Penulis: Ganda Situmorang
Anas Urbaningrum adalah salah satu figur yang lahir di era Reformasi 98. Sebagai aktivis HMI kemudian sempat berkiprah di KPU. Karir politik Anas melejit bak meteor hingga berhasil menduduki kursi Ketua Umum partai penguasa di era Presiden SBY.
Hingga akhirnya karir politik Anis The Rising Star saat itu harus terputus oleh skandal tsunami korupsi yang melanda Partai Demokrat. Anas Urbaningrum dilengserkan dari kursi Ketua Umum Partai Demokrat digantikan oleh SBY kemudian diwariskan ke Pangeran Cikeas AHY.
Anas Urbaningrum pun sudah cuti menjelang bebas. Dia keluar dari Lapas Sukamiskin pada hari Selasa 11 April 2023. Publik menanti gebrakan politik Anas dengan gaya bicaranya yang khas, santun dan irit. Publik sangat menantikan manuver politik Anas.
Dalam perannya sebagai ketua organisasi mahasiswa terbesar itulah, Anas berada di tengah pusaran perubahan politik pada Reformasi 1998 berhasil naik ke jajaran elit oligarkhi politik Indonesia.
Salah satu agenda Reformasi 98 yang belum tuntas adalah Supremasi Sipil, mengembalikan ABRI ke barak. Polri dipisah dari TNI. Dengan pemisahan tersebut oligarkhi konglomerat bersama-sama TNI AD perlahan mulai runtuh.
Namun pasca pemisahan Polri dari TNI. Posisi TNI AD bersama oligarkhi justru diamnil alih oleh Polri. Institusi Polri menjelma menjadi institusi yang sangat luas dan besar wewenangnya. Hampir seluruh sendi kehidupan sipil termasuk pengusaha berada di bawah ampuan Polri. Maka lahirlah Satgatsus, “Sulthan di Kadivpropam, Sulthan di Kabareskrim, konsorsium judi, narkoba”, dan lain lain.
Jenderal purn TNI dan Polri sekarang ramai dikaryakan diberbagai posisi penting baik Menteri dan selevel eselon 1.
Namun kontras dengan Polri yang lebih makmur. Ratusan purnawirawan Bintang TNI AD hari ini bahkan hidup pas-pasan. Saurip Kadi tinggal di sebuah apartemen sederhana.
Di era Jokowi, oligarkhi TNI AD mencapai paripurna. Konsesi habis diambil alih oleh Polri dan oligarkhi baru. Mantan Panglima TNI Jend (purn) Andika Perkasa tanpa Parpol hanya bisa menganggur saja. Posisi Menteri butuh rekomendasi Parpol.
Kembali ke Anas Urbaningrum. Di tangan Anas kekuatan oligarkhi SBY dipreteli satu demi satu. Dengan posisi Ketua Umum Partai Demokrat, partai penguasa dua periode saat itu.
Suksesi Panglima TNI oleh Jokowi berjalan mulus. Dimulai sejak Hadi Tjhajanto, Andika Perkasa lalu rotasi matra ke Kasal Yudho Margono yang naik jadi Panglima.
Oligarkhi bersama Parpol sebagai “pemilik” NKRI. Bersama penguasa sepertinya semua bisa dikondisikan. Oposisi nyaris tidak ada check and balance. Capres ditentukan oleh Ketua Parpol.
RUU Perampasan di DPR ditentukan oleh Parpol. Presiden dan Anggota DPR sekedar petugas partai. Rakyat pemilik cek kosong sekali lima tahun. Banderol harganya murah meriah cukup 10T. Bukan masalah buat oligarkhi selama kesepakatan bagi-bagi formasi capres-cawapres mencapai titik temu. Deal dibagi-bagi kursi kabinet.
Selama 10 Tahun Presiden SBY memelihara kelompok ekstrim kanan yang sejatinya adalah gerakan ideologi transnasional. FPI dan HTI menjadi kekuatan terakhir oligarkhi SBY yang dibonsai oleh Jokowi.
Jenderal (purn) Moeldoko, Jokowi’s good boy mengajukan PK atas kisruh kepemilikan Partai Demokrat. Di sini seorang Anas bisa menjadi determinan. Anas bersama-sama Nazarudin, Antasari Azhar dan Angelina Sondakh adalah para figur pemegang kartu truf yang masih hidup untuk memastikan berakhirnya kekuatan terakhir oligarkhi SBY.
Rakyat menunggu tontonan seru babak akhir tersebut menuju panggung Pilpres tahun 2024.