Penulis: Langit Quinn
SintesaNews.com- Siapa sih yang ngga mau hidup selamanya dengan pasangan setelah menikah? Tapi terkadang aral dan rintangan yang tak disangka-sangka muncul di tengah kehidupan pernikahan, apapun itu, yang pasti terkadang masalah-masalah itu selalu dibarengin dengan perselisihan yang pada akhirnya menyakiti ke dua belah pihak, bahkan yang menyedihkan, hal tersebut selalu disaksikan anak dan dapat mengganggu kondisi psikologis anak.
Perceraian adalah pilihan yang sangat dihindari, tetapi bagi pasangan yang sudah tidak bahagia dan merasa tidak sanggup menjalani hubungan rumah tangga, maka bercerai adalah keputusan terbaik. Berpisah dirasa akan lebih baik dibandingkan tetap bersatu tapi menyakitkan. Apalagi jika memikirkan kondisi anak yang justru akan selalu tersakiti melihat Ayah dan Ibunya selalu berselisih.
Saya memiliki seorang teman seorang psikolog anak yang bercerai. Ia berpendapat bahwa, percerian adalah hal terbaik yang ia pilih, ketimbang melihat anak-anaknya selalu menyaksikan mereka bertengkar. Sebagai seorang psikolog anak, ia paham betul meski anak-anak diam, tapi ia tau ada luka bathin yang diderita ketika menyaksikan orang tuanya bertengkar.
Ia berpendapat, orang tua yang salah adalah orang tua yang selalu menjadikan alasan enggan bercerai demi anak-anak, dan memilih bertahan dengan berbagai pertengkaran, padahal anak-anak justru lebih tersiksa menyaksikan kedua orang tuanya selalu bertengkar setiap saat dan setiap waktu.
Apalagi jika kamu selalu menyebut “kasian anak kita, lihat anak kita, dan lain sebagainya“. Anak – anak akan merekam hal itu, dan justru akan menyalahkan diri mereka sendiri. “Oh, Ayah dan Ibu bertengkar gara-gara aku. Ayah dan Ibu bertengkar untuk aku. Ibu rela sakit untuk aku, dll”. Andai saja mereka bisa berbicara secara terbuka dan kamu dapat mendengar. Mungkin kamu tak akan berpikir lebih lama lagi.
Terkadang keegoisan orang tua justru mengakibatkan anak-anak mengalami luka bathin lebih dalam.
Kecuali, jika kedua orang tua sepakat dan mampu bertahan dengan menekan ego masing-masing, tanpa ada lagi pertengkaran, memilih hidup dalam satu “kandang” dan tidak lagi mencampuri urusan masing-masing, maka ini adalah alasan mulia yang betul – betul dilakukan demi anak. Namun hal itu amat jarang bisa dilakukan oleh kedua belah pihak. Pasti selalu ada salah satu yang terusik dan lagi lagi terpicu untuk terus bertengkar. Ada banyak sebab, dari soal kecemburuan atau sebab lain.
Pada akhirnya, ketika seseorang enggan bercerai dengan alasan ‘demi anak’, itu hanyalah sekadar alasan. Karena alasan yang sesungguhnya adalah ego yang masih besar. Padahal si anak tersiksa karenanya, meski mungkin ia terkadang meminta orang tua tidak berpisah. Tapi bukan itu yang sesungguhnya ia mau, yang ia mau adalah: Kalian jangan bertengkar lagi dan lagi.
Maka hal satu-satunya yang bisa dilakukan oleh orang tua jika enggan bercerai demi anak : ya JANGAN LAGI BERTENGKAR!
Tak mudah memang memilih bercerai, apalagi bagi perempuan yang menghindari status ‘janda’, stigma masyarakat ‘ndeso’ yang menganggap negatif status janda atau duda tentu menghantui mereka. Padahal status janda atau duda justru patut dirayakan. Bukankah hal tersebut justru sebagai awal kehidupan yang baru?
Status bercerai bukanlah aib, kamu tidak perlu malu menyandang status janda/duda, perceraian adalah awal kehidupan kamu yang baru, mengapa?
1. Bercerai BUKAN BERARTI kamu sepenuhnya gagal.
Banyak yang berbahagia saat melihatmu menikah dan banyak yang simpati saat kamu memilih perceraiaan.
Pernikahan atau perceraian bukan simbol kesuksesan atau kegagalan. Pernikahan atau perpisahan adalah bagian dari skenario jalan hidup kamu. Manusia hanya punya kekuatan untuk menerima dan menjalani.
Dua fase kehidupan yang tidak bisa dikendalikan jika sudah terkait dengan garis hidup. Sekali lagi, kamu harus membuka mata. Tatap kenyataan yang ada bahwa fase ini adalah bagian dari jalan hidupmu, bukan kegagalanmu!
2. Pertemuan dan perpisahan bukanlah dalam kendalimu.
Perpisahan sebagaimana layaknya juga dengan pertemuan. Hal yang tak pernah bisa kamu kendalikan. Terjadi begitu saja dalam hidupmu.
Sebagaimana kamu memiliki pertimbangan sempurna untuk menikah, memilih perceraian pun, pasti sungguh berat untukmu. Seperti semua orang, kamu pun ingin kebahagiaan pernikahan yang sempurna.
Sekali lagi bercerai bukanlah aib, bertemu dan berpisah adalah bagian dari perjalanan hidup yang telah digariskan. Kita hanya bisa menerima dan menjalaninya. Ada kebahagiaan yang menunggu di depan.
3. Pernikahan tentang dua jiwa, bukan tentang kamu seorang
Pernikahan yang terjadi dengan pasanganmu tentu telah kamu pertimbangkan sangat matang. Penyatuan dia jiwa dan dua pribadi yang berbeda bukanlah hal yang mudah kendati di awal kamu merasa kalian sangatlah cocok dan kamu berpikir “inilah takdirku”.
Namun seiring perjalanan waktu, hal yang tak pernah kamu duga bisa saja terjadi, komitmen yang dilanggar, janji yang tak ditepati, dan lain sebagainya. Melelahkan jika hanya kamu sendiri yang berjuang. Karena ini adalah tentang dua jiwa.
Bukan salah kamu jika kamu memilih jalanmu sendiri, untuk apa bersama namun tidak bahagia?
4. Bertahan demi anak, padahal anak tersiksa melihatmu bertengkar
Seperti yang telah dituliskan di atas, terkadang anak justru menjadi alasanmu enggan berpisah, tanpa disadari kamu bahkan telah menjadikannya korban untuk melihamu terus bertengkar. Ada luka di dalam bathin yang tak kamu sadari dan kamu pahami, yang akan ia ingat sepanjang hidupnya. Sadarilah bahwa kamu bertahan itu karena egomu, bukan untuk anakmu.
Jika kamu memilih berpisah demi anakmu supaya ia tak lagi menyaksikan pertengkaran sadis yang kalian lakukan, ingatlah, kamu adalah sosok yang sangat mulia. Perpisahanmu bukanlah aib. Justru kamu menyelamatkan anakmu dari luka bathin yang lebih dalam lagi. Dan ini adalah jalan terakhir jika hidup satu rumah tanpa bertengkar tak bisa dilakukan lagi.
5. Bercerai bukanlah kesalahanmu
Jangan pernah bandingkan kesedihanmu dengan kebahagiaan orang lain. Itu perbandingan yang tidak sepadan. Jika saat ini kamu menjalani takdir yang pahit, tidak berarti itu kesalahanmu. Ini adalah prosesmu menemukan kehidupan yang jauh lebih baik.
Memutuskan bercerai bukanlah kesalahanmu, kamu tidak layak menyalahkan diri sendiri dan menyesali pertemuan dan pernikahan yang telah terjadi. Percayalah ini semua adalah jalan hidup yang harus kamu lalui.
Bukan hanya kamu yang mengalami, ada banyak orang di luar sana yang juga mengalami hal yang sama denganmu. Bahkan pasanganmu juga mengalami kesedihan yang sama. Terlebih jika kalian memiliki anak-anak yang sama.
6. Bercerai dan menyandang status baru adalah awal kehidupan yang baru, baik kamu sebagai janda ataupun duda.
Perceraian dan status baru layak kamu rayakan, sebab kehidupan baru tengah menantimu. Perpisahan tidak pernah berarti kehidupanmu berakhir di sana. Sebaliknya, kamu punya kesempatan untuk harapan baru. Harapan baru untuk kebahagiaan yang lebih sempurna setelah perpisahan mengajarkan banyak pelajaran berharga.
Kamu selalu istimewa. Kamu sudah menjadi pencinta sejati. Perpisahan adalah bagian dari takdir, untuk membawamu pada hari yang lebih sempurna, bersama dengan seseorang yang jauh lebih sempurna. Cintai dirimu dan sadari kamu punya banyak hal istimewa. Kamu berhak bahagia!