Penulis: Roger P. Silalahi
Dahlan Iskan adalah jurnalis senior, pendapat dan tulisannya kerap membuat orang kagum akan luasnya wawasan dan banyaknya bidang yang dikuasainya. Saya salah satu yang hobi mengkaji tulisannya, walau banyak juga tulisannya yang tidak sesuai dengan pendapat pribadi saya, kadang agak kiri, kadang kanan, tapi secara umum tulisannya mampu membuat saya berpikir dan merenung. Keberhasilan hidupnya menunjukkan kegigihan belajar dan bekerja, kekayaannya luar biasa, kebetulan salah satu rumah legendaris yang saya kagumi karena memiliki mata air di halaman belakangnya di Bali sekarang sudah jadi miliknya. Rumah itu dulu milik dr. Muhammad Mas Angsar Kartakusuma, penggagas dan pendiri RSUP Sanglah, Denpasar – Bali.
Kemarin, Sabtu 16 April 2022 saya membaca tulisan Dahlan Iskan berjudul “Demo Armando” yang dipublikasikan di Disway.id https://disway.id/read/5122/Demo-Armando sungguh saya kaget membacanya, tidak seperti pendapat Dahlan Iskan yang selama ini saya baca. Dalam tulisan ini, pendapat Dahlan Iskan saya nilai merusak dan menjatuhkan kredibilitasya sebagai seorang jurnalis, penulis, pun sebagai akademisi atau politisi.
Tulisannya kali ini, saya nilai sebagai sebuah kesalahan fatal, menjatuhkan kredibilitasnya dan sungguh memalukan.
Dalam tulisannya ini, Dahlan Iskan “menyerang” Ade Armando yang sedang terbaring di rumah sakit secara personal, menceritakan kisah yang entah dari mana referensinya, dan entah apa dasarnya. Tulisannya kali ini sangat negatif, tendensius, mencoba menunjukkan “kepuasan” atas kemalangan yang dialami Ade Armando, dan mengatakan (setidaknya yang saya tangkap) bahwa Ade Armando anak PKI, merendahkan intelektualitas dan usaha Ade Armando selama ini untuk menyampaikan didikan terkait toleransi, pun merendahkannya secara politis. Tulisannya kali ini sangat subjektif dan mendiskreditkan Ade Armando dengan segala pencapaiannya.
Soal tingkat kesuksesan, Dahlan Iskan jelas lebih sukses (secara materi), lebih dikenal, lebih banyak mendapatkan penghargaan daripada seorang Ade Armando, tapi mengapa pendapat Dahlan Iskan terkait Ade Armando demikian negatif…? Mungkin Dahlan Iskan pernah sangat dekat lalu bergesekan, mungkin karena berbeda pilihan politik, mungkin juga karena perbedaan ideologis, entahlah, tapi sangat tidak layak, Dahlan Iskan merendahkan intelektualitasnya sendiri sebagai salah satu “orang top” di Indonesia.
Entah apa dasar menyatakan keberhasilan Ade Armando sebagai ‘balas dendam atas kemiskinan’. Entah apa dasar menceritakan perihal pemecatan Ayah Ade Armando disebabkan keterkaitan dengan G 30 S/PKI. Entah apa yang membuat Dahlan Iskan demikian yakin atas segala hinaan pada masa kecil Ade sebagai motivasi belajar bahasa. Sedekat apakah Dahlan Iskan dengan Ade Armando hingga paham perasaannya, paham sejarah keluarganya, dan demikian yakin dengan segala penilaiannya…? Hanya 4 pilihannya; saudara dekat, sahabat, pengagum, atau pembenci. Silahkan pembaca nilai sendiri.
Satu hal terakhir, Dahlan Iskan mencoba menyudutkan dan merendahkan Ade Armando dengan mengatakan bahwa “cara ngajar Ade Armando itu cuma kalah dari Rocky Gerung saja, dosen di UI ngakui kalau diberi skala sebagai dosen, Ade Armando bisa pada skala 9 dari 1-10”, lalu berarti Rocky Gerung 10…? Apakah Dahlan Iskan sedang mengadu domba Ade Armando dengan Rocky Gerung, ataukah sekedar mau merendahkan…? Siapa dosen UI yang mengakui itu kepada Dahlan Iskan…? Apakah orang tersebut pernah diajar oleh Ade Armando dan Rocky Gerung atau berposisi sebagai “Anggota Tim Penilai Cara Mengajar” keduanya…? Sedang berusaha menggiring opini…? Mencoba membodohi pembaca dengan runutan interpretatif pembaca yang secara jelas diarahkan negatif tanpa bisa dipersalahkan…
Sesungguhnya tulisan Dahlan Iskan kali ini sangatlah dangkal dan tidak berdasar, murni subjektif dan tanpa alasan, kalaupun ada, dasar dan alasannya hanya kebencian. Sangat disayangkan bahwa sekarang ini, di tingkatan Dahlan Iskan pun ternyata tidak mampu memberikan pendapat yang berimbang dengan mengindahkan kode etik jurnalistik.
Apakah karena sakit hati yang mendalam, maka semua orang dianggap sama, sakit hati yang mendalam, lalu dendam…? Hanya Dahlan Iskan yang bisa menjawab.
-Roger P. Silalahi-