Penulis: Ganda Situmorang
Kenaikan Suku Bunga The Fed
Bank Sentral AS, The Fed memutuskan menaikan suku bunga acuan 0,50% menjadi 0,75-1%. Kenaikan suku bunga setengah poin persentase ini menjadi kebijakan paling agresif The Fed dalam menekan laju inflasi yang mencapai level tertinggi dalam 40 tahun terakhir.
Terima kasih kepada Presiden Jokowi dan Tim, khususnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, karena saat ini perekonomian Indonesia masih cukup baik. Neraca perdagangan masih surplus dan cadangan devisa relatif stabil. Namun, risiko arus keluar modal asing dan perlambatan ekonomi akibat kenaikan suku bunga acuan oleh Federal Reserve Amerika Serikat harus diwaspadai.
Krisis Multi Dimensi Global
Pandemi Covid-19 dari tahun 2020 telah menyebabkan krisis global sampai saat ini. Namun, kelesuan ekonomi dan ancaman resesi global semakin kuat seiring dengan berbagai krisis di seluruh dunia. Ancaman resesi dan sinyal kelesuan ekonomi global semakin kuat. Krisis pangan, krisis energi, dan krisis finansial menjadi awan gelap yang terjadi hampir di semua negara.
Arus Keluar Modal Vs Konsumsi Domestik
Sejumlah bank sentral negara maju dan berkembang merespons dengan menaikkan suku bunga acuan untuk menahan inflasi yang tinggi. Arus keluar modal akibat kenaikan suku bunga perlu diwaspadai dengan mengoptimalkan seluruh modal dan kekuatan untuk bertahan dalam situasi penuh gejolak. Pemerintah Indonesia harus terus berupaya untuk mencapai semua target yang telah ditetapkan untuk kemajuan bangsa.
Pemerintah perlu menjaga kekuatan domestik yaitu konsumsi domestik yang berkontribusi hingga 51,47 persen terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB) pada triwulan II 2022. Untuk itu, pemerintah harus melanjutkan bantuan sosial dan bantuan tunai langsung untuk menjaga tingkat daya beli masyarakat dan konsumsi rumah tangga di seluruh Indonesia.
Bantuan Sosial kepada Masyarakat
Indonesia telah melakukan apa yang harus dilakukan untuk menjaga stabilitas ekonomi menuju tahun 2023 yang diprediksi akan membawa resesi global. Antara lain, memberikan kompensasi sosial kepada masyarakat agar mereka dapat bertahan dalam situasi yang tidak mudah dalam menyongsong resesi ekonomi global tahun 2023.
Kepresidenan G20 Indonesia
Aspek lain yang tidak kalah pentingnya adalah upaya negara-negara anggota G20 dalam menjaga rantai pasokan pangan dan energi yang harus selalu dilakukan, terutama oleh negara-negara yang memiliki empat musim sebagai bentuk antisipasi resesi global yang diprediksi akan terjadi. terjadi pada tahun 2023. Negara-negara anggota G20 juga harus memiliki pemikiran yang sama dalam upaya menghadapi berbagai krisis seperti krisis ekonomi, cuaca, perubahan iklim, perdagangan, ekonomi, dan krisis sosial. Ini merupakan kewajiban bersama yang harus dijaga oleh negara-negara anggota G20 maupun di luar G20 dalam menjaga rantai pasok agar suplai pangan dan energi tidak terputus.
Penutup
Negara-negara G20 harus berupaya mendorong dan menyatukan pendapat melalui dialog dan diplomasi agar rantai pasokan energi dan ketahanan pangan tetap terjaga. “Upaya untuk pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat” di bawah kepresidenan G20 Indonesia seharusnya tidak hanya menjadi slogan, tetapi harus diterjemahkan ke dalam kebijakan dan implementasi pemerintah yang efisien dan efektif.