SintesaNews.com – Redaksi kami beberapa saat lalu menerima sebuah info dari sumber kami, sebenarnya apa maksud dari ucapan Menkumham Yasonna Laoly hingga hari ini ia di-demo oleh warga Tanjung Priok. Begini isinya.
Mengingat kesalahfahaman serta akibat tidak mendengarkan pidato saya secara utuh di Lapas Narkotika Cipinang, pidato ini kemudian diplintir oleh-oleh orang orang tertentu, yang pemahamannya tidak benar, dan jauh dari substansi yang dimaksudkan. Untuk itu, saya ingin meluruskannya. Acara di Lapas Narkotika Cipinang tersebut juga dihadiri oleh Ka. BNN, Ka. BNPT, yang mewakili Kapolri, dan perwakilan beberapa Kementerian Lembaga. Penjelasan saya tentang faktor criminogenic dari kimiskinan justru diapresiasi oleh Ka. BNN dan Ka.BNPT. Tujuan saya menjelaskan agar masyarakat tidak mempunyai pandangan yang terlalu punitive terhadap para narapidana, sebab crime is a social product instead of genetic product!
Sebelum saya meneruskan, saya perlu menjelaskan: saya adalah Doktor dalam bidang Kriminologi dari universitas yang cukup reputable dari Amerika Serikat. Disertasi saya berjudul: “The Effectcs of Economic Conditions on Violent and Property Offending Rates.” Saya sungguh prihatin dengan komentar-komentar yang justru jauh dari nilai-nilai kepatutan, memberi komentar yang jauh dari maksud dan substansi yang sesungguhnya.
Saya pidato bahwa crime is a social product, al.: faktor kemiskinan, pengangguran, kesenjangan pendapatan (faktor ekonomi), disintegrasi sosial, dll. Faktor genetic itu tidak signifikan menentukan kejahatan, kalaupun ada, fakator determinannya sangat kecil. Maka, oleh karena kejahatan adalah produk social problems, maka masyarakat harus turut menyelasaikan faktor-faktor criminogen tersebut. Karena faktor kemiskinan, maka daerah-daerah slums areas (daerah kumuh) lebih cenderung melahirkan lebih banyak crime dari daerah elit. Contoh daerah slums (kumuh) di Tj. Priok dibanding daerah Menteng, lebih cenderung (probalitas) memiliki tingkat kejahatan lebih tinggi.
Itu bukan krn faktor genetik atau biologis. Seorang jahat atau cenderung melakukan kejahatan bukan karena dari sononya (genetiknya) dia jahat. Itu teori tempo doeloe, yaitu teori Cesare Lombroso. Namun, hasil-hasil penelitian empirik para kriminolog dan sosiolog membuktikan (itu) tidak benar!
Itu sebabnya, untuk membasmi kejahatan, tidak cukup hanya mengirim orang-orang ke penjara tapi kita harus menyelesaikan root causes-nya yaitu memperpaiki daerah-daerah slums (kumuh), miskin, meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat, meningkatkan pendidikan. Dan ini tanggung jawab kita bersama. Karena crime is a social product, maka masyarakat juga turut bertanggung jawab secara sosial dan moral untuk membasmi akar masalahnya (root causes). Kemudian pidato ini dipelintir sedemikian rupa, seolah-olah orang-orang Tanjung Priok semua adalah penjahat. Menyedihkan sekali mengambil kesimpulan seperti itu, jumping into conclusion without knowing the whole story.
Teman-teman anggota DPR tentu punya akses ke Ka.BNN (Komjen Heru Winarko) dan KA. BNPT (Komjen Suhardi Alius) coba dicross-check! Jangan kita mengambil kesimpulan tanpa memahami konteks seutuhnya.
Saya bahkan membuat contoh ekstrim utuk menunjukkan perbedaan penyebab kejahatan antara faktor genetik dan sosial ekonomi. Saya contohkan: Beri saya dua orang bayi: satu anak bayi yg lahir dari Ibu PSK dan ayahnya bandit dari slums areas misalnya dari daerah slums di Tj. Priok dan Anak orang yang sangat berkecukupan dengan Ibu sangat terdidik dan ayah pengusaha misalnya dari Menteng. Kemudian kita tukar, bayi yang dari Tj. Priok diperlihara oleh ortu yang di Menteng, dan anak dari Menteng dipelihara di daerah kumuh oleh ortu yang bermasalah tersebut, lihat 20 tahun lagi, siapa yang punya kecenderung (propensity) to commit crime? Saya yakin justru anak terlahir dari Menteng tersebut yang lebih cenderung terekspos pada perbuatan-perbuatan kriminal ketimbang anak yang terlahir dari ayah dan Ibu dari Tj. Priok tersebut.
Karena, crime is determined by socioeconomic factors rather than genetic factors. Inilah inti penjelasan yang diplintir tersebut! Jadi itu bukan menunjukkan daerahnya, tapi socioeconomic conditions, dan sudah tentu tidak mengeneralisasi daerah Tj. Priok.
Terkadang media juga membuat berita yang tidak utuh, justru mengaburkan substansi. Memang apa yang saya sampaikan adalah penjelasan ilmiah ketimbang penjelasan politik, saya berharap ditanggapi secara ilmiah, bukan secara politik!