SintesaNews.com – EDITORIAL
UU Cipta Kerja (UUCK) dibuat dengan tujuan mulia mempermudah dan mempercepat alam investasi memunculkan banyak implikasi terhadap banyak aturan hukum. Dalam hal kegiataan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum UUCK juga memperbaharui UU No 2 tahun 2012 beserta aturan turunannya, PERPRES 71 tahun 2012 dan PerKaBPN No 5 tahun 2012. Pembaharuan diatur dalam PP No 19 tahun 2021 dan Permen No 19 tahun 2021. Perubahan tersebut juga diikuti oleh Mahkamah Agung RI, yang memperbahurui PerMA No 3 tahun 2016 dengan PerMA No 2 tahun 2021.
Secara umum penitipan uang ganti rugi di Pengadilan (konsinyasi) disebabkan objek perkara/kepemilikan yang dipersengketakan di Pengadilan atau pihak yang berhak menolak bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian. Untuk objek perkara/kepemilikan dipersengketakan, pasal 93 dan 94 PP No 19 tahun 2021 hanya mensyaratkan: Putusan telah berkekuatan hukum tetap. Sedangkan berdasarkan pasal 139 Permen No 19 tahun 2021, uang ganti rugi tersebut dapat diambil pihak yang Berhak setelah berkekuatan hukum tetap (BHT) dengan surat pengantar dari ketua pelaksana Pengadaan Tanah. Ada over regulasi dalam Permen tersebut.
Berbeda dengan Permen resmi, dalam draft Permen No 19 tahun 2021, (terbuka untuk umum), syarat surat pengantar untuk konsinyasi yang berasal dari perkara/sengketa objek kepemilikan ditiadakan, hal tersebut sangatlah beralasan. Karena untuk objek perkara/sengketa, institusi pengadilan-lah yang berwenang menyatakan surat surat mana saja yang berkekuatan hukum, sehingga terdapat kejelasan pihak mana yang berhak. Alhasil kehadiran surat pengantar menjadi tidak relevan, justru kontraproduktif dengan maksud mulia UU Cipta Kerja
Sedangkan untuk konsinyasi berasal dari keberatan bentuk/besar ganti rugi (pasal 91 PP No 19 Tahun 2021) surat pengantar masih relevan dengan kegiatan Pengadaan Tanah. Seyogyanya pasal 139 Permen No 19 tahun 2021 yang over regulasi tersebut direvisi, agar selaras dengan semangat pasal 93 dan 94 PP No 19 Tahun 2021
Pada moment lain, usulan perbaikkan mengenai surat pengantar tersebut juga diajukan ke Mahkamah Agung RI. Masukan dari para Ketua Pengadilan Negeri sebagai ujung tombak dalam melaksanakan isi putusan kepada tim perumus Perma MA juga belum dapat diakomodir dalam perubahan Perma MA No 2 tahun 2021, karena prinsip Perma harus selaras dengan aturan hukum lainnya, Permen No 19 tahun 2021 yang ada.
Dengan tujuan besar UUCK, upaya sinkronisasi aturan turunan terhadap aturan pokok, guna mempercepat dan mengatasi hambatan dalam kegiatan Pengadaan Tanah bagi kepentingan umum adalah suatu keharusan. Aturan-aturan yang mendistorsi aturan diatasnya perlu segera direvisi.
Baca juga:
Saatnya aturan Surat Pengantar dalam Kegiatan Pengadaan Tanah Dihapus BPN