SintesaNews.com – Dua perahu motor penangkap ikan berangkat dari Papela, Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada 6 April 2023, pukul 11.00 WITA. Masing-masing perahu berawak 10 orang nelayan asal Rote.
Setelah berlayar hampir dua minggu, kedua kapal tersebut terjebak dalam kondisi cuaca ekstrem akibat Siklon Tropis Ilsa.
Siklon Tropis Ilsa memiliki kekuatan kategori 5, dengan kecepatan angin yang mencetak rekor baru. Siklon itu disebut-sebut sebagai yang terkuat dalam 12 tahun terakhir.
Satu perahu yang juga ditumpangi 10 nelayan tenggelam dalam kondisi cuaca ekstrem.
Namun, satu nelayan berhasil menyelamatkan diri dengan menggunakan jeriken. Dia bertahan selama 30 jam di laut sampai akhirnya terdampar di pulau pasir kecil bernama Bedwell, di Rowley Shoals, Australia.
Ternyata di pulau tersebut juga pulau dimana Perahu Motor (PM) Dioskuri 01 yang bermuatan 10 nelayan Rote lainnya terdampar, setelah dihantam Siklon Tropis Ilsa.
Sebanyak 11 nelayan Rote selama enam hari kelaparan di sebuah pulau kecil di perairan Australia— tanpa makanan dan minuman.
Kemudian saat Pasukan Perbatasan Australia (ABF) melakukan patroli dengan pesawat pada Senin (17/04), dalam operasi pengawasan, beberapa hari setelah Siklon Tropis Ilsa menghantam barat laut Australia, ABF mendeteksi keberadaan para nelayan Rote yang terdampar tersebut.
Kemudian, ABF memberi tahu Otoritas Keamanan Maritim Australia (AMSA) untuk menyelidikinya. AMSA menemukan kamp darurat dan memanggil tim darurat dari PHI Aviation.
Pada Senin sore, PHI Aviation mengirim helikopter dari Broome, Autralia Barat, untuk mengevakuasi para nelayan. Pakar SAR PHI Aviation, Gordon Watt, mengatakan fakta bahwa para nelayan itu bisa bertahan begitu lama adalah hal yang “luar biasa”.
Sementara itu Konsulat RI (KJRI) di Darwin menyatakan sembilan nelayan masih belum ditemukan.
Para nelayan itu berasal dari Desa Papela dan Desa Daiama di Pulau Rote, Kabupaten Rote Ndao, NTT.
Di antara 11 orang nelayan yang selamat, ada 1 yang dikategorikan sebagai anak karena umurnya di bawah 18 tahun.
Mereka langsung menjalani pemeriksaan medis di Rumah Sakit Broome, kata AMSA. Mereka dinyatakan sehat, meski baru saja mengalami kondisi yang berat.
Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) Kementerian Luar Negeri (Kemlu), Judha Nugraha, mengatakan para nelayan itu akan dibawa ke Darwin dan dijadwalkan tiba pada Rabu (19/04).
“Konsulat RI di Darwin telah meminta akses untuk menemui para nelayan dan memberikan bantuan yang diperlukan. Konsulat RI juga akan memfasilitasi proses repatriasi para nelayan ke Indonesia,” kata Judha dilansir Kompas.com.
Kepala Bidang Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan NTT, Mery Foenay, mengatakan saat ini para nelayan itu sudah berada di Darwin. Itu disampaikan Mery kepada wartawan Eliazar Robert yang melaporkan untuk BBC News Indonesia, Rabu (19/4/2023) sore.
Mery mengatakan pihaknya terus melakukan koordinasi dengan KJRI Darwin terkait kondisi dan kepulangan 11 nelayan.
Dalam berita resmi yang disampaikan Konsulat RI di Darwin kepada Pemerintah Provinsi NTT, 11 nelayan itu ditetapkan sebagai Non-warga negara Australia yang Melanggar Hukum (Unlawful Non Citizens/UNCs) dan ditahan berdasarkan Migration Act 1958 karena telah memasuki zona penangkapan ikan Australia.
Namun, setelah mempertimbangkan beberapa hal, termasuk trauma yang dialami para nelayan, pihak berwenang Australia memutuskan untuk melakukan repatriasi “tanpa melalui suatu proses pengadilan”.
Selama menunggu penjadwalan repatriasi dengan pesawat komersial dalam waktu satu minggu ini, para nelayan ditempatkan di detensi imigrasi Northern Alternative Place of Detention (NAPOD) di Hotel Frontier Darwin.