Membaca ancang-ancang suksesi Pilpres 2024 ternyata ngeri-ngeri sedap. Mbak Puan yang sedang mengejar elektabilitas dengan sebaran baliho justru “di-bully” oleh sebagian para pendukung Ganjar. Kelompok Nasionalis sedang diciptakan sekat agar saling beriringan namun tidak menyatu.
KOLOM
OPINI
Dahono Prasetyo
Sementara Rilis lembaga survey tetap menempatkan partai banteng di puncak popularitas. Di bawahnya Gerindra, PKB, PKS, Demokrat, Golkar dan Nasdem. 7 parpol itulah penentu sulaman koalisi dukungan paket Capres Cawapres 2024.
Dan Ganjar yang selalu menghindari issue pencapresan justru lebih populer dipercaya menjadi Presiden menurut lembaga survey.
+ Bung, Pak Ganjar dan Mbak Puan kenapa malah bersaing sendiri? Padahal mereka kan satu kandang?
– Siapa bilang sedang bersaing? Mereka berdua justru sedang merapatkan barisan.
+ Memang barisannya sedang renggang?
– Kalau kita melihatnya dari prespektif luar kandang, situasi para pendukungnya memang sedang tidak harmonis. Padahal mereka berdua tidak ada urusan persaingan.
+ Maksudnya para pendukungnya sedang diadu domba? Seperti logo minuman Kratingdaeng?
– Haha…, itu yang diharapkan para matador. Tapi sejauh ini belum separah itu.
+ Kira kira siapa matadornya bung?
– Begini, kekuatan kaum Nasionalis itu besar. Kekuatan mereka akan semakin membesar saat bersatu. Mereka kini sedang dibungkus dengan sekat-sekat fanatisme sosok. Fanatisme yang melahirkan militansi saling dukung dan menjatuhkan
+ Berarti sebenarnya ulah siapa itu bung?
– Yang pasti laten orba ditambah kekuatan politik berbasis agama.
+ Lha kok mereka bisa bersatu?
– Simbiosis mutualisme. Kelompok politik berbasis identitas menjadi mesin politik, para orbais pelengkap logistiknya. Mereka sadar kalau berjuang sendiri sendiri akan kalah melawan bersatunya para nasionalis.
+ Mengapa Pak Ganjar dan Mbak Puan tidak dijadikan satu paket Paslon saja?
– Ya itu juga yang sedang kita pikirkan, di saat lawan sedang melakukan yang sebaliknya.
+ Caranya gimana?
– Lempar saja issue Paslon Ganjar Puan. Sementara Pak Ganjar tidak bisa berkampanye karena masih bertugas menjadi Gubernur, biarkan Mbak Puan yang bergerak melalui struktur organisasi partai.
+ Iya ya, coba sebaran balihonya bergambar Ganjar Puan, pasti elektabilitas Mbak Puan ikut naik.
– Ya tidak bisa semudah itu ferguso… emang baleho bisa menaikkan elektabilitas? Erlangga dan Cak Imin yang mendadak pasang Baleho saja rattingnya masih satu koma.
+ Kalau begitu sering-sering saja mereka bersama dalam satu acara.
– Ya, itu salah satu simbol keharmonisan. Jadi begini: Untuk bersatu, prosesnya memang harus terpecah dulu. Suatu saat kemudian bergandeng tangan dengan paduan gagasan.
+ Kira kita apa yang bisa membuat Nasionalis bersatu?
– Pertama pastinya menyadari bahwa mereka sedang dipecah emosional dan rasionalnya. Lalu ada sosok yang datang merangkul keduanya.
+ Siapa sosok itu?
– Jokowi lah. Dia yang jadi barometer penggantinya setidaknya seukuran itu. Prespektif kebangsaannya butuh dilanjutkan, bukan diubah.
+ Kirain Megawati.
– Dia penjaga keseimbangan apa yang terbaik untuk keutuhan negara dan partainya.
+ Ya, Jokowi punya pendukung setia di luar partainya. Jumlahnya bisa 10% dari pemilih Pilpres 2019 lalu. Secara insting politik dia lebih setuju jika pasangan penggantinya Ganjar Puan, daripada Prabowo Puan atau Erlangga Puan. Kalau 10% itu untuk dukung Ganjar Puan, itulah yang mimpi buruk para oposisi.
Pilpres masih 3 tahun lagi, namun matematika politik memaksa kita mulai memikirkan dari sekarang. Pandemi sudah cukup menguras energi negatif kita, saatnya menciptakan energi positif dengan menjaga keutuhan negara dari upaya pengambil alihan kekuasaan, ide para oportunis.
+ Satu lagi pertanyaan, bung. Anies serius dan punya duit buat nyapres nggak sih?
– Ya serius lah. Kalau nggak serius ngapain muncul proyek kelebihan bayar.
Selesai.
Dahono Prasetyo
14/08/2021