Penulis: Akhmad Bukhaeri
Seperti gunung es yang hanya terlihat puncaknya saja di atas permukaan air lautan, begitu juga dengan debat pilpres dalam pemilu.
Kita tak mengetahui pasti seberapa besar gunung es itu dan kayak apa bentuknya. Setidaknya kita dapat mengira, menganalisis atau memprediksi seberapa besar kekuatan lawan dalam pilpres dari koalisi partai, tim pemenangan yang terorganisir dan tim yang tersembunyi, pemasangan atau pemasaran alat-alat kampanye dalam berbagai bentuk dan cara, pengunduhan materi dukungan para relawan di pelbagai media formal dan atau platform medsos, juga seberapa besar para penyandang yang terlihat dan tersembunyi, juga kemungkinan perhitungan perolehan suara pemilih, terutama kaum gen milenial dan gen Z.
Sebagaimana dalam pemilu-pemilu ataupun pilkada-pilkada sebelumnya, mereka yang disebut ‘incumbent’ biasanya lebih mudah mengelola suara pemilih karena memiliki kemampuan dan akses yang kuat, terutama yang berkaitan dengan memanfaatkan struktur birokrasi maupun institusi negara/daerah lainnya, terutama dalam penggunaan anggarannya.
Begitu juga dengan pilpres 2024, sebagaimana kita ketahui bahwa presiden Jokowi sudah pasti akan cawe-cawe dan mendukung Prabowo, yang nota bene calon wakil presidennya adalah putera sulungnya. Meskipun dukungan itu terlihat sembunyi-sembunyi tapi dari gelagat dan geliat aparatur pemerintahan yang dikomandaninya, dukungan itu terlihat nyata dan gamblang.
Secara teknis, kita semua pendukung Ganjar Pranowo + Mahfud MD, anggota partai pengusung, anggota tim sukses, relawan dan penggiat pendulang suara mesti dengan seksama ‘memelototi’, mengawasi dan berpartisipasi aktif bagi yang terlibat untuk mensukseskan sang orang baik yang berniat baik, berperilaku dan dari keluarga baik-baik untk menjadi pemimpin negeri, orang nomor satu dan nomor dua republik dalam pilpres kali ini.
Debat pilpres tak seberapa besar berpengaruh buat kita kaum menengah dan atas, karena sudah termasuk golongan militan, sedangkan buat kaum gen milenial dan para pemula gen Z serta kelas bawah meskipun ada banyak ‘golongan wani piro’, juga saya yakin banyak rakyat yang belum terkontaminasi atau terdegradasi, golongan yang tercerdaskan dan tercerahkan, masih yakin bahwa pemilu berbasis ‘jurdil’ tetap terselenggara dengan baik.
Malah ada anjuran: ‘ambil uangnya, coblos sesuai hati nurani’, golongan sesuai hati nurani inilah golongan rakyat yang tidak terkontaminasi, tidak terdegradasi, tercerdaskan dan tercerahkan, yang insya Allah pemilih Ganjar Pranowo + Mahfud MD.
Rakyat pemilih pilpres sepatutnya dicerahi pada saat yang krusial, ‘Hari H’ : 14 Februari 2024, yaitu sebelum pilpres : biasanya terjadi ‘serangan fajar’ dan sejenisnya, pas pilpres : ‘kertas suara yang sudah berlubang’ dan pasca pilpres : mengawal ketat kertas suara termasuk proses ‘quick count’.
Karena efek besar dari ‘reformasi’, maka pemilu lebih terasa ‘soft push’, bukan lagi tekanan secara paksa dengan kekerasan seperti era orde baru. Soft push itu misalnya : pembagian bansos, bantuan desa, dst.
Saya ingat ketika menjadi aktifis pemuda, sempat mengamati slogan ABIM, Angkatan Belia Islam Malaysia yang berbunyi: ‘Belia bertindak untuk kebenaran dan keadilan’, nah bisa gak pemilu nanti, puncak gunung es itu yang jelas terlihat : bersih, jujur dan adil.
Amin…