Penulis: Ganda Situmorang
Yugoslavia pecah menjadi beberapa negara dipicu oleh hilangnya pengaruh Beograd akibat kepergian Joseph Bros Tito. Indonesia bisa pecah dipicu oleh dihapusnya DKI Jakarta digoreng dengan minyak goreng. Loh kok bisa, gimana ceritanya?
Mencermati Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23/PMK.05/2022 tentang Perubahan Ketiga atas PMK Nomor 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum (BLU) Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang berlaku sejak 18 Maret 2022 ada poin penting yaitu;
Untuk harga CPO di atas US$1.500 per ton, maka akan kena pungutan ekspor US$375 per ton.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan tarif pungutan ekspor akan ditambah dengan bea keluar yang sebesar US$200 per ton. Dengan demikian, total pungutan mencapai US$575 per ton.
Bahasa awamnya adalah sesungguhnya pemerintah cq Menteri Keuangan adalah pihak yang paling happy dengan kenaikan harga CPO dunia. Ratusan triliun “durian runtuh” minyak goreng diraup oleh pemerintah hanya dengan satu beleid Permen.
“Durian runtuh” minyak goreng tersebut memang sah saja dengan menggunakan kekuasaan memeras pihak swasta para pengusaha sawit. Itulah privilege sebagai penguasa. Rakyat tetap menanggung beban berat harga pasar karena subsidi dicabut. Inflasi naik itu pasti. Cuan ratusan triliun “pungutan” ekspor CPO blas blas blas masuk pundi-pundi pemerintah. Sebagian kecil cuan tersebut oleh pemerintah dikembalikan ke masyarakat melalui subsidi minyak goreng curah semoga tepat sasaran.
Jokowi bergeming IKN lanjut sudah berkemah dan ritual Kendi Jokowi di titik nol tapi Soft Bank (Jepang) dimana di dalamnya ada IFDC (USA) mengundurkan diri sebagai investor IKN.
Artinya USA dan sekutunya menarik dukungan terhadap pemindahan Ibukota RI dari DKI Jakarta setelah sebelumnya Dubes USA terlanjur menyampaikan ke publik bahwa kedutaan besar USA akan ikut pindah ke IKN.
Mendag Lutfi minggu yang lalu menunjuk hantu blau “mafia minyak goreng” sebagai biang kerok harga minyak goreng naik dan stock di pasar langka. Ini sama sekali tidak ada hubungannya alias ngarang. Kelangkaan dan harga minyak goreng murni karena hukum pasar. Buktinya hingga hari ini makhluk bernama mafia tersebut tidak kunjung dipublikasikan karena memang itu hanya rekayasa pengalihan isu sampai turbulensi di tengah masyarakat mereda.
Mendag Lutfi menghimbau masyarakat tidak perlu menimbun minyak goreng, beli secukupnya. Penulis melihat pernyataan Lutfi tersebut sangat serius, jadi bukan becanda apalagi keseleo lidah. Pejabat selevel Lutfi yang sudah malang melintang di berbagai pos penting mulai dari Dubes di Jepang sejak usia 41 tahun rasanya jauh dari pernyataan tanpa perhitungan matang. Jadi kalau suaranya kedengaran sumbang mungkin saja masyarakat yang belum menangkap pesan tersirat dan belum memahami kejadian sesungguhnya.
Pernyataan Ibu Megawati Ketum PDIP bahkan tanpa tedeng aling-aling lebih keras lagi dari Mendag Lutfi. Bu Mega sampai ngomelin ibu rumah tangga se-Indonesia untuk mengurangi kebiasaan memakai minyak goreng di dapur.
Bah…! Ini ada apa sebenarnya?
Jika ekspor CPO makin besar pemerintah dapat cuan makin besar. Apalagi jika konsumsi minyak goreng domestik bisa dikurangi.
Minyak goreng telah menjadi alat politik.
Minyak Goreng secara fakta sebenarnya sudah masuk kategori bahan pangan strategis. Hanya ada 6 grup perusahaan besar yang menguasai lebih 80% produksi CPO dan minyak goreng di Indonesia. Pabrik produsen minyak goreng juga tersebar hanya di beberapa kota besar yaitu Medan, Jabodetabek.
Indonesia bisa digoyang oleh proxy asing lewat komoditas minyak goreng.
Jadi bisa dibayangkan jika USA dengan proxynya menggoreng hilangnya DKI Jakarta dengan minyak goreng.
Apa yang terjadi jika misalnya buruh pabrik minyak goreng demo mogok kerja. Produksi minyak goreng terhenti sebulan saja sudah bisa membuat gejolak sosial terasa langsung ke dapur dan meja makan. Dengan jaringan dan dana tak terbatas rasanya hal tersebut bisa dikondisikan oleh proxy USA dan gerombolan 3C. Emak-emak +62 kalau sudah turun ke jalan bawa wajan gorengan sepertinya terlalu seksi untuk tidak diwujudkan.
Ditambah gerombolan 3C yang akan selalu mempertanyakan legitimasi IKN Nusantara. Diakui atau tidak DKI Jakarta sudah melekat dalam 75 tahun sejarah perjuangan dan perjalanan Bangsa Indonesia. Kesepakatan para bapa pendiri bangsa sesungguhnya tidak terlepas dari Jakarta sebagai salah satu faktor historis pemersatu NKRI. Tidak bisa dipungkiri, ideal dan semestinya untuk IKN seluruh komponen bangsa seharusnya sepakat dan mendukung, seperti kesepakatan para bapak bangsa mendirikan NKRI dulu kala. Karena IKN satu hal fundamental bagi NKRI sehingga legitimasi lebih penting di atas legalitas semata.
Jadi bisa dipahami sebenarnya bahwa ternyata Bu Mega sangat serius dengan pernyataan supaya emak-emak semua mengurangi masak makanan dengan minyak goreng. Himbauan Bu Mega tersebut sangat akurat dan terukur, bukan tanpa data dan analisa dan apalagi ungkapan emosional. Bu mega sangat serius!
Ini pertaruhan kesatuan bangsa dan NKRI harga mati. Hati-hati Pak Jokowi dan para tokoh nasionalis, tetap waspada dan jangan lengah, jaga kekompakan di tahun 2024 jangan sampai NKRI dijadikan Balkan Khatulistiwa lewat IKN dan minyak goreng.
23 Maret 2022