Cerita untuk Ibu Tri Rismaharini

Penulis: Roger “Joy” P. Silalahi

Ibu Risma yang baik, saya Roger, tinggal di Bali. Saya mau cerita pengalaman saya hari ini, semoga jadi kebaikan ya Ibu.

Minggu lalu saya didatangi petugas lingkungan, diberi sebuah formulir dan sebuah kartu dimana ada tertera nama saya dan ada QR code-nya. Saya tanya, ini apa ya, kenapa saya dapat kartu ini…? Petugas lingkungan bilang itu buat mencairkan dana bansos, besarnya Rp300.000 rupiah per keluarga. Saya merasa tidak dalam posisi untuk menerima bansos, dan petugas lingkungan langsung sigap, kalau Bapak tidak mau, boleh buat saya koq Pak. Saya senyum lalu kasih kartunya ke dia, ambil saja Pak buat Bapak, tapi dia menolak, hanya bisa diambil oleh yang namanya tertera di kartu Pak, katanya. Atur punya atur akhirnya saya ke Kelurahan Senin ini (6 September 2021) bersama petugas itu untuk ambil dananya, lumayanlah untuk dia, karena dia bekerja di salah satu hotel di Bali yang menerapkan 1 bulan kerja, 2 bulan libur. Ada saja trik pengusaha hotel menghindar dari tanggung jawab.

-Iklan-

Ambil nomor antrian, srat srot sanitizer, duduk diatur jaraknya, masker melekat, prokes lengkap, bagus. Tiba giliran saya, serahkan nomor antrian, kartu, copy KTP dan KK, formulir isian, dicatat, lalu disuruh pindah ke meja yang lain untuk ambil dananya.

Sambil dicatat saya bertanya; “Ini setiap bulan dapat 300.000 ya…?”

Jawabannya agak aneh; “Kurang tahu Pak, tunggu berita saja, gantian, nanti kalau sudah giliran lagi pasti akan dikasih tahu…”.

Pindah meja, saya tanya hal yang sama dan jawabannya sama, lalu saya kejar dengan pertanyaan; “Katanya sudah sejak Januari ya Pak ada pembagian…?”

Sang Bapak mengatakan bahwa pencairan baru mulai Februari, dan kelurahan saya baru kebagian sekarang untuk menerima manfaat.

Berarti 6 bulan sekali ya Pak…?

Jawabannya tetap sama, tidak pasti, tergantung pembagian saja.

Saya jawab dengan “Oooo…” sambil senyum seolah tidak punya otak untuk berpikir.

Sampai di warung saya yang tutup sejak Maret 2020, saya langsung telepon rekan di Kemensos yang saya tahu super jujur untuk minta penjelasan. Sayang teman saya tupoksi nya tidak di bansos, dan dia spesifik bilang “Aduh Abang, saya ditanya semua orang soal bansos, bingung jawabnya, bukan tupoksi saya, takut salah jawabnya Bang…”.

Lanjut saya tanya apakah bisa bantu saya dapat beberapa data, dia bilang susah Bang, saya tahu maksud Abang apa, dan saya mohon maaf tidak bisa bantu Bang. Saya sangat paham, nasib pekerja memang seperti itu, harus sangat hati-hati, salah-salah bisa habis ditekan dan dihajar kanan kiri.

Saya berkutat dengan browser di HP saya, penasaran, karena saya tahu yang duduk di pemerintahan itu orang-orang pintar, dan Mensos itu Ibu Risma, tidak mungkin Ibu Risma memberi bantuan hanya Rp300.000 rupiah per KK untuk selama 6 bulan.

Hasil browsing ternyata lumayan indah. Bantuan sosial itu ada macam-macam, syaratnya juga macam-macam, ada PKH, ada BLT, BLTDD, dan lain-lain.

Total per bulan, satu keluarga bisa dapat tunjangan sampai sekitar Rp1 juta rupiah dalam bentuk uang dan beras.

Jumlah yang sangat kurang, tapi masih jauh lebih masuk akal daripada Rp300.000 per 6 bulan.

Saya penggemar Ibu Risma, dulu saya menyebut Ibu Risma dengan sapaan “Ibu Surabaya”, sekarang saya terpaksa bilang Ibu Risma, karena tidak bisa saya sebut Ibu Negara.

Saya yakin sekali dengan kerja Ibu Risma, blusukan ke mana-mana, turun ke bawah, perbaiki berbagai hal, menyediakan diri untuk menerima laporan. Tapi maaf Ibu Risma, saya melihat kelemahan Ibu Risma di dalam melakukan transparansi data di Kemensos, karena saya mencoba mencari data yang saya butuhkan dari Kemensos dan Dinsos Bali, tapi tidak berhasil saya dapatkan apa yang saya cari. Saya ingin melihat sinkronisasi data pusat dan propinsi, saya ingin lihat beberapa data terkait untuk membuktikan kecurigaan saya akan raibnya Rp300.000 milik banyak orang.

Karena data tidak bisa didapatkan, maka terpaksa saya pakai asumsi ya Ibu Risma, berikut asumsi-asumsi saya:

1. 1 Banjar itu seperti 1 RW, saya asumsikan ada 300 KK di dalamnya.

2. 1 Kelurahan ada 10 RW.

3. Total Kelurahan di Bali ada 80, terbagi 9 Kecamatan (ini data sahih)

Berdasarkan 3 hal itu, saya menghitung:

1. 80:6 (per 6 bulan) = 13,3 Kelurahan dapat pembagian setiap bulan, saya anggap 14 saja supaya gampang hitungnya, toh hanya asumsi.

2. 14 x 10 (RW) x 300 (KK) x 300.000 (BST) hasilnya adalah 12,6 M.

Lalu saya lanjutkan browsing, saya dapat pengakuan bahwa Pemprov Bali sudah mencairkan Rp124 miliar untuk BST dari Januari sampai April 2021, untuk 103.000 penerima manfaat. Berarti (124:4):103.000, dan saya dapat angka Rp300.000 per bulan.

Jadi benar nih Rp300.000 per bulan, tapi kenapa jadi per 6 bulan…

Wah, nggak benar ini, ada “Juliari juga di Bali”, dan saya yakin ada juga di propinsi lain.

Coba Ibu Risma bayangkan, Rp300.000 untuk 6 kelurahan (18.000 orang), berubah menjadi Rp300.000 untuk 1 kelurahan (3.000 orang), sisanya 15.000 x Rp300.000 pergi kemana…???

Rp4,5 miliar per bulan dimakan siapa…???

Ini hitungan per 6 kelurahan, kalau seluruh Bali diasumsikan praktek yang sama terjadi, maka ada 4,5 x 13,3 (80 Kelurahan dibagi 6), jadi total dana raib per bulan di Bali saja bisa mencapai Rp192,85 miliar.

Ini potensi hilang berdasarkan asumsi (karena data yang tidak transparan untuk publik). Semoga saya salah ya Ibu Risma, semoga tidak demikian, walaupun saya rasa ada kejanggalan di sini.

Ibu Risma yang baik, kalau boleh saya saran:

1. Mungkin Ibu bisa mulai dengan memaksakan transparansi data sehingga masyarakat umum seperti saya, dapat membantu Ibu menjaga jatah hidup orang kecil agar tidak hilang dimakan tikus got.

2. Mungkin Ibu bisa bayar auditor yang reliable untuk mengaudit data yang sudah ditransparankan itu.

3. Mungkin Ibu bisa biarkan kami yang percaya pada kejujuran dan kerja keras Ibu untuk membantu melaporkan ke e-mail atau nomor tertentu sehingga auditor yang reliable tadi bisa langsung turun ke lapangan bila perlu, dan menangkap tikus got yang banyak.

Maaf jika saya lancang ya Ibu Risma, saya hanya orang biasa yang sedih lihat orang susah yang Ibu Risma sudah coba bantu tapi mereka dirampok tanpa Ibu Risma tahu.

Demikian cerita saya tentang pengalaman saya hari ini Ibu Risma. Semoga Ibu Risma selalu diberikan kesehatan dan kekuatan untuk membantu Pak Jokowi menghadapi banyaknya manusia jahat yang tega merampok saudaranya sendiri.

Salam Hormat,
-Roger Paulus Silalahi-

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here