Berkarya, Berbakti, Itulah Indonesia, Seberapa Indonesia Kamu?

Penulis: Roger “Joy” Paulus Silalahi

Papa dan Mama menikah di usia yang cukup muda, masih kuliah waktu itu. Papa di Fakultas Kedokteran Unpad, dan Mama sudah pindah jurusan dari Kedokteran ke Jurnalistik Unpad.

Pasangan muda ini tinggal di sekotak tanah berdinding setengah tembok setengah bilik bambu dengan atap seng, dilengkapi pintu selembar seng yang digeser untuk membuka dan menutupnya, sliding door-lah.

-Iklan-

Wilayah itu dikenal dengan nama “Kampung Kebon Gedang”, kalau sekarang dikenal sebagai Jalan Imam Bonjol, tetanggaanlah sama rumah orang tua Bapak BJ Habibie, tetangga jauh, tapi biar agak keren kita bilang saja tetangga.

Ada banyak keluarga tinggal di kampung Kebon Gedang, ada Mas Darun dan Mak Wanti, Pak Suparmin dan Mak Djaroh, Mbah Karsem, Bu Ikah, Ceu Een, dll, rata-rata asli Jawa Tengah walau ada juga yang asli Sunda.

Mama adalah orang Manado keturunan Belanda, putih atau disebut orang bule, dan cantik, mungkin karena itulah Mama dipanggil “Nyonya” oleh orang di Kampung Kebon Gedang. Tambahannya, karena usia Mama yang masih muda, maka panggilan Mama bergeser menjadi “Nyonya Muda”. Sampai Mama meninggal tetap saja sebutannya “Nyonya Muda”. Papa yang Batak tulen terciprat juga, dipanggil Tuan, bergeser jadi “Tuan Muda”, sampai sekarang di usianya yang hampir 81 tahun, tetap “Tuan Muda”.

Tuan Muda dan Nyonya Muda yang sama-sama punya background Kedokteran ini lumayan didengar dan dijadikan panutan, bukan karena pendidikannya, tapi karena perbuatannya. Salah satunya adalah menjadi Dokter Kebon Gedang. Siapapun sakit, bawa saja ke Tuan Muda, lulusan Kedokteran Unpad yang berprofesi sebagai ahli pendingin ruangan –ceritanya panjang, lain kali saja– tapi karena Papa sibuk cari uang, maka para pasien lebih banyak ditangani oleh Mama.

Bermodalkan ilmu dasar Kedokteran, ditambah pengalaman sebagai anak seorang apoteker Angkatan Darat (Let. Kol Rudolph Karel Matindas), dan istri seorang lulusan kedokteran, Mama jadi dokter sekaligus psikolog sekaligus guru sekaligus banyak lagi. Demikianlah semua orang Kampung Kebon Gedang rajin datang untuk berobat dan bertanya atau minta solusi atas masalah yang mereka hadapi.

Seharusnya Papa dan Mama cepat kaya, pasiennya banyak, ngetop sampai ke Kubang Sari, Sekeloa, dan Haur Pantjuh (kampung-kampung sekitaran, lol). Tapi kenyataan berbanding terbalik dengan perkiraan dan perhitungan atau sangkaan orang. Pasien dapat perawatan, dapat obat, dapat konsultasi, dapat semuanya secara gratis. Kapan kaya-nya…???

Tapi itulah Papa dan Mama, walau galaknya luar biasa (tentara kalah galak), disiplinnya ampun-ampunan (Jepang kalah kenceng), tapi keduanya mengamalkan 8 butir pertama dari 10 butir pengamalan Sila Kedua Pancasila. Pasti banyak yang sudah tidak ingat 36 butir P4 yang bertambah jadi 45 butir P4. Ayo browse, baca, biar lebih paham Pancasila-nya Indonesia.

Papa dan Mama bukan dokter berizin praktek, tapi mereka mempraktekan ilmu yang mereka pelajari untuk kebaikan masyarakat di sekitarnya.

Tidak berbeda dengan banyak orang lain di Indonesia yang mengajar di pedalaman walau bukan guru, membuat saluran irigasi di desa walau bukan orang teknik pertanian, atau Kakek Sadiman dari Desa Geneng, Bulukerto, Wonogiri yang menghijaukan kembali bukit Gendol dan Ampyangan. Intinya adalah, melakukan sesuatu hal positif yang dibutuhkan sekitarnya, bukan karena menghasilkan uang atau posisi atau jabatan atau apapun, semata-mata hanya berbuat untuk perbaikan dan kebaikan sekitarnya.

Kecintaan pada sesama dan alam, adalah salah satu wujud ke-Indonesia-an, berkarya dan berbakti pun demikian. Jangan hanya bisa teriak “Hidup kami menderita…”, “Kami punya hak sebagai warga negara…”, atau teriakan lain yang belakangan sering sekali diteriakkan oleh para poli-tikus, mahasiswa keminter, atau organisasi massa perusak bangsa.

Ingatlah kata bijak dari John F. Kennedy yang sering dikutip oleh Presiden Soekarno dalam berbagai pidatonya; “Jangan tanyakan apa yang negara dapat perbuat untuk kamu, tetapi tanyakan apa yang kamu dapat perbuat untuk negara…”

Berkarya bakti, itulah Indonesia… Kamu…?

-Roger P. Silalahi-

 

Artikel ini merupakan seri tulisan dari “Seberapa Indonesia Kamu?”

Baca tulisan lainnya:

Kakek Tua Itu…

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here