dihancurkan pasukan Dinasti Turki Utsmani di bawah komando Ibrahim Pasha, anak gubernur Mesir, Muhammad Ali Pasha pada tahun 1818.
Saling Bunuh Dinasti Saudi Kedua
Pada Periode Dinasti Saudi Kedua, tidak ada hal yang penting diceritakan, karena periode ini mencatat perebutan kekuasaan dan pembunuhan internal dalam Dinasti Saudi.
Dinasti Kedua yang didirikan oleh Turki Al Saud, dibunuh oleh keponakannya sendiri, Musyari, dan nantinya anak Turki, Faisal, membunuh Musyari untuk merebut kekuasaan ayahnya.
Pada periode ini, Gerakan Wahabi yang diwakili Keluarga Al-Syaikh (Keturunan Syaikh Muhammad bin Abd Wahhab) bersikap pragmatis, siapapun yang menjadi pemimpin, meskipun dengan cara memberontak dan membunuh pemimpin sebelumnya, mereka akan berbaiat. Wallahu A’lam.
Sumber tulisan: muslimmoderat.net
Baca sebelumnya: