Baca Info: Dampak Efisiensi Anggaran, Empat Ratusan Sarjana Pendidikan Gagal untuk Sertifikasi

Penulis: Lintang Hani

Baca Info: Dampak Efisiensi Anggaran, Empat Ratusan Sarjana Pendidikan Gagal untuk Sertifikasi. Itu artinya, tahun ini Ijaah gak bisa lanjut kuliahnya untuk ambil sertifikasi.

Aku: “Jaah, sudah baca beritanya kan. Jadi mulai sekarang kamu harus mikir cari kerja sambil nunggu kebijakan pemerintah yang baru.  Tapi itupun, sulit. Karena yang sudah kerja aja banyak yang dirumahkan. Jadi buat kegiatanmu, mulai dagang lagi. Coba cari peluang jualan yang sekiranya menghasilkan, di tengah masyarakat yang hanya bertahan hidup ini.”

-Iklan-

Karena fokus saat ini bukan lagi menggunakan uang untuk membeli kesenangan, apa yang diinginkan atau apa yang dimau. Tapi bagaimana caranya bisa makan untuk jangka panjang.

“Gak usah sewa tempat, mobilmu itu saja yang digunakan untuk armada sekaligus lapak buka-tutup.”

Ijaah: “Ya Buuk.”

Simbahnya ikut nyela penuh kekhawatiran. “Lha piye. Ijazah-e anakmu gak berguna. Kuliah empat tahun gak bisa digunakan?”

Ijaah nyahut cepat membantah Simbahnya.
“Bukan gak berguna Mamak. Kalau lihat sikonnya, tahun ini gak ada pembukaan sertifikasi. Gak tahu kalau tahun depan, tiga, empat atau setelah ganti presiden lagi.”

Simbahnya: “Lha kok ngono?”

Gantian Aku yg nyahut ketus. “Lha wong itu kebijakan pemerintah. Yang punya kuasa negara yang ngatur kok. Bukan Salah cucumu atau salah Kita. Anggaran pendidikan dipangkas, sertifikasi kena dampaknya.”

“Gak ada dana proses sertifikasi gak jalan.
Ya sudah harus segera cari Jalan lain. Gimana bisa cari biaya hidup.”

Simbahnya: “Mau bagaimana ini peraturan kok jadi gini?!”

Aku: “Yo gak gimana-gimana. Yang penting kan anakmu gak kena dampak Efisiensi Anggaran Negara. Anak-anakmu masih tetap kerja. Gak ada yang kena dampak dirumahkan.”

Simbahnya: “Ha yo iyo. Sopo sek arep PHK. Anakku wong semua pekerja lepas.”🤭🤭🤭

Aku: “Lha makanya itu. Gak usah gimana-gimana.”

Dalam Kondisi yang tidak jelas ke depannya mau bagaimana ini, yang paling penting itu harus Swasembada Pangan mandiri. Bertanam lahan sawahnya dioptimalkan untuk persediaan beras. Ternak unggas untuk ketersediaan telur dan daging. Lahan kebunku itu ditanami umbi-umbian.

Harus kembali hidup jaman era Presiden Soeharto, jangan sampai untuk makan sehari-hari itu harus beli.

Jaman dulu, meskipun gak punya uang, tapi bahan pangan berlimpah.

Simbahnya: “Alhamdulillah, kita sudah punya sawah yang lumayan luas. Cukuplah untuk makan se-anak dan secucu-cucuku.”

Aku: “Eaalaah…, lupa kasih tahu. Anggaran Pertanian kabarnya juga dipangkas. Jadi jangan kaget kalau Pupuk Subsidi akan langka atau bahkan tidak ada. Dan pupuk non subsidi akan sulit dicari juga.”

Simbahnya: “Lha terus piye?” 😨😨😨

Aku: “Harus segera beli awal. Jadi kalau ada pupuk, cepat beli meskipun belum waktunya digunakan.”

Simbahnya: “Ya kalau gitu, besuk aku mau beli. Karena sekitar tiga mingguan lagi sudah waktunya mupuk tanaman padinya. Tapi Duitnya nunggu kirimanmu.” 😁😁😁😁😁

Gimana. Sudah siap Solusi untuk menghadapi sikon Negara yang gak jelas ini?

Jaga kewarasan Guys. Kabinet Pemerintah Gemoy aja joged-joged asoy. Mosok kalian yang sudah memilihnya malah sedih. Dukung penuh dong kebijakannya.
Karena mereka mewakili kesejahteraan rakyatnya. 🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣

__________

Penulis adalah pekerja migran yang berkerja di Hong Kong.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here