Penulis: Islah Bahrawi

Mulai dari dakwah agama hingga ajakan tawuran, mulai dari jualan narkoba hingga propaganda ISIS, kini hampir semuanya dilakukan melalui media sosial.
Jika Anda tidak sanggup menguasai media sosial hari ini, dipastikan Anda akan menjadi korban brutalitas virtual. Di media sosial setiap menit adalah pertempuran, dan ia adalah medan laga bagi pertarungan apapun. Jika anda kalah dan tersingkir di dunia maya, maka alam nyata seharusnya tidak lagi menyediakan arena untuk menyelesaikannya.
Tapi dari mana tuduhan “buzzeRp” itu bergulir? Dipastikan dari orang-orang yang terlempar dari alam maya, lalu bermain drama di dunia nyata.
Tudingan “buzzer” itu tidak ubahnnya seperti teriakan getir Agent Smith, setelah terhuyung-huyung secara “virtual reality” dalam film The Matrix.
Secara pribadi saya mengakui sebagai seorang “buzzer” yang dibayar dengan tarif mahal. Saking mahalnya, jika tak dibayar saya bisa mati – karena saya dibayar melalui hirupan oksigen yang disediakan Tuhan melalui hamparan “qit’ah minal jannah”, serpihan surga bernama Indonesia.
Saya dan jutaan orang lainnya adalah buzzer NKRI. Tanah air ini memberi kehidupan bagi kami, maka kami harus membelanya dari serangan para pengkhianat yang berjubah segala rupa. Ada yang berjubah agama, politisi, ekonom, mantan komisaris dan pejabat tinggi, yang setiap hari hanya menggulirkan kebencian kepada sesama anak bangsa. Para begundal serakah dan “Brutus-like” inilah yang kami lawan.
Ada yang setiap hari hanya memfitnah dan adu domba, juga menjadi pengamen khilafah dan penganjur intoleransi. Belum lagi fungsionaris partai politik yang ujarannya seolah paling suci. Ketika menjadi oposisi selalu membela kaum radikalis, ketika sekali saja berada dalam pemerintahan – memiliki kuasa anggaran – sama saja melakukan korupsi. Sapi!
Oleh karenanya kami memilih menjadi buzzer NKRI, menjadi serdadu bangsa untuk bertempur dalam perang maya. Tidak ada yang membayar kami, karenanya, tak akan ada yang bisa menghentikan kami.