Di Balik Senyuman yang Indah

Penulis: Darnawati Sinaga

Di pagi hari yang cerah duduklah seorang wanita setengah baya disebuah saung. Ia begitu menikmati udara yang segar dan suara burung yang begitu menenangkan hatinya.

Setiap  hari Ibu Indah duduk ditempat itu setelah mengantar anaknya ke sekolah. Ibu Indah selalu tersenyum ketika seorang anak kecil yang selalu menghampirinya.

-Iklan-

“Hai Ibu, mengapa kamu selalu duduk di situ ayok kemari melihat kucing dan kaki seribu!”

Seketika Ibu pun menjawab, “Baiklah nak.”

Ibu pun menghampiri anak itu dan bermain bersama anak tersebut, seketika itu suasana pun menjadi ria oleh suara anak itu dan suara hewan yang ada di sekitar mereka.

Kemudian setelah itu Ibu kembali ke rumahnya sambil melihat keadaan rumah yang masih berantakan. Ibu Indah mulai membersihkan rumahnya, sambil memasang musik, tiba-tiba suara handphone terdengar, kring… kring. Si Ibu Indah menoleh ke arah HP yang terletak di atas meja dan mengangkatnya. Suara terdengar, “Hallo Dah, lagi apa?”

“Lagi beberes. Kenapa Soraya?”

Kembali Ibu Indah bertanya. Kemudian Soraya pun menjawab dengan  suara yang terisak-isak terdengar.

“Saya tidak kuat lagi indah…, karena suami saya sudah keterlaluan sudah mau memukul saya dan tidak peduli lagi dengan saya dan anak­-anak. Hampir 15 tahun berumah tangga, kami baru kali ini merasakan goncangan sehebat ini. Apa yang harus saya lakukan saya sudah punya anak.”

Kemudian Soraya diam sejenak sambil menunggu Indah berbicara.

“Say…, kamu harus sabar! Ingatlah kamu punya anak yang perlu kasih sayang. Kamu harus tetap senyum dan kuat!”

Ibu Indah dan Soraya adalah teman kuliah yang sudah lama bersahabat. Mereka pernah berkata bahwa mereka akan selalu berbagi cerita dalam suka-duka. Ibu Indah pun kembali berbicara.

“Kamu harus berdoa dulu. Kita akan ketemu jika ada waktu.”

Kemudian Soraya pun menutup panggilan HP-nya.

Siang hari sudah tiba. Pekerjaan rumah sudah selesai. Suara anak kecil kembali memanggil.

“Kakak…, kakak di mana?”

Kemudian ditambah dengan suara sepeda motor, dreng… dreng…. Menginggatkan Ibu Indah akan anaknya yang belum dijemput dari sekolah. Kemudian Ibu Indah pun berangkat menuju ke sekolah. Ketika tiba di sekolah, si ibu pun menyapa anaknya dengan senyum dan pelukan hangat. Kemudian si kakak menyapa mama.

“Ayok mama kita pulang, saya sudah tidak sabar ingin ke rumah.” Dan si adek juga tidak ketinggalan membuka pintu mobil dan naik ke atas mobil. Sesampai di rumah mereka makan bersama dan bercerita tentang kegiatan mereka di sekolah.

Tiba-tiba kembali suara HP terdengar lagi, ternyata teman bu Indah yaitu Putri mem-vidio call, dan lagi dia bercerita sedih dan berkata, “Seegois itukah seorang suami sehingga setelah usia pernikahan kami yang masih 5 tahun sudah mulai jarang komunikasi dengan saya lebih peduli orangtua dan saudaranya, Indah.”

“Bukankah dia kerja di luar kota Put?” imbuh Indah.

Lalu Putri pun menjawab, “Dia bekerja di dekat kampung orangtuanya dan lebih sering berkunjung ke sana sedangkan saya dan anak-anak jarang dihubungi.”

Sambil Putri menangis berbicara, seketika anak- anak Putri datang dan seketika juga Putri menghapus air matanya dan tersenyum melihat anak-anaknya. Kemudian Indah berkata, “Sabar dan kuat ya, usia pernikahan semakin lama semakin banyak tantangan. Banyak aja kita berdoa dan tetap bersyukur.”

Kemudian indah menutup teleponnya.

Keesokan harinya adalah hari libur. Ibu Indah duduk sejenak sambil berpikir akan semua perkataan kedua sahabatnya dan sambil berpikir sejenak. Apakah sesulit itu peran seorang Ibu yang semua harus kuat dan tetap tersenyum di balik luka yang telah tergores?

Kemudian suara memanggil, “Ma….”

Menyentakkan lamunannya, yang sebenarnya Ibu indah juga merasakan perbedaan itu dari hari ke hari. Dia mempunyai suami yang pekerja keras, cuek dan keras kepala, sehingga kadang suaminya lupa memberikan kasih sayang dan empati terhadap anak-anak. Tetapi kisahnya tidak seburuk teman­-temannya…. Tetapi meskipun demikian suami Bu indah juga tidak semuanya buruk.

Kembali bu Indah tersenyum, “Ya sayang…

“Ayok kita jalan-jalan Mama, ini kan hari libur,” kata kakak.

“Baiklah sayang, kamu  siap-siap dengan adek kita akan berangkat…”

Merekapun berangkat dan ketika mobil berjalan keluar garasi, tiba tiba suara kencang memanggil, “Indah…, Indah tunggu saya ingin berbicara….”

Seketika juga anak-anak Indah menoleh ke sumber suara, ternyata suara itu adalah sahabat Indah, Soraya dengan wajah kusam dan pucat.

“Ada apa Soraya?”

“Aku bisa numpang istirahat di rumahmu?”

“Baiklah, ayok kita masuk.”

Wajah anak-anak berubah kesal. Kemudian Indah memerintahkan anak-anaknya kembali masuk dan berdiam di dalam rumah.

Indah dan Soraya duduk di beranda rumah bercerita tampak serius. Kemudian Indah mengajak Soraya berdoa sambil tetap menenangkan sahabatnya itu.

“Seorang Ibu dan wanita harus kuat, dan tidak bisa manja karena sesungguhnya  tanggung jawab kita di depan Tuhan dan mari kita minta pertolongan kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai sumber kekuatan. Dan kedamaian,” imbuh Indah kepada Soraya.

Dan akhirnya Soraya lebih tenang.

“Dan sesungguhnya kebahagiaan itu kita yang buat dan jangan pernah berharap pada manusia tetapi pada Tuhan,” itulah pesan Indah.

Karena manusia bisa berubah seiring waktu namun kasih Tuhan selalu sama dahulu hingga sekarang.

Kemudian tiba-tiba anak Soraya menelepon.

“Mami di mana?”

Dan mami menjawab dengan wajah yang berubah seketika dan tersenyum.

“Iya sayang, mami hanya di rumah tante Indah sayang, sebentar lagi mami pulang.”

Kemudian Ibu indah dan sahabatnya yaitu Soraya dan Putri melakukan doa bersama di jam tertentu. Mereka berusaha sabar, kuat dan tetap bahagia hingga Tuhan menjawab doa mereka.

Mereka adalah sosok Ibu yang hebat. Di balik senyum manisnya tersimpan luka yang perlu diobati. Dengan mengandalkan Tuhan mereka dapat menjalaninya dengan sukacita dan berpengharapan.

______

Penulis adalah alumni Udayana, pengajar Bimbel Ganesha Operation.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here