Perbedaan pendapat tentang substansi UU, bukanlah sesuatu yang baru. Ini lazim terjadi di negara demokratis manapun. Sebuah UU pasti dilahirkan oleh proses kesepakatan, dan alangkah sayangnya jika muncul ketidaksepakatan kemudian harus dituangkan dengan cara rusuh dan anarkis. Semua perbedaan bisa disamakan dengan cara perundingan – dibicarakan secara baik dalam koridor kemanusiaan.
-Iklan-
Banyak kanal-kanal hukum yang bisa dilakukan secara normatif. Satu hal yang harus diketahui, uji materi terhadap sebuah UU tidak pernah berbatas waktu – lalu untuk apa kita harus mencurigai dan saling mencaci?
Berbicara soal UU, bukankah kita semua sudah terbiasa sejak dulu – terutama pada era Orde Baru – UU justru dibuat untuk kroni dan keluarga penguasa. Pada saat itu kita diam, kita semua di mana?
Pada era sebelumnya, beberapa UU dibuat, lalu dalam hitungan 1-2 tahun aturan itu tidak lagi bisa digunakan. Pada saat itu kita diam, kita semua di mana?
Di era Jokowi semua UU masa lalu itu menumpuk, menjadi kertas-kertas lapuk yang hanya mengganggu ruang gerak peradaban. Saat ini semuanya diringkas, dipangkas, agar ruang regulasi kita menjadi lega, tertata apik dan menarik untuk dipandang mata.
Anda yang tidak sepakat, silakan berunding. Siapkan argumentasi, gugatlah UU itu. Era telah berubah, ini bukan era yang menakutkan untuk melawan keinginan penguasa – sepanjang perlawanan itu juga dilakukan dengan cara normatif dan elegan; berdasarkan azas kepentingan bersama.
Jangan pernah percaya terhadap mereka yang berjubah agama, apalagi mereka yang mengaku penyelamat bangsa, tapi tingkahnya selalu menghasut dan memecah belah bangsa. Mereka hanyalah manusia-manusia yang merasa paling besar, padahal dirinya hanyalah pemburu rente – perompak kekuasaan yang sangat kerdil.