Hidup Mengkoleksi Dosa

Penulis: Erri Subakti

Setiap hari kita masih bisa bernafas. Masih diberikan kesehatan oleh Tuhan. Setiap detik berkat dan anugerah Tuhan seakan tiada berhenti terus dialirkan untuk kita. Tapi manusia kadang atau seringkali gak “noticed” apa yang sudah “taken for granted”.

Maka seringkali setiap hari ada saja kita mengumpulkan dosa-dosa. Sedikit demi sedikit setiap hari. Waktu berlalu menjadi tahun. Tahun menjadi dekade. Dekade menjadi setengah abad. Hingga jatah usia kita semakin berkurang. Jatah untuk bisa hidup di dunia semakin tinggal hitungan waktu, syukur-syukur masih tahunan atau 1-2 dekade lagi.

-Iklan-

Di 47 tahun ini sudah berapa banyak dosakah yang saya kumpulkan? Sudah berapa banyak orangkah yang sudah tersakiti hatinya oleh ucapan dan tindakan saya? Berapa banyak kerusakan yang tak bisa lagi diperbaiki, yang telah saya perbuat?

Apakah kesempatan memperbaiki masih ada? Apakah kesempatan meminta maaf masih mungkin?

Bahkan masih diberikan kesadaran bahwa diri ini telah melakukan banyak kerusakan dan menyakiti hati orang-orang, adalah sebuah rasa yang layak disyukuri, sehingga kita masih bisa bertobat dan jika mungkin memperbaiki yang telah rusak. Silaturahmi atau keadaan.

Ketika Steve Jobs divonis menderita kanker yang mematikan, baru setelah itu dia berpikir bahwa “besok dirinya bisa mati”. Setiap hari ia berpikir bahwa besok dia akan mati. Maka sejak itu segala hal yang ia lakukan berubah. Untuk berbuat sebaik-baiknya dan meninggalkan legacy yang baik sebelum ia benar-benar tiada.

Semoga kita bisa selalu menjaga agar tidak menyakiti orang lain, kenal dan gak kenal. Kadang karena kesal dengan pelayan, kesal dengan orang lain di ruang publik, kita marah dan mengeluarkan kata-kata yang menyakiti orang lain. Meski diri kita benar, tapi orang lain juga tersakiti akibat kemarahan kita. Dan parahnya, kita mungkin gak akan ada kesempatan bertemu orang itu lagi. Tapi hati orang telah tersakiti.

Jika kita mungkin menyakiti orang yang kita kenal, jika masih diberi kesempatan silaturahmi, maka itu patut disyukuri karena masih ada kesempatan untuk meminta maaf dan at least memperbaiki silaturahmi atau keadaan yang sempat rusak.

Tapi setelah beberapa dekade hidup ini, saya menyadari, kalau kita telah merusak sebuah keadaan, kesempatan untuk memperbaiki itu belum tentu ada lagi. Maka ke depan, jangan sampai merusak apapun yang telah baik.

Mau apalagi sih di sisa usia ini? “Fun”nya udah gak ada lagi. Yang diperlukan hanya memaknai segala apa yang ada dalam hidup ini. Yasin dan tahlil adalah yang dirindukan. Keguyuban dalam kebersajahaan adalah kebahagiaan tiada tara.

Semoga kita semua terus bisa berbuat baik untuk banyak orang dan semesta.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here