Penulis: Dahono Prasetyo
Negara sudah setengah krismon usai ditinggal foya-foya infrastruktur 10 tahun pemerintahan Jkw. Dengan alasan itulah pemerintahan Prabowo melakukan kebijakan bernama efisiensi.
Celakanya… Kabinet gemuk menjadi indikasi awal efisiensi sekedar omon omon.
Dan tetap terprediksi bahwa efisiensi anggaran tidak akan pernah bijak sepanjang pemerintah tidak bisa mengefektifkan sumber pendapatan negara.
Bocor anggaran dan korupsi konon telah menggerus 30% angka APBN tiap tahun. Hitung sendiri dan itu uang berkutat di kubangan mana.
Yang pasti rakyat penikmat gula-gula subsidi hanya menjadi penonton. Beberapa diantaranya berharap suatu saat bisa ikut korup untuk mengubah nasib.
Seperti yang diteladankan pimpinannya, pejabatnya, elitnya, kerabat-kerabatnya (?)
Pemerintahan Prabowo (barangkali) akan lebih massif mengungkap kasus dan pelaku korupsi. Ya…sebatas mengusut agar kebencian rakyat pada koruptor mendapat jawaban.
Prabowo memilih comfort zone menjadi eksekutor korupsi daripada membenahi sistem korup. Karena kerja hukum paling mudah adalah menangkap koruptor. Yang paling ngeselin memenjarakan satu persatu dengan prospek: jeblos satu tumbuh seribu.
Negara yang katanya potensi kekayaan alamnya tidak habis dinikmati 7 turunan, kini sedang berada di kelokan 9 naga. Orang-orang baiknya bersuara untuk mengembangbiakan orang baik baru, di negeri yang sedang tidak baik-baik saja.
Kenyataan harus dikabarkan
Itu juga tidak mudah
@Dahono Prasetyo