Eks Sekretaris Front Pembela Islam (FPI) Munarman dituntut delapan tahun penjara dalam kasus dugaan tindak pidana terorisme.
Ekspresi Munarman saat dituntut delapan tahun penjara tertawa saja. Diungkapkan oleh kuasa hukum Munarman, Aziz Yanuar.
“Ketawa-ketawa saja (Munarman). Enggak serius. Harusnya mati tuntutannya,” ucap Aziz.
Tim penasihat hukum, lanjut Aziz, sempat berpikiran Munarman dituntut hukuman mati.
“Kami pikir tuh hukuman mati tuntutannya. Jadi biasa saja, makanya kami santai saja,” kata Aziz.
Munarman menganggap tuntutan jaksa tidak serius. Ia lalu mengajukan pleidoi atau nota pembelaaan.
“Karena tuntutannya kurang serius, jadi saya akan ajukan pembelaan sendiri,” ucap Munarman.
Kuasa hukum Munarman, Aziz Yanuar, juga mengemukakan pendapat yang sama.
“Kami sependapat dengan Pak Munarman tadi, tuntutan jaksa kurang serius, jadi kami enggak tertantang,” ujar Aziz.
Tuntutan dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) di ruang sidang utama Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur, Senin (14/3/2022).
“Menjatuhkan pidana delapan tahun penjara dengan dikurangi masa tahanan sementara,” kata jaksa.
Oleh karena itu, Munarman tetap ditahan.
Hal-hal yang memberatkan adalah Munarman tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana terorisme, pernah dihukum 1 tahun 6 bulan dan melanggar Pasal 170 Ayat 1 KUHP, kemudian terdakwa tidak mengakui dan menyesali perbuatannya.
“Hal yang meringankan terdakwa merupakan tulang punggung keluarga,” kata jaksa.
Dinilai terbukti lakukan pemufakatan jahat
Jaksa menilai, Munarman terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana dakwaan kedua tentang pemufakatan jahat.
Dakwaan kedua itu adalah Pasal 15 juncto Pasal 7 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Undang-Undang 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
“Munarman telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana dakwaan kedua,” kata jaksa.
Sebagaimana diketahui, ada tiga dakwaan dari jaksa. Pertama, Pasal 14 juncto Pasal 7 tentang menggerakkan seseorang untuk melakukan teror.
Kedua, Pasal 15 juncto Pasal 7 tentang pemufakatan jahat. Ketiga, Pasal 13 huruf c tentang menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme.
Namun, yang digunakan jaksa adalah dakwaan kedua soal pemufakatan jahat.
Jaksa mengatakan, berdasarkan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan, Munarman bersama mendiang Ustad Basri (tokoh ISIS di Indonesia), mendiang Ustad Fauzan Al-Anshori (petinggi Majelis Mujahidin Indonesia), dan beberapa saksi yang dihadirkan JPU, telah melakukan pemufakatan jahat terkait tindak pidana terorisme.
“(Mereka) menegakkan khilafah Daulah Islamiyah dengan menerapkan paham dan ajaran khilafah Daulah Islamiyah atau ISIS yang dilakukan dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam rangka mendukung Daulah Islamiyah atau ISIS,” ujar jaksa.
Jaksa menyebutkan, Munarman dan beberapa nama itu mengikuti dan melaksanakan kegiatan baiat atau sumpah janji kepada Syekh Abu Bakar Al Baghdadi Amir pimpinan ISIS.
“(Serta) menyelenggarakan kajian untuk mempertebal dan menumbuhkan keislaman sesuai ajaran Daulah Islamiyah atau ISIS, memberi motivasi atau dorongan dan mengajak untuk mendukung taat pada khilafah Daulah Islamiyah atau ISIS di Indonesia dengan tujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara Khilafah Islamiyah,” kata jaksa.
Itu dilakukan Munarman dan beberapa nama tersebut saat acara di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 24-25 Januari 2015.
“Di mana pada kegiatan tersebut bersama Ustad Basri dan Fauzan memberikan materi dengan sistem pemerintahan islam, jihad, khilafah, dan menegakkan Daulah Islamiyah atau ISIS. Memberikan motivasi atau dorongan dan mengajak peserta yang hadir untuk medukung khilafah Daulah Islamiyah atau ISIS di Indonesia,” ucap jaksa.
Selain itu, lanjut jaksa, ada juga acara baiat kepada Abu Bakar Al Baghdadi dan selanjutnya dilakukan konvoi kendaraan keliling Makassar dengan membawa atribut ISIS.
Bahkan, dalam dua acara tersebut, hadir pula Rullie Rian Zeke, pelaku bom bunuh diri di Jolo, Filipina, pada 2019. Rian melakukan bom bunuh diri bersama istrinya, Ulfah Handayani.
Munarman juga telah memberi materi seminar mengukur bahaya ISIS di Indonesia, yang pada pokoknya mendukung ISIS di Suriah.
“Dengan demikian, unsur permufakatan jahat atau perbantuan melakukan tindak pidana terorisme telah terbukti dan terpenuhi secara sah dan meyakinkan,” tutur jaksa.
Adapun pleidoi atau nota pembelaan atas tuntutan itu akan disampaikan pada Senin (21/3/2022).