SintesaNews.com – Setiap hari menggunakan kereta sebagai alat transportasi? Anker (anak kereta) mustinya tau, bahwa hari ini 28 September adalah hari berdirinya Djawatan Kereta Api Republik Indonesia.
Pada 28 September 1945 para pemuda Republikan di Bandung berhasil mengambilalih stasiun dan kantor kereta api dari penguasaan Jepang pada 28 September 1945.
Pada masa itu kantor pusat jawatan kereta api memang berada di Bandung. Sebelumnya pemerintah kolonial Belanda menempatkan kantor pusat kereta api di Balai Besar Kereta Api di Bandung. Kala itu kereta api sempat hanya digunakan untuk kepentingan militer saja, bukan pelayanan publik.
Setelah proklamasi dikumandangkan Soekarno dan Hatta, Republiken di Bandung tak langsung mengambilalih Balai Besar Kereta Api.
Lalu para pemuda Indonesia berpikir harus mengambil alih fasilitas publik agar berada di tangan Republik Indonesia.
Maka pada 3 September 1945, di Jakarta, para pemuda yang menjadi buruh kereta api mulai bergerak mengambilalih aset Djawatan Kereta Api yang dikuasai Jepang, seperti depot Jatinegara, bengkel Manggarai, dan lainnya.
Namun segala kegiatan kereta api di Jawa belum dikuasai. Kantor Besar Kereta Api di Bandung masih berada dalam genggaman Jepang.
Ketika masa pendudukan Jepang, banyak orang Indonesia bekerja di Balai Kereta Api Bandung.
Setelah para pemuda Republiken di Jakarta mengambil alih aset kereta api, barulah pada akhir September, para buruh dan pemuda di Bandung mulai bergerak. Gejolak pengambilalihan aset pun terjadi di Bandung.
Pengambilalihan Djawatan Kereta Api diawali dengan merebut kantor pusat Perusahaan Pos, Telegraph, Telepon (PTT) pada 27 September 1945, oleh Angkatan Muda PTT yang dipimpin oleh Soetoko dan Nawawi Alif,
Setelah PTT dikuasai para pemuda, esoknya, 28 September 1945, tepat hari ini, barulah Djawatan Kereta Api (DKA) diambilalih Republiken.
Menurut buku Selayang Pandang Sejarah Perkeretaapian Indonesia 1867-2014 (2015:86), dalam peristiwa itu Ismangil dan para pemuda yang bekerja di kereta api menyatakan sikapnya: mulai hari itu, kekuasaan perkeretaapian dipegang Republik Indonesia dan orang-orang Jepang diharamkan ikut campur.
Dalam acara pengambilalihan itu, para pemuda menyanyikan lagu “Indonesia Raya”.
Dalam peristiwa ini, Ir. Djuanda Kartawidjaja, teknokrat Sunda dan aktivis pergerakan nasional, dianggap sebagai pemimpinnya.
Para pemuda secara heroik mengibarkan bendera Merah-Putih di Balai Besar Djawatan Kereta Api. Tak lupa, mereka juga mengeluarkan pekik merdeka.
Fenomena pengambilalihan aset kereta api juga terlihat dalam coretan “Repoeblik Indonesia” pada gerbong trem di Surabaya atau Stasiun Jakarta Kota yang diberi papan nama “Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia”.
Peristiwa pengambilalihan Balai Besar di Bandung pada 28 September 1945 itu kemudian ditetapkan sebagai tonggak berdirinya Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI).
Pada 1 Januari 1946, dewan pimpinan kereta api yang dibentuk mengurus aset-aset yang diambil dari Jepang menyerahkan kekuasaannya pada DKA.
Pada awal 1946 itu pula, berdasarkan Maklumat Kementerian Perhubungan nomor 1/KA tanggal 23 Januari 1946, Ir. Djuanda ditunjuk menjadi Kepala DKARI.