Penulis: Roger P. Silalahi
Jujur Itu Penting, Kebohongan Akan Terbongkar Pada Saatnya
Hasil gothak gathik gathuk dalam pemikiran saya yang menghasilkan opini ini.
Ternyata seru menulis mengenai U-20 (Piala Dunia, red.) yang gejolaknya tidak berhenti. Baru mulai alinea satu sudah ada pergeseran. Lanjut sampai di pergeseran, ada lagi yang lain, terlebih setelah ada aksi “Tembak Gas Air Mata” yang sontak membuat instagram FIFA diserbu berbagai komentar. Ada yang minta Timnas Israel dicoret, ada yang minta Indonesia dipulihkan sebagai Tuan Rumah U-20, ada banyak komentar pedas dan lucu.
Apa hasil akhirnya, tidak penting untuk bangsa ini. Karena yang terpenting untuk bangsa ini adalah belajar dari kesalahan.
Kesalahan apa…? Ada banyak kesalahan, khususnya dalam kasus U-20, kesalahan utama adalah “Kebohongan dan Pembohongan.”
Kebohongan akan terkuak pada saatnya, kita tahu itu dan sekarang semua bingung bola liar U-20 ini akan kemana dan menabrak siapa. Tapi sekali lagi, yang terpenting adalah pembelajaran yang ada di dalamnya. Yang terpenting adalah melihat secara objektif dan jujur terkait keseluruhannya.
Banyak hal disembunyikan, banyak hal yang publik tidak tahu lagi mana yang benar, dan kemudian publik mereka-reka, berhalusinasi lalu masuk di pusaran perdebatan panjang yang tidak ada ujungnya.
Demi perpolitikan, komentar berbagai pihak keluar, orang biasa sampai orang top politik negeri ini berbunyi, mencoba meminimalisir dampak dari kasus U-20 ini. Atau mengeruk sebanyak mungkin dari kasus ini, demi kepentingan politiknya dan partainya masing-masing.
Sebenarnya tidak sulit, cukup dengan logika saja semua kebohongan akan terlihat, karena itu, mari kita pakai logika kita untuk mengupas semua pernyataan orang top politik Indonesia terkait U-20 lalu kemudian memutuskan, mereka bohong atau tidak, jujur atau tidak. Agar masyarakat tidak perlu lagi dibingungkan oleh langkah para elit politik yang sedang saling serang dan saling rangkul demi tujuan ‘mulia’ para politisi, Kekuasaan.
Hal U-20 ini menurut pendapat saya dibidik cermat dan dikerjakan secara sangat hati-hati oleh PKS untuk dijadikan “Gempa Megathrust”, dan berhasil. Mereka merasa berhasil mengubah konstelasi politik, dan utamanya berhasil mendorong Ganjar Pranowo masuk jurang melalui “Gempa Megathrust” ini. Banyak yang sibuk mengolah kata, sibuk memasukkan berbagai pemikiran untuk meminimalkan “terjun bebas”nya pendukung Ganjar Pranowo. Sayangnya, hampir semua orang lupa pada hal terpenting yang harus dijunjung tinggi dan adalah tag line dari Ganjar Pranowo, yakni “Kejujuran”.
Dari kronologi kasusnya bisa dilihat, penolakanTimnas Israel dimulai sejak pertengahan tahun lalu dimana BDS, MERC, KISDI, Aqsa Working Group yang kemudian diangkat oleh Wakil Ketua Komisi X Abdul Fikri Faqih hingga terberitakan pada tanggal 5 Maret 2023. Fikri yang merupakan kader PKS mengangkat isu ini dengan mengusung narasi “Presiden Soekarno menolak Israel saat ASIAN GAMES 1962”.
Catat ini baik-baik, usaha menolak sudah dilakukan sejak pertengahan tahun lalu, tidak digubris, dan mendadak digubris. Ada apa…?
Budiman Sudjatmiko menyatakan bahwa PDIP sudah lama menolak kehadiran Timnas Israel, namun tunduk dan menghormati pemerintah yang memutuskan untuk tetap menjadi tuan rumah yang baik. Lalu kenapa tiba-tiba tidak menghormati…? Ada apa…?
Gempa mulai terjadi setelah I Wayan Koster menolak Timnas Israel, namun gempa kurang keras, maka Ganjar Pranowo yang dikenal sangat toleran mendadak menjadi sangat diskriminatif yang tiba-tiba menolak Timnas Israel. Sontak banyak yang berteriak, banyak yang tidak percaya. Saya pun tidak percaya, karena saya melihat Ganjar punya nilai yang sangat positif dan sangat Pancasilais.
Caci maki keluar, pro kontra terjadi dan rasanya mayoritasnya adalah kontra. Para dedengkot seperti Adian Napitupulu, Budiman Sudjatmiko, Denny Siregar, Eko Kuntadhi, dan para Ganjarist sibuk membuat analisa dan menata kata untuk ‘menyelamatkan’ Ganjar Pranowo. Ada yang mengangkat unsur kemanusiaan, penjajahan, sampai alasan yang sama dengan PKS bahwa Soekarno pun bla bla bla. Saya membaca semuanya sambil tersenyum miris, karena kebohongan akan terbongkar, mungkin butuh waktu, tapi akan terbongkar. Mengapa tidak jujur…?
Jujur saja…
Ada hal yang tidak (baca: belum) diketahui publik yang membuat mendadak hal ini menjadi besar setelah diobok-obok tanpa hasil sejak pertengahan tahun lalu oleh PKS.
Entah apakah ada kaitannya dengan masalah “Ibu Ibu Pengajian”, apakah ada kaitannya dengan hal lain, tapi pastilah ada kaitannya dengan sesuatu.
Nampaknya ada sesuatu yang tidak boleh dibongkar, dan itu tidak perlu dibongkar. Tabu, karena mungkin menyangkut marwah dan harga diri. Tapi apapun, jangan bohongi masyarakat, jangan bodohi masyarakat. Tidak ada itu unsur “Kemanusiaan”, apalagi seperti yang digaungkan PKS terkait “Konstitusi”. Lha PKS kan tidak mengakui Pancasila sebagai asas tunggal, tidak mungkin PKS bela “Konstitusi”. Kalau bicara kemanusiaan, terlalu banyak pengabaian kemanusiaan di Indonesia, maka politikus tidak perlulah sok manusiawi.
Ada lagi pernyataan yang merendahkan kemampuan Kepolisian, BIN, dan TNI, dengan bicara masalah keamanan. Lain orang bahkan menarik ini ke arah bentuk toleransi, sungguh tidak kreatif dan bodoh. Tidak perlu membenarkan apa yang salah, tidak perlu menutupi kesalahan, tapi nyatakan kesalahan sebagai kesalahan, jangan tutupi.
Jujur saja…
PDIP bukan tidak punya konflik internal, demikian pula partai lainnya. Ganjar tidak dicintai 100% oleh PDIP. Pihak yang tidak suka juga ada, yang iri juga ada, maka kejatuhan Ganjar pun menjadi sukacita pembencinya. Kaum Nasionalis saling gontok-gontokkan tanpa mau sedikit saja mengambil sikap dan cara berpikir yang dewasa dan melihat bahwa semua ini permainan elit politik. Baik I Wayan Koster, demikian pula Ganjar Pranowo, hanyalah tumbal permainan, tepatnya ditumbalkan. Kenapa…? Ada apa…?
Jujur saja…
PKS dan kaum radikalis pastilah tertawa melihat ini semua walaupun pernyataan ke publik pastilah senada dengan masyarakat, kecewa karena FIFA mencoret Indonesia sebagai Tuan Rumah, dan sejenisnya. Lalu mendadak ada kasus penembakan gas air mata di liga Palestina oleh orang yang katanya tentara Israel, dapat angin lagi deh.
Sudah pasti selanjutnya para politisi berebut meneriaki FIFA untuk mencoret Timnas Israel dan mengembalikan status Tuan Rumah Indonesia. Tampil seolah pro padahal kontra, seolah kecewa atas kegagalan Indonesia, padahal sengaja menggagalkan Indonesia dan puas akan keseluruhannya, seolah berusaha, padahal menghambat.
Sudahi saja tawa mereka yang bersukacita atas kekacauan ini dengan menghentikan keseluruhan perbincangan terkait U-20. Nantinya sepak bola Indonesia pasti diurus setelah tuntas 2024 jika kemenangan ada di tangan pihak yang lurus, kalau yang menang yang bengkok ya pasti amburadul semuanya.
Jujur saja…
Kenapa Ganjar tidak mengeluarkan pernyataan yang jujur, misalkan “Menyikapi situasi kondisi terakhir, saya secara jujur meminta maaf kepada segenap rakyat Indonesia, karena saya terpaksa mengeluarkan pernyataan yang saya sadari akan menyakiti banyak pihak, merugikan banyak pihak, demi melindungi hal yang lebih besar, yang belum dapat saya ungkapkan sekarang. Saya berjanji akan berusaha semampu saya untuk dapat memulihkan keseluruhannya, agar sepak bola Indonesia dapat maju dan mendunia”. Tunjukkan jiwa Ksatria.
Jujur saja…
Tidak perlu bicara Kemanusiaan, Konstitusi, Penjajahan, Soekarno, atau apapun. Nyatakan saja yang sebenarnya, semua demi kepentingan politik, demi menjaga posisi, demi kekuasaan. Garis kebijakan partai sudah diambil dengan pertimbangan demi kebaikan partai, arahan dan perintah sudah diturunkan, walau hasilnya berbentuk kamikaze.
Indonesia butuh pemimpin baru di 2024, pemimpin baru yang Nasionalis, ber-Pancasila, siap menjadi Patriot Konstitusi, paham dan sepakat dengan Bhinneka Tunggal Ika. Calon tersebut akan naik dengan dukungan maksimal rakyat Indonesia, untuk membawa Indonesia ke arah kemajuan, melanjutkan apa yang sudah direncanakan, dimulai, dan dilaksanakan oleh Joko Widodo. Semua tahu, Prabowo Subianto ataupun Ganjar Pranowo punya kelemahan, manusiawi, tapi setidaknya 2 calon itu cukup memenuhi kriteria yang dibutuhkan bangsa ini dan dipercaya akan membangun bangsa ini.
Jujur saja…
Jika memang ada potensi rusuh ‘chaos’ dan lain sebagainya seperti yang sekarang sedang digaungkan, katakan saja, masyarakat akan sangat mengerti dan mendukung. Tidak perlu mengorbankan Wayan Koster atau Ganjar, kalau memang demikian adanya…
Jujur saja…
Sebenarnya ada apa, kenapa, siapa, bagaimana…?
Semuanya akan terbuka seiring waktu, pada saatnya…
Roger P. Silalahi
“JUJUR?”
Meski Pildun U.20 adalah olahraga, karena kaitannya kemana-mana maka tidak usah heran jika dikaitkan dengan politik yang tidak berlaku kata “jujur”.
Korelasi politik praktis antara pak Jokowi vs Megawati sejak jadi presiden hingga saat ini sudah tergambar lama pada opini-opini saya yang lalu-lalu.
Kalau dihubungkan dengan sikon terkini, Inti sebab kegagalan presiden Jokowi yang demikian “idealis” terkhusus pada GANYANG KKN (ternyata memble) dan terakhir pada gagalnya Indonesia sebagai tuan rumah Pildun U.20 adalah karena kurang beraninya Jokowi sejak awal menjasi presiden dalam melawan dominasi partai-induk semangnya, alias rezim kekuasaan pak Jokowi lemah.
Pak Jokowi kurang berkehendak “faith” bahkan menurut saya, meski banyak yang tidak sepaham, tidak berani berlaku “Machiavellist” dalam menjalankan kekuasaan meski (sekali lagi menurut saya!) itu sah-sah saja.
Adagium “jujur” tidak berlaku meski untuk Pildun U20.
Semua sudah terlambat bahkan jika pun pak Jokowi ingin memperpanjang masa jabatan presiden dengan agenda utama GANYANG KKN.
Maka tumpuan organisasi kami, GAKKNAUI, Gerakan Anti KKN Alumni Universitas Indonesia (sesuai AD-ART) hanya pada presiden mendatang.
Gresik, Sabtu
1 April 2023. amroehadiwijaya@gmail.com.