Aku Memang Gak Ganteng, tapi Soal Dosa Aku Juara

Penulis: Banyu Biru

Tak pernah terbayang jalan hidupku sekarang seperti ini.

Dulu aku hanya laki-laki biasa yang memimpikan kehidupan sederhana layaknya keluarga kecil di Indonesia. Bekerja biasa saja, lalu meniti karier, tinggal di lingkungan perumahan biasa-biasa, dan aktivitas-aktivitas lelaki biasa saja.

-Iklan-

Sekarang bukannya aku tidak biasa. Tapi kehidupanku malah makin gelap. Padahal mimpiku sangat biasa dan sederhana, tapi itu pun gagal kuraih. Semuanya jadi semu, buram, runyam, gelap, ruwet.

Kebutuhan-kebutuhan hidup berkeluarga kok malah semakin menambah utangku saja. Ini kredit, itu kredit, cicilan anu, cicilan itu. Gaji yang cukup jadi ludes tiap bulan untuk bayar cicilan. Situasi tambah parah ketika melunasi utang dengan berhutang lagi dari yang lain. Makin lama malah makin menumpuk tinggi utang-utangku.

Lalu entah kapan berjalan dengan sendirinya. Awalnya tidak sengaja. Aku di medsos hanya menghibur diri dari aktivitas rutin harian. Tambah menyenangkan ketika berkumpul dalam grup FB yang membernya seru-seru. Gak cowok, gak cewek. Lalu mulailah keakraban dengan salah satu member perempuan di situ, Melati.

Makin lama semakin nyaman “japrian” dengan Mel. Sampai kondisi aku gak kuat dengan beban utang-utangku sebelumnya, kuberanikan meminjam uang darinya. Tentu setelah lama kita berhubungan, meski aku tak pernah jujur padanya soal kondisiku yang sudah beristri dan memiliki anak, yang kini terlilit banyak utang.

Mel yang sudah percaya denganku akhirnya berani meminjamkan uangnya untukku. Saat itu di antara kita seperti dua insan yanh saling mencintai dan saling percaya.

Lepas sedikit beban utang, namun aku seperti “terikat” dengan Mel. Utang darinya harus bisa ditebus. Mel juga semakin lama semakin sering menagih. Percakapan kita menjadi tidak enak lagi. Hubungan semakin tidak nyaman.

Aku janji padanya akan melunasi utangku.

Kami putus. Komunikasi sudah gak lagi baik-baik. Hanya aku yang masih harus membayar utangku kepada Mel.

Lalu seperti sudah kebiasaan, ada lagi perempuan yang dekat denganku di medsos. Mengalir begitu saja yang kulakukan dengan Mel, kupraktekkan juga dengannya. Lily.

Kali ini kutunjukkan “keseriusan”ku menjajagi hubungan dengannya. Bersikap sebagai lelaki yang penuh tanggung jawab dan dapat dipercaya. Lelaki sejati.

Lily yang tak mudah kudekati akhirnya luluh juga. Dia mulai percaya padaku. Dan terjadilah lagi, kucoba meminjam uangnya, yang kumaksudkan untuk membayar utangku kepada Mel.

Berhasil. Lily meminjamkan uang padaku. Sebagian uangnya kubayarkan kepada Mel, sebagian lagi untuk membayar utangku lainnya, dan sedikit buat makan sehari-hari.

Hingga tentu saja Lily sampai pada titik perlu menagih janji–janjiku kepadanya. Dia sudah “mengikat”ku dengan pemberian utangannya kepadaku. Komunikasi juga tentu sudah tidak baik lagi. Aku tak mampu berkata jujur siapa diriku padanya.

Situasi makin ruwet, Lily mencecarku.

Aku harus “menghilang” kali ini.

Aku belum mendapatkan sasaran lain untuk kupinjami uang untuk melunasi utangku ke Lily dan masih sebagian ke Mel.

Aku terperosok dalam pola hidup yang membuatku terbenam makin dalam. Gagal menjadi laki-laki yang tegak berdiri di kaki sendiri di atas tanah. Terjerembab dan terhisap dalam lumpur yang menenggelamkanku.

 

(Kisah ini adalah fiksi, Banyu Biru adalah nama pena. Red.)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here