Penulis: Ganda Situmorang
Saya mau sampaikan kepada Yang Mulia Ketua Umum PDIP Ibu Megawati supaya segera lakukan tindakan monitoring dan evaluasi Presiden Jokowi sebagai kader partai. Harap maklum, beliau juga manusia, kadang lengah atau mungkin mulai kelelahan menjelang garis finish Kerja Marathon 10 Tahun.
Beberapa bulan belakangan ini, rakyat disuguhi terbukanya kotak Pandora Skandal Megatriliun.
Rentetan inipun seperti Deja Vu dengan penghujung periode kedua SBY.
Jatuhnya kepercayaan rakyat kepada partai Demokrat, kendaraan politik SBY adalah karena tsunami beruntun skandal keuangan dan mega korupsi. Dimulai dari skandal Century dan seterusnya hingga hampir seluruh punggawa lokomotif Demokrat tergulung tsunami korupsi saat itu. Demokrat dilanda tsunami kepercayaan publik hingga bablas anjlok pada pemilu tahun 2014.
Penghujung periode kedua SBY dulu jika dicermati serupa tapi tak sama dengan kejadian di penghujung periode kedua Presiden Jokowi sekarang ini.
Dimulai dari kasus seorang pejabat utama institusi Polri, FS yang terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap ajudannya sendiri. Sampai sidang putusan vonis FS bersalah, namun motif tetap samar, Perang Bintang konsorsium Judi dan Satgasus, Jenderal Polisi jualan narkoba dan seterusnya.
Minggu depan Kejagung menjadwalkan pengumuman dua kasus baru megatriliun di BUMN. Yang lapor pun salah satu the President’s man sendiri Erick Thohir dan seterusnya. Penulis mencium gelagat sampai tahun 2024 rentetan skandal megatriliun akan terus menjadi hidangan prasmanan bagi publik di media.
KPK pun di bawah komando Jenderal Firli Bahuri sudah mewanti-wanti puluhan triliunan potensi kerugian negara akibat salah tata kelola pada proyek-proyek infrastruktur Presiden Jokowi.
Ini KPK mulai bermain wacana retorika. Ibarat lagi injak rem, siap-siap lepas kopling seperti menunggu kode arahan entah dari siapa, apakah dari Jokowi atau dari oposisi.
Bola liar dari KPK jadi santapan persepsi publik.
Lalu kemudian KSP Indosurya, KSP SB, Robot trading, Asabri, Dapen BUMN yang jika ditotal kerugian negara dan nasabah publik mencapai puluhan triliun dengan korban ratusan ribu orang.
Presiden Jokowi sedang digembosi dari dalam menjadi prasangka manusiawi penulis sih. Semua prestasi kerja Jokowi seakan terselimuti oleh glorifikasi media baik itu mainstream maupun media sosial.
Efek langsungnya terasa. Oposisi mendapat angin segar. Jargon perubahan oleh capres oposisi yang sudah pasti mengusung tema perubahan semakin popular. Ditambah dengan suara bisu jutaan rakyat korban nasabah KSP, Dapen dan Robot Trading abal-abal berpotensi nyata menggerus suara partai petahana pada pemilu 2024.
Kasat mata partai koalisi kompak sih. Tetapi intuisi penulis merasakan bahwa Presiden Jokowi sudah mulai ditinggal partai-partai koalisi. Sekurangnya mulai mengambil kuda-kuda amankan dan pragmatis di tahun 2024.
Apa itu? Ya tetap sebagai bagian dari penguasa di tahun 2024. Siapapun penguasa tahun 2024, koalisi sekarang tetap masuk gerbong. Begitu.
Lihat saja; rencana UU IKN mau direvisi lagi membuat investor ambil posisi wait and see. Lalu tiba-tiba heboh putusan PN menunda pemilu tahun 2024 sampai ketum PDIP Ibu Mega menelpon Menko Polhukam Mahfud MD klarifikasi. Sementara itu Perpu UU Cipta Kerja mandeg.
Menyadur pepatah leluhur nusantara, “Teman-teman koalisi yang makan cempedak, PDIP sendirian yang kena getahnya.”
Penulis mencium aroma menyengat sebuah orkestrasi gerakan senyap meng -SBY-kan JKW di periode kedua lewat skandal keuangan megatriliun. Begitulah.
Sedikit opini tanggapan.
“MAU ATAU TIDAK?”
Oleh: Amroeh Adiwijaya
Siapa yang menggulirkan isu “usreg” korupsi pada sisa pemerintahan Jokowi yang mirip era akhir pemerintahan SBY?
Tidak penting, namun dengan kejelian melangkah berikutnya akan membedakan antara sampah atau berlian, atau pepatah “ke mana kelok lilin, ke sana kelok loyang
=tidak punya pendirian, selalu mengikut kata orang lain”, atau beda SBY dengan Jokowi.
Kalau mau beda dengan yang tidak dilakukan SBY, maka Jokowi juga PDIP(?) harus melangkah cerdas dan monumenal.
Kalau usreg tersebut memang bikinan Jokowi sendiri maka bagus dan Alhamdulillah, tapi kalau bikinan anti Jokowi maka bisa dijadikan sekaligus mengambil alih isu “seolah” langkah dan gerakan Jokowi.
Caranya? Jokowi menggunakan massa pendukungnya yang banyak itu dalam menciptakan opini dan gerakan riel massa untuk menyupport aparat/lembaga negara dalam menindak koruptor, siapapun orangnya tak kecuali pro Jokowi/PDIP atau tidak.
Dengan merealisir maka di masa akhir jabatan presiden Jokowi akan dikenang indah oleh rakyat, dan massa PDIP pun niscaya bertambah banyak.
Dan ingat, dengan memberantas korupsi secara gagah berani akan didukung mayoritas rakyat sekaligus dapat menyatukan bangsa.
Hanya mau atau tidak untuk melakukan?
Tulisan ini sekedar opini, dan apapun keputusan terekspresi pada stiker “terserah” di bawah.
Gresik, 13 Maret 2023.
amroehadiwijaya@gmail.com
Koordinator umum
Gerakan Anti KKN Alumni Universitas Indonesia (GAKKNAUI).