Penulis: La Ode Budi
Ketika hari pertama sebagai gubernur, Jokowi tidak menghabiskan waktunya untuk rapat. Jokowi langsung meninjau daerah-daerah kumuh dan sungai-sungai (yang makin sempit).
Jokowi mencari aspirasi untuk membuat kebijakan dari fakta kehidupan rakyat.
Berkunjung ke daerah-daerah seperti berkantor saja (lazimnya pemimpin).
Satu contoh, Papua belasan kali dikunjungi (untuk memetakan kebijakan terbaik di sana).
Infrastruktur yang kita lihat hari ini, bukan hanya peresmian Jokowi datang. Berkali-kali saat pengerjaan dikunjungi.
Progres dilihat (diawasi) langsung. Tidak cukup “power point” laporan.
Secara spiritual (jiwa), mental dan fisik, Jokowi hadir di masyarakat. Karena itu, salaman dan tatap muka langsung, harian kita saksikan.
Stamina dan kebugaran fisiknya (berkunjung ke banyak daerah) dimiliki Jokowi. Kebugaran yang tentu juga harus dimiliki penerusnya.
Kecerdasan lapangan inilah yang membuat Jokowi efektif. Suara rakyat 3T (terluar, terpinggir, tertinggal) diakomodasi melalui kebijakan khusus (Keppres).
Semua daerah merasakan kehadiran negara (Indonesia Sentris).
Jokowi lolos dari jebakan terbesar kemajuan (di Indonesia) selama ini, yaitu laporan ABS (Asal Bapak Senang). (Laporan “power point”) “Semuanya oke Pak.”
Sebagus apapun pemikiran (visi misi), ujian utamanya adalah kenyataan di lapangan (dirasakan rakyat). Itulah Jokowi.
Contoh lain, Jokowi kunjungi IKN (Ibu Kota Nusantara), dari sejak penentuan lokasinya, pencanangan, desain, hingga pelaksanaannya saat ini. Itulah kenapa Jokowi berpesan (berkali-kali):
“JANGAN PILIH PEMIMPIN YANG LEBIH SENANG BERDIAM DI ISTANA DINGIN BER-AC” (tidak biasa kerja lapangan),
sebagai pedoman Jokowi kepada rakyat (dalam memilih penerusnya).
Dan hanya satu nama (dari tiga capres) yang cara kerja dan gaya memimpinnya “dekat rakyat dan lapangan” yaitu Ganjar Pranowo.
#GanjarMahfud_IndonesiaEmas
#TulusMengabdi_Berprestasi
