Penulis: Amroeh Adiwijaya (*)
GAK singkatan dari Gerakan Anti Korupsi yang selanjutnya saya genapkan menjadi Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), dan “Kukut Dasar” adalah adagium Jawa bermakna lapak dagangan tutup sementara atau permanen alias bangkrut.
Siapa pun yang waras dan mengikuti kiprah para pihak yang bertekat memberantas KKN pasti mengamati dan bertanya, sampai saat ini berapa jumlah GAK yang tersisa eksis?
Kok yang tersisa, apa dulunya banyak? Betul demikian bahkan dulu di lingkup kampus-kampus terkemuka, namun dengan berlalunya waktu berangsur surut.
Harusnya tidak surut atau harusnya malah semakin banyak, karena KKN atau pelakunya fakta makin merajalela bahkan tak terkendali dan menggurita.
Pada umumnya, GAK banyak bermunculan dengan tujuan untuk mendongkel rezim dengan alasan korup, mulai sedikit redup saat rezim tersingkir, redup setelah terbentuk rezim baru, dan benar-benar mati tak berbekas setelah sang tokoh GAK kebagian jatah posisi.
Yang juga mungkin bikin GAK risih dan ogah melanjut berkegiatan adalah karena merasa “mumet” dengan KKN yang susah dibasmi, karena dulu sebuah GAK pernah memberikan “Award Anti Korupsi” kepada seorang pejabat di Sulawesi Selatan, namun tak berselang lama si penerima Award kena OTT KPK.
Harusnya tak bergeming karena alasan “magic” pemberi Award masuk akal: Saya tidak menyesal pernah memujinya karena setidaknya sudah dapat satu pahala. Banyak orang tergerak untuk menjadi lebih baik dengan cara dipuji. Meski, ada juga yang menjadikan pujian itu kesombongan –yang membuatnya lengah.
Dan adalah kekeliruan fatal jika suara GAK yang benar-benar aspirasi riel terpendam laten mayoritas rakyat itu diabaikan atau malah dimusuhi oleh rezim apapun.
Sayangnya pula, suatu rezim tidak beraksi keras pada KKN karena tidak mampu, atau bahkan terlibat kemudian terus berteori dan menciptakan sistem seolah serius mengganyang KKN atau menegakkan demokrasi.
Lalu, yang sangat absurd adalah sikap pendukung yang tidak rasional dari semua rezim dari semua kalangan baik kaum proletar maupun terpelajar yang bikin negara makin rusak, yang berkacamata kuda, “ndoro” tak mungkin salah.
Meski pengganyangan KKN secara progresif revolusioner sangat nol putul namun mereka tetap mempertahankan dua pasal ini:
Pasal 1: Top leader tidak pernah salah.
Pasal 2: Jika Top Leader salah harus melihat pasal 1.
Tidak kebagian jabatan dan uang memang menakutkan bagi banyak orang, lebih menakutkan dari pada tidak bertuhan.
Kacau!
Bisa kita amati, sejenis GAK yang berbau kampus yang masih ada dan eksis hingga saat ini akan ketemu hanya satu-dua atau tiga, salah satunya Gerakan Anti KKN Alumni Universitas Indonesia (GA-KKN-AUI), yang berpedoman: Hanya Presiden yang progresif revolusioner yang mampu mengganyang KKN.
Berpedoman seperti itu karena realistis di mana lembaga-lembaga lain bahkan lembaga negara tidak akan mampu mengganyang KKN.
GA-KKN-AUI lahir mulanya karena terinspirasi “tragedi” salah satu anggotanya, Togap Marpaung, alumnus F.MIPA UI, yang dipaksa pensiun dini karena mengungkapkan dugaan korupsi di tempat kerjanya, BAPETEN RI.
Dia sudah 8 (delapan) tahun berjuang untuk menegakkan keadilan dan kebenaran melalui hampir semua lembaga resmi negara secara konstitusional namun tak ada hasil hingga kini.
Realistis karena kapasitas dan kapabilitas yang terbatas, maka GA-KKN-AUI melangkah dengan smooth andap asor alias halus (bukan halusinasi), tidak berkutat pada teori, bahkan aktivisnya sering menyebut sebagai “Akademia”, mirip sebutan program Akademia AFI Indosiar-dulu, hehehe….
Aktivitas rielnya antara lain mengobarkan ganyang KKN melalui opini-opini dan meme/stiker di medsos (terlampir sebagian versi FB), juga berdialog dengan Top Leader RI namun hingga saat ini tak terwujud.
Dalam perkembangannya, mendekati masa pemilihan presiden yang mulai hangat, di internal GA-KKN-AUI muncul ide, sebisa mungkin anggotanya menyebar pada para calon presiden agar mau menandatangani sejenis pakta integritas jika terpilih nanti melaksanakan ganyang KKN secara progresif revolusioner.
Nampaknya ide itu disepakati oleh mayoritas anggota namun (bagus) disertai warning: Member yang kebagian posisi jangan loyo, lah Yau!
Semoga anggota GA-KKN-AUI sudah pada tahap gelisah dengan kesuksesan dalam mempertahankan diri dan kelompok terdekatnya dalam bersikap anti/ganyang KKN, bukan gelisah karena (nanti/bukan tujuan) mengejar kemudian diam setelah meraih suatu posisi di pemerintahan.
Diupayakan GA-KKN-AUI yang berdiri 10 Juni 2020 dan telah memiliki AD-ART itu terus eksis meski gerakannya seringkali terseok tak berdaya, dan semoga tidak cepat bubar seperti GAK yang lain karena sebab utama: Jenuh bosan pesimis menggantang asap, apalagi tidak akan dapat duit atau posisi apapun.
Semoga langkah GA-KKN-AUI menjadi peneguh segenap kita bahwa seruan dan tindakan mengganyang KKN di negeri ini masih harus serius terus digalakkan, bukan alon-alon asal kelakon karena pasti “bablas angine”.
Dan akan baik jika karena tidak mampu bergerak seorangan maka masing-masing anggota masyarakat menyatu pada kelompok yang mudah kita jangkau, dan bukan sesuatu yang naif jika kemudian muncul misal GAK Alumni SD atau TK tertentu.
Hayo kita GANYANG KKN karena akan menyejahterakan rakyat.
Gresik,
Hari Anti Korupsi Sedunia (HARKODIA)
9 Desember 2022.
————
(*) Aktivis GA-KKN-AUI.
amroehadiwijaya@gmail.com