Penulis: Erri Subakti
Ada 80 Perwira Tinggi TNI yang mengalami rotasi atau kenaikan jabatan pada beberapa waktu lalu. Tapi hanya Letjen Dudung yang menyita perhatian publik, diberitakan media dan mendapat apresiasi positif dari netizen di medsos.
Apa yang dilakukan Dudung Abdurachman saat menjabat Pangdam Jaya memang sederhana, mengerahkan pasukannya untuk menurunkan baliho-baliho liar yang jadi sesembahan bagi para pengikutnya. Pasukan Kodam Jaya pun rajin berpatroli dengan iring-iringan kendaraan mereka untuk mencegah aksi-aksi premanisme, terutama di kantong-kantong pengikut ormas terlarang FPI.
Publik merasa senang dengan aksi tegas tanpa banyak bicara Dudung yang saat itu berpangkat Mayjen dalam menegakkan keutuhan NKRI.
Dudung mewanti-wanti semua pihak terutama yang ada di wilayahnya, untuk tidak bermain-main membuat perpecahan. Ia memastikan, akan menghajar pihak-pihak tersebut.
“Yang mengganggu persatuan keutuhan NKRI jangan coba-coba di Jakarta, saya hajar itu,” ujarnya pada pertengahan November 2020 lalu.
Markas Kodam Jaya pun kala itu dibanjiri begitu banyak karangan bunga dan kiriman kue-kue dari berbagai lapisan masyarakat. Tentu dari kalangan masyarakat pendukung tegaknya NKRI yang sudah jengah dengan provokasi dan agitasi-agitasi politik berbungkus agama.
Publik jengah dengan ujaran-ujaran kebencian berunsur perpecahan SARA di masyarakat. Terlebih di masa Pilkada DKI tahun 2017 lalu. Saat corong-corong masjid tanpa ada rasa berdosa menyuarakan kebenciannya pada Ahok. Hingga anak-anak pun beryel-yel “bunuh-bunuh si Ahok.”
Pangdam Dudung hadir untuk Jakarta mengikis situasi yang jauh dari ketertiban umum itu. Ia membuat jeri para pengikut ormas yang anti Pancasila. Masyarakat pun mulai merasa ada sosok “hero” yang akhirnya berani beraksi menggerus arogansi massa FPI yang selama ini meresahkan lingkungan sosial.
Aksi tegas dan nyata ini yang sesungguhnya sudah dirindukan oleh masyarakat dewasa ini. Eksekusi tindakan langsung, tanpa pengumuman, tanpa banyak bacot. Tidak seperti si itu tuh yang bermulut racun membodohi masyarakat. Soal oke oce dimodalinlah, soal depe nol rupiah, soal “di mini-mini di silirih dinii iir iti dimisikin ki dilim tinih.” Tapi hasilnya zonk semua.
Tahun politik memang masih 2-3 tahun lagi, Pemilu 2024, namun sudah banyak tokoh-tokoh politik yang merancang strategi untuk maju. Dari mulai bakal caleg, calon pimpinan daerah, sampai mulai terbentuk kubu-kubu capres, dan cawapres pun ternyata ada surveinya. Semuanya mulai merancang kuda-kuda. Tak ketinggalan para pemburu jabatan komisaris dan eselon 1 pun juga mulai menebar jejaringnya.
Boleh-boleh saja. Tapi publik kini sudah tak menginginkan lagi calon-calon pemimpin yang pandai merangkai kata namun NOL dalam eksekusi. Publik tak mau lagi tokoh-tokoh politik yang “sok-sok bijak merangkul” kelompok-kelompok intoleran yang malah membuat kisruh masyarakat. Publik sudah ogah dengan figur-figur yang sok berdiri di tengah tapi bermuka dua dan main dua kaki.
Publik menginginkan calon pemimpin politik yang jelas posisinya, tegas tindakannya, nyata eksekusinya. Posisi menegakkan keutuhan NKRI, tegas tanpa ragu dengan prinsipnya, tak perlu mengakomodir kelompok intoleran perusak keharmonisan masyarakat, dan langsung eksekusi tanpa banyak koar-koar.
Dudung ada untuk itu. Kini ia berkantor di ring 1, hanya selangkah dari istana. Menjabat posisi yang memiliki pasukan strategis untuk digerakkan. Jabatan yang pernah dijabat oleh Soeharto sebelum menjadi presiden dan membantai PKI. Kewenangan yang pernah disalahgunakan Prabowo saat menjadi Pangkostrad sempat mengepung istana dengan pasukannya ketika BJ Habibie menjabat Presiden RI.
Selamat bertugas Letjen Dudung. Tiga bintang kini di pundakmu. Jangan lembek dan melempem ketika naik jabatan. Sudah banyak tokoh-tokoh di negeri ini yang sebelumnya dielu-elukan masyarakat karena ketegasannya, namun jadi “gembos” eksekusinya saat menjabat posisi yang lebih tinggi. Bahkan aksinya nyaris tak terdengar.
Masyarakat merindukan ketegasan para menteri, pejabat politik yang tegak lurus pada NKRI yang berdasarkan Pancasila, yang hafal lagu Indonesia Raya.