Gus Wal: Jangan Blunder Salah Rekrut KOMCAD, Maksimalkan Ormas Nasionalis Religius & Supporter Bola

Gus Wal: Jangan Blunder Salah Rekrut KOMCAD, maksimalkan Ormas Kepemudaan Nasionalis Religius Pancasilais & Supporter Bola yang Sudah Jelas Terbukti Jiwa, Mental Nasionalisme Patriotiknya

OPINI

AR Waluyo Wasis Nugroho (Gus Wal)

 

-Iklan-

 

Ormas Nasionalis Religius & Supporter Bola layak jadi KOMCAD

Jelang Liga 1 kembali bergulir.
Rasanya ingin kembali menjadi anak sekolah lagi, kalau bahasa anak anak supporter kekinian namanya “old school” yang ngetrend memakai brand-brand Perancis, Italy, Jerman, Inggris dari mulai jempol kaki sampai rambut.
Dan berdiri selama pertandingan 2X45 menit bernyanyi keras lantang untuk tim yang dibela, didukung dan menjadi kesayangan dan kebanggaanmu.

Menikmati hidup dengan sepakbola kita sendiri.
Save local our team, ya karena sepakbola adalah gairah kehidupan, tidak… sepakbola adalah hidup itu sendiri.

Sepakbola adalah cinta, jiwa, dan nafas kehidupan bagi mereka yang bisa menikmati sepakbolanya, tim yang ia cinta, dukung, sayang dan banggakan lebih dari apapun.

Sepakbola bagi sebagian “kawan” sudah menjadi agama ke-2 baginya, entah apa yang ada dalam pikirannya, aku hanya bisa manggut-manggut mengiyakan, karena yang kutahu memang di Brasil, Argentina, Italia, Rusia, Polandia, Belanda, Jerman, dan negara-negara Balkan, sepakbola memang telah menjadi agama ke-2.

Sepakbola Indonesia sejak awal mulai didirikanya PSSI 19 April 1930, memang dicita-citakan menjadi alat pemersatu bangsa.

Sepakbola sejak awal menjadi ajang silaturahmi, perkenalan, dan persahabatan sesama anak bangsa dari berbagai kota kabupaten daerah di Indonesia, sebagai alat untuk mengkampayekan Persatuan Indonesia menuju kemerdekaan Indonesia zaman pergerakan nasional melalui sepakbola.

Sepakbola Indonesia di awal-awal berdirinya PSSI pada saat itu masih di bawah kolonial Belanda, buktinya adalah sebuah ajang dari wujud bersatunya anak-anak bangsa lewat sepakbola bisa bersatu bermain sepakbola dan merajut cita-cita kemerdekaan Indonesia tanpa membedakan agama, suku dan budayanya.

Dan ketika sampai saat ini FIFA dan UEFA serta federasi-federasi di Eropa masih kesusahan memerangi rasisme di sepakbola, maka kita bangsa Indonesia perlu sedikit berbesar hati jika sejak awal sepakbola Indonesia tak pernah membeda-bedakan warna kulit, suku, ras dan agamanya, hal terbalik jika kita melihat beberapa kasus rasialisme yang ada di liga-liga Eropa sana.

Meski dalam prestasi sepakbola Indonesia belum bisa menembus level Piala Dunia, namun dengan “budaya nusantara” yang sejak awal menjunjung saling menghargai dan menghormati, itulah sepakbola Indonesia, bisa membumi seantero negeri, hingga sampai kini sepakbola masih menjadi olahraga terpopuler di negeri ini.

Bicara prestasi sepakbola Indonesia saat ini masih belum bisa jumawa, kecuali prestasi supporternya yang militant, kreatif dan juga “hobi tawuran”.

Sepakbola juga merupakan alat revolusi seperti apa yang pernah dilontarkan oleh “Che Guevara”.

Entah dulu kalimat Che Guevara di atas ataukah seperti kata Ir Soeratin (Pendiri PSSI) yang menyatakan sepakbola adalah alat pemersatu bangsa, namun yang jelas sepakbola adalah universal.
Ia bisa menjadi alat pemersatu, alat untuk memulai revolusi, namun juga bisa dijadikan untuk ajang memulai perang, dan pemberontakan.

Kita bisa mengingat perang Honduras dengan El Salvador yang meski sebelumnya hubungan kedua negara sudah meruncing, namun karena sepakbolalah akhirnya yang mengawali perang terbuka saling melancarkan serangan udara dengan pesawat terbang, bukan dengan layangan.

Juga bisa kita menengok Suriah, bagaimana persis sebelum adanya ISIS dengan tiba tiba, bentrokan besar dimulai dari klub-klub Suriah sendiri dengan dibumbui sentimen kesukuan dan pro ataukah anti pemerintah Suriah, dan akhirnya terjadilah perang saudara antara yang pro maupun kontra terhadap pemerintah Suriah hingga lahir dan datangnya ISIS.

Bagaimana dengan Indonesia???

Melihat beberapa aksi aksi demo-demo berjilid-jilid beberapa tahun lalu yang juga ada beberapa kelompok supporter berhaluan dan garis keras dari beberapa kota kamu di Indonesia yang ikut aksi demo-demo berjilid-jilid di Jakarta dan juga demo-demo anarkis di beberapa kota besar waktu lalu, maka sudah seharusnya Pemerintah dan aparat penegak hukum harus lebih peka nan peduli kepada Supporter-supporter Indonesia yang tersebar hampir di setiap kota di Indonesia.

Supporter adalah kelompok yang militant, rela berbuat apa saja demi tim dan kelompoknya, mungkin polisi lebih tau bagaimana “rasanya supporter Indonesia” yang seringkali terjadi bentrok antara supporter dengan polisi meski tak sengaja.

Lantas bagaimana jika supporter banyak yang terpapar virus hijrah dan terindikasi berafiliasi kepada radikalisme, terorisme???

Pada dasarnya supporter di Indonesia adalah supporter yang santun yang senantiasa mengutamakan persaudaraan antar supporter di Indonesia, kecuali yang sudah mengakar rivalitas permusuhanya.

Nah di sinilah bahayanya jika terpapar faham ideologi radikalisme terorisme, mereka adalah mental petarung, bentrokan sudah makanan sehari-hari baik dengan sesama supporter ataupun dengan polisi yang berjaga.

Di Eropa banyak Tentara cadangan adalah supporter bola, atau sebagian supporter sepakbola menjadi pasukan cadangan.

Mengapa hal ini tidak ditiru oleh negara kita?

Banyak sekali negara negara di dunia yang menjadikan supporter bola menjadi tentara ataupun pasukan cadangan. Karena supporter bola adalah salah satu bagian yang sudah jelas menunjukkan jiwa nasionalismenya, jelas patriotismenya, dan mungkin terkesan “chauvinis”.

Mungkin tak terlalu sulit menjadikan supporter sepakbola yang ada di Indonesia untuk menjadi Tentara ataupun pasukan cadangan negara, meski harus diseleksi dengan ketat, namun hal itu akan lebih baik daripada Supporter bola ikut paham radikalisme dan terorisme bukan?

Kita bisa melihat mental supporter Indonesia tatkala beberapa waktu lalu bertandang ke Malaysia, ketika Indonesia dicaci, dihina oleh ultra malaya dan bendera Indonesia dibakar, tanpa diminta oleh siapapun maka supporter Indonesia ngamuk menyerang ultras malaya karena negaranya dicaci, dihina dan bendera sakralnya dibakar. Itulah mungkin salah satu bukti mental dan jiwa nasionalisme patriotisme supporter Indonesia.

Menyambut Program sangat baik nan luar biasa dari Kementerian Pertahanan yang akan membuka Pendaftaran Komcad (Komando Cadangan) semoga bisa juga mengikutsertakan kelompok-kelompok supporter yang ada di Indonesia, dan juga ormas-ormas kepemudaan seperti Ansor, Banser, Pemuda Pancasila, Pemuda Panca Marga, FKPPI, GBN Garda Benteng Nusantara, Laskar Macan Ali, dll., yang jelas faham ideologi dan nasionalismenya.

Namun apabila mereka mereka tidak bisa masuk atau ikut Komcad, maka menjadi tugas Kemenpora, BNPT, BPIP untuk membimbing dan membina ormas kepemudaan nasionalis, religius. Pancasilais dan kelompok kelompok supporter bola. Karena sekali lagi, mereka sudah sangat jelas mentalnya, jiwanya untuk INDONESIA.

Sambut Fajar Khadhik
AR Waluyo Wasis Nugroho
GARDA BENTENG NUSANTARA
bersatu berjuang bergerak berkhidmat bermanfaat untuk negeri.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here