Penulis: Roger P. Silalahi
Polemik Buku PPKN SMP Kelas VII yang dianggap menista agama Kristen Protestan dan Katolik bergulir terus. Aliansi Anak Bangsa Pemerhati Pendidikan (AABPP) sebagai sebuah komunitas secara serius berusaha menindaklanjuti dan mengawal kasus ini. Petisi yang dikirimkan AABPP kepada Kemdikbudristek, Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, Kejaksaan Agung, dengan tembusan kepada PGI, KWI, dan Presiden RI. Dari sekian lembaga yang dikirimi Petisi, tanggapan yang diterima datang dari Menteri Agama yang menyatakan sudah mendisposisikannya ke Ditjen Bimas Kristen dan Ditjen Bimas Katolik, sementara dari Kemdikbudristek menyatakan telah memerintahkan penarikan atas buku tersebut.
Kemdikbudristek telah melakukan konferensi pers dan meminta maaf atas kesalahan yang terjadi, namun sangat disayangkan, Kemdikbudristek menyatakan bahwa hal tersebut bukan suatu penistaan terhadap agama Kristen Protestan dan Katholik, dan bukan suatu kesengajaan.
Setelah ditelusuri lebih lanjut, penarikan buku tersebut ternyata hanya sebatas pemberitahuan melalui Surat Edaran, tanpa pengawasan lebih jauh, tanpa sistem kontrol yang memadai, sehingga pada prakteknya penarikan buku dapat dikatakan tidak terjadi. Sekolah-sekolah hanya diminta menghilangkan (merobek) halaman 79 dan 80 dimana hal dugaan penistaan agama Kristen Protestan dan Katolik tersebut terjadi, untuk kemudian menyimpannya. Sementara untuk e-book atau konten digital pada buku PPKN tersebut dinyatakan telah direvisi oleh Kemdikbudristek.
Menyikapi kondisi tersebut, Tim AABPP menilai tidak ada keseriusan dalam menindaklanjuti kasus ini dari Kemdikbudristek, pun dari lembaga terkait lain yang telah dikirimi petisi terkait kasus ini.
Pada konferensi pers yang diselenggarakan Kemdikbudristek, turut hadir penulis buku PPKN Dr. Zaim Uchrowi dan Ruslinawati, namun dari keduanya tidak ada pernyataan atau bahkan mimik penyesalan serta permintaan maaf atas dugaan penistaan yang mereka lakukan. Terkait pernyataan Kemdikbudristek bahwa tidak ada unsur kesengajaan dalam pembuatan konten dugaan penistaan agama ini, Tim AABPP menyatakan tidak sependapat.
Ketidaksepakatan tersebut didasarkan pada beberapa hal, yakni:
1. Keseluruhan Penulis, Penelaah, dan Editor adalah kalangan terdidik yang tingkat pendidikannya tinggi, bahkan mempunyai gelar Profesor, Doktor, Guru Besar, dan lain sebagainya, sehingga tidak mungkin tidak memahami konsep ‘trinitas’ pada agama Kristen Protestan dan Katholik, serta paham batasan tema dan isi tulisan yang layak dimasukkan dalam buku tersebut;
a. Dr. Zaim Uchrowi adalah seorang terpelajar berpendidikan Strata 3, Ketua Yayasan Karakter Pancasila, bahkan penulis beberapa buku. Maka adalah suatu hal yang terlalu naif bila dinyatakan tidak memahami konsep ‘Trinitas’ pada agama Kristen dan Katolik.
b. Ruslinawati yang adalah anggota dari Yayasan Karakter Pancasila merupakan seorang guru di Labschool Kebayoran Jakarta dengan pendidikan Strata 1.
c. Prof. Dr. Sapriya M.Ed. yang adalah Guru Besar PKn Universitas Pendidikan Indonesia selaku Penelaah pun tidak mungkin tidak memahami ‘Trinitas’ secara benar.
d. Adi Dharma Indra M.Pd. yang juga Penelaah buku, berpendidikan Strata 2 dan mengajar di SMP Kristen 5 BPK Penabur Bandung, pastilah memahami konsep ‘Trinitas’ yang sebenarnya.
e. Sunan Hasan selaku editor sebagai pemilik penerbit ‘CV Rumah Buku’ yang adalah alumni Universitas Indonesia (lulus 1994) dan Philippine Christian University Manila (lulus 1998), pastilah memahami konsep ‘Trinitas’.
2. Tim Penulis tidak mencantumkan referensi atas penjelasan terkait ‘Trinitas’ yang mereka tuliskan, sementara standar baku penulisan karya ilmiah / buku pendidikan menempatkan referensi sebagai hal yang mutlak.
3. Pendidikan Kewarganegaraan tidak boleh ditulis dari sudut pandang agama tertentu, terlebih lagi sampai mencampuri, merusak, menyimpangkan pengertian terkait dogma agama tertentu, apalagi dilakukan oleh orang yang notabene beragama lain.
Pihak Kemdikbudristek tidak dapat dipersalahkan terkait hal dugaan penistaan agama ini, karena berdasarkan pemahaman yang ada, setiap penulis wajib menandatangani pakta integritas, utamanya pada pasal 4 yang lengkapnya berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4: Hak dan Kewajiban
(Pihak Pertama adalah Kemdikbudristek)
Huruf d point 6) membebaskan PIHAK PERTAMA dari segala tuntutan atau gugatan yang timbul sebagai akibat dari pengolahan naskah buku yang diserahkan kepada PIHAK PERTAMA
a) Tuntutan atau gugatan yang dimaksud dalam butir 6) antara lain:
(1) timbulnya pernyataan oleh perseorangan atau kelompok tentang rasa tidak senang, tidak puas, atau tersinggung, sampai berlanjut ke pengadilan.
(2) timbulnya pernyataan oleh perseorangan atau kelompok bahwa pihaknya merasa dirugikan, dikhianati, dicemarkan namanya, atau lain sebagainya yang berlanjut sampai ke pengadilan.
b) Segala tuntutan atau gugatan tersebut tidak terbatas hanya pada butir (1) dan (2) saja.
Namun demikian, profesionalisme dan janji Kemdikbudristek untuk menarik buku / konten tersebut harus ditunaikan secara sistematis, terukur, dan berbukti.
Dengan berpegang pada hal-hal tersebut di atas, Tim AABPP menyatakan akan mengawal terus penarikan buku / konten terkait oleh Kemdikbudristek, dan sedang mempertimbangkan untuk melakukan tuntutan hukum terhadap Tim Penulis yang keseluruhannya masih dalam pengkajian. Pengkajian dipandang perlu dilakukan, mengingat penulis diketahui dan banyak diberitakan memiliki hubungan yang dekat dan banyak berkiprah dalam kegiatan partai politik (PKS), sehingga harus dipertimbangkan akan kemungkinan adanya intervensi serta dukungan terhadap penulis, baik dari partai ataupun simpatisannya, hal ini patut diwaspadai.
Kita tunggu, siapa yang akan melangkah lebih dulu, lembaga pemerintah atau Tim AABPP, dan akankah kasus penistaan agama ini diproses sesuai dengan hukum atau tidak.