Penulis: Roger Paulus Silalahi
Siapa tak kenal dia, Fadli Zon, saya sih jelas tidak kenal, hanya banyak baca dan dengar komentar dia di berbagai media dan medsos, dimana rata-rata komentarnya ‘unfaedah’ dan ‘bodoh’ menurut saya.
Berbagai hal yang terjadi dikomentari, tidak satu komentarnya yang konstruktif atau mengedepankan solusi atas kondisi yang dikomentari. Kebanyakan komentarnya hanya ‘ngedumel’ atau meracau tanpa dasar yang jelas, kasarannya hanya cari sensasi sajalah.
Komentar demi komentar saya perhatikan bernada sama, temanya sama, takut. Cukup wajar, ketakutan kehilangan posisi, ketakutan pada polisi, ketakutan menjelang 2024.
Yang terakhir menjadi agak viral terkait pernyataannya bahwa:
1. Teroris itu tidak ada
2. Bubarkan Densus 88
3. Islamophobia
Keduanya ketika dicecar langsung dibawa ke ranah agama, langsung mengusung Islam sebagai tameng sakti.
Pernyataan terkait teroris itu tidak ada, silahkan coba dia katakan pada korban tindak terorisme atau keluarga korban tindak terorisme, jangan hanya berani di twitter atau di TV.
Pernyataan bodoh seperti ini sebenarnya layak diseret ke ranah hukum, dengan UU-ITE sebagai penyebaran hoax. Bukti-bukti yang ada terlalu banyak, mudah sekali menunjukkan pada semua orang bahwa yang dikatakan Fadli Zon adalah hoax. Sungguh malu saya, karena ada wakil rakyat yang seperti ini, hidup dari berdusta tanpa merasa berdosa, merendahkan ratusan orang korban aksi terorisme di Indonesia.
Untuk poin pertama, Fadli Zon harus mencabut pernyataannya dan meminta maaf kepada semua korban aksi terorisme di Indonesia.
Terkait dengan poin pertama, muncul poin kedua; “Bubarkan Densus 88” yang ditanggapi ringan di hadapan publik oleh para pejabat Densus 88 sebagai ‘kebebasan berpendapat’.
Sebagai manusia normal yang berpikir logis, saya mempertanyakan dengan sangat, ada apa di balik cuitan itu, ada apa dibalik ketakutan Fadli Zon pada Densus 88?
Saya pikirkan dan renungkan, saya tidak ketemu, tapi yang saya yakini secara pasti, ada yang ditakuti Fadli Zon atas keberadaan Densus 88.
Dari ribuan penangkapan yang dilakukan Densus 88, jelas sekali hasil kerja dan penyelamatan negara dari aksi teror yang dilakukan Densus 88, hingga dimusuhi para radikalis, dimusuhi HRS dan pengikutnya, dimusuhi para dalang kotor yang memanfaatkan orang-orang tertentu untuk melakukan teror, dan memanfaatkan orang-orang tertentu untuk menebar narasi negatif yang kontra-produktif ke masyarakat, orang-orang seperti Fadli Zon.
Jadi sudahi saja pembahasan mengenai ocehan ketakutan Fadli Zon pada Densus 88, hanya ocehan pion dari dalang kotor di belakangnya.
Dari ketiga poin yang disampaikannya, saya setuju dengan Islamophobia, benar, ada itu Islamophobia, dan dimanfaatkan dengan sangat baik oleh para radikalis, demikian pula oleh Fadli Zon. Dia tahu betul bahwa bangsa ini sangat sensitif jika hal agama diusung, apalagi agama mayoritas, sehingga aparat dan pejabat selalu berhati-hati, jangan sampai pernyataannya dapat diplintir menjadi (seolah) menyerang agama Islam. Islamophobia yang terjadi adalah ketakutan menyinggung penganut agama Islam ketika berbicara terkait terorisme, dimana bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa mayoritas pelaku aksi terorisme di Indonesia menyebut diri dan mengaku sebagai orang Islam.
Islam sebagai agama dirugikan oleh aksi terorisme yang dilakukan dengan mengatasnamakan Islam oleh para pelakunya, dimana bukti Islam tidak membenarkan terorisme cukup jelas dipaparkan dalam sejarah Indonesia. Salah satu buktinya adalah keberadaan ormas-ormas Islam yang melawan terorisme, seperti NU sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia, yang selalu berdiri di depan untuk menolak dan melawan aksi terorisme di tanah air kita.
Banyaknya penganut Islam di Indonesia inilah yang dimanfaatkan orang seperti Fadli Zon dengan menggunakan narasi Islamophobia seolah dia sebagai orang Islam sedang membela nama agama Islam, padahal memanfaatkan nama agama Islam untuk ‘kebebasan berpendapat’ yang kebablasan.
Akhir kata, keseluruhan ketakutan Fadli Zon yang terangkum dalam berbagai komentar miring tanpa dasar dan tidak masuk akal demi sensasi, tidak perlu digubris atau ditanggapi. Berikutnya, apapun yang dikomentari Fadli Zon, cukup dipahami sebagai ketakutan yang tidak beralasan dari Fadli Zon, atau hanya ketakutan yang dipesan dalang kotor di belakangnya, cukup dijawab dengan;
“Ah, itu hanya Fadlizonophobia saja”.