Penulis: Nurul Azizah
Tulisan ini mengalir saja, diawali dengan cerita fiksi yang membuat pusing kepala, sebelum pusing lanjutkan membacanya.
Siti (1) menikah dengan anaknya pak Bos, sebut saja Budi (2), (1+2).
Pak Bos (3) menikah dengan Darling (4), (3+4).
Ternyata Darling (4) anak kandungnya Siti (1).
Dan Budi (2), anak kandungnya pak Bos (3).
Suatu ketika Budi mau memperkenalkan Siti ke orang tuanya, yaitu pak Bos.
Maka berangkatlah Budi dan Siti ke rumahnya pak Bos, ayah kandung Budi.
Dengan bangganya Budi memperkenalkan Siti ke Pak Bos.
Begitu ketemu ayahnya, Budi dengan bangga memperkenalkan istrinya kepada bapaknya.
Budi: “Perkenalkan ini istri saya, namanya Siti.”
Pak Bos: “Cantik sekali istrimu, kau pintar cari istri.”
Siti dengan malu-malu berjabat tangan dengan ayah mertuanya.
Kemudian pak Bos, teriak-teriak memanggil Darling, istri mudanya.
Pak Bos: “Darling-darling, sini kau, ini ada anak menantu kita, perkenalkan dirimu.”
Begitu Darling keluar, betapa terkejutnya Darling, kalau anak menantunya adalah ibu kandungnya sendiri.
Maka pecahlah tangis kedua perempuan ini.
Secara biologis Darling adalah anak kandungnya Siti, tetapi karena Darling menikah dengan pak Bos, Siti jadi anak menantunya. Karena Siti menikah dengan Budi (anak kandung pak Bos).
Terus kalau mereka bertemu memanggilnya bagaimana ya?
Apakah pak Bos memanggil “Bapak” ke anaknya (Budi). Karena pak Bos telah menikah dengan Darling, anak kandungnya Siti.
Apakah Budi memanggil pak Bos dengan panggilan “nak” karena pak Bos menjadi anak menantunya (menikah dengan Darling, anak kandungnya Siti).
Atau Budi tetap memanggil ‘Bapak’ ke Pak Bos, karena memang pak Bos adalah Bapak kandungnya.
Pusing… pusing… pusing.
Apakah Siti memanggil anak kandungnya dengan panggilan ibu. Atau Darling memanggil Siti sebagai anak.
Tetapi kayaknya Darling memanggil Siti dengan panggilan ibu, karena memang Siti ibu kandungnya Darling. Ibu tetaplah ibu, di dunia ini ibu kandung hanya satu, ibu kandung tidak bisa digantikan orang lain.
Dalam kondisi apapun Siti tetap ingat betapa beratnya mengandung Darling, melahirkan dan merawatnya. Membesarkan dan menyekolahkan. Tapi karena suatu hal Siti terpisah dengan anak kandung semata wayang.
Darling yang sekarang sudah kaya raya karena diperistri saudagar kaya, pun tak lupa dengan ibu kandungnya. Darling tidak bisa melupakan wajah ibunya, karena lukisan yang paling indah di bumi ini adalah wajah ibunya.
Ketika ibu dan anak ini bertemu maka pecahlah tangis mereka. Rasa kangen yang sekian tahun tertahan akhirnya pecah juga ketika mereka bertemu.
Tulisan ini hanya satu contoh cerita fiksi, jangan terlalu diambil hati. Kalaupun di dunia ada yang sama dengan cerita ini ya bagaimana lagi. Kehidupan dunia memang aneka warna, aneka peristiwa, aneka kehebohan, dan banyak yang membuat kepala ini pusing.
Dengan kekuasaan Allah SWT maka mereka akan dipertemukan.
Tapi dalam tulisan ini para pembaca pasti pusing tujuh keliling kalau pertemuan ibu dan anak ini benar-benar terjadi. Pasti keluarga ini pusing tujuh keliling setiap mau memanggil satu sama lain.
Hahahaha ini tulisan spontan untuk hiburan, kemarIn tidak ada ide menulis saat hari ibu, 22 Desember. Lha pagi ini kok tiba-tiba jari jemari ini menulis dengan lincahnya.
Dalam cerita itu bagi Darling, Siti adalah sosok yang tidak bisa tergantikan. Sosok yang menemani Darling di kala kecil, sosok yang kuat dan tegar, sosok yang selalu melakukan yang terbaik tanpa ada yang menyadari. Semua yang dilakukan ibu, semata-mata untuk kebaikan anaknya. Sosok yang jarang mengeluh di depan anaknya. Walau dia sendiri menahan lapar dan dahaga. Begitu anaknya lapar, maka ibu akan selalu membawa makanan untuk si buah hati. Selalu menyediakan minum dikala anak haus.
Kasih sayang ibu tak terbatas, tak bisa diukur dengan uang. Apa yang diberikan kepada anaknya semua dihitung gratis.
Mengandung sembilan bulan sepuluh hari, gratis. Menahan sakit, pegel dan mules selama mengandung dihitung gratis.
Melahirkan dengan taruhan nyawa dianggap gratis. Sampai robek jalan lahir ibu juga dihitung gratis.
Membesarkan, merawat dikala sakit juga gratis. Dari bayi hingga tumbuh dewasa sedikitpun ibu tidak minta bayaran.
Menyekolahkan, membimbing, mengajari berbagai ilmu juga gratis, sedikitpun tidak meminta bayaran.
Itulah sosok ibu, maaf tulisan ini walau awalnya menghibur tapi ada manfaat yang bisa kita ambil dari adanya ibu di dunia ini. Jangan pernah sia-siakan ibumu. Dia adalah malaikat penyelamat hidup seseorang di dunia ini.
Lisan seorang ibu akan menjadi pembuka pintu-pintu langit. Ucapannya akan diijabahi oleh Allah swt, doanya akan melesat bak anak panah begitu dilepas. Doa ibu akan menjadi magnet terkuat untuk kesuksesan anak keturunannya. Doa yang baik-baik dari ibu akan menjadi kenyataan.
Nurul Azizah, penulis buku “Muslimat NU di Sarang Wahabi,” minat hub 0851-0388-3445.