Ahli Waris Lahan Tol Jatikarya Blokade Jalan, 4 Tahun Belum Dapat Haknya, Berharap Solusi dari Menteri Basuki

Penulis: Justian Styawan

Menteri Basuki dan Solusi Kebuntuan Pengadaan Tanah Tol Cimaci Ruas Jatikarya

Buss, busyet! macet total, jalan bebas hambatan tertutup lagi. Rabu 22 Maret 2023.

Entah untuk ke berapa puluh kali, dari siang hingga larut malam jalan Tol Cimaci (Cimanggis Cibitung) ruas Jatikarya tertutup lagi, macet mengular ke mana-mana. Jalan alternatif Transyogi dan Tol Jagorawi nyaris lumpuh.

-Iklan-

Kemarahan warga masyarakat pemakai jalan tol maupun jalan alternatif yang terhenti dapat dipahami.

Lantas apakah para pemilik tanah yang menduduki tanahnya masing masing karena belum dibayar uang ganti rugi boleh diklaim bersalah?

Warga masyarakat adalah korban kezhaliman juga. Setelah dinyatakan sebagai pemilik tanah berdasarkan Putusan Mahkamah Agung PK II tahun 2019, seharusnya diserahkan uang ganti rugi kepada mereka yang berhak. Namun apa daya mereka hanyalah segelintir warga masyarakat termarjinalkan. Tidak cukup seksi diperhatikan oleh petinggi di Republik ini, walau lokus kejadian hanya sepelemparan batu baik dari Jakarta ataupun Istana Kepresidenan di Bogor, tepatnya di Km 15 tol Jagorawi.

Carut marut persoalan jalan Tol Cimaci karena uang ganti rugi tidak kunjung sampai kepada warga yang berhak.

Uang sebatas dititipkan di Pengadilan. Padahal berdasarkan peraturan Perundangan dengan putusan berkekuatan hukum tetap wajib diserahkan kepada yang berhak.

Empat kali puasa sudah, warga masih belum mendapatkan haknya, sehingga aturan UU No 2 tahun 2012 beserta aturan pelaksananya sudah DIINGKARI sendiri oleh institusi ATR/BPN yang diberi amanah.

Kau yang memulai kau juga yang mengingkari BPN. Jadi tidak ada lagi kewajiban warga untuk mematuhi peraturan perundangan Pengadaan Tanah tersebut.

Memahami inti persoalan adalah kunci mendapatkan solusi. Ibarat Pak Basuki cukup dengan hanya mendengar suara air jatuh, bapak sudah paham ada sesuatu yang tidak beres dengan bendungan tersebut.

Untuk diketahui perkara berawal dari sengketa perdata kepemilikan yang bergulir sejak 23 tahun lalu, bukan merupakan sengketa memperebutkan uang ganti rugi (konsinyasi). Salah satu isi amar putusan Peninjauan Kembali menyatakan “MENGHUKUM Tergugat I dan Tergugat II serta siapa saja yang mendapatkan hak dari padanya untuk membayar ganti rugi tanah kepada penggugat”

Kementerian PUPR sudah mendapatkan tanah 42.669 m², oleh karena UU No 2 tahun 2012. Maka berdasarkan putusan Majelis Hakim Agung, Kementerian PUPR ditarik menjadi pihak turut terhukum.

Dalam melaksanakan isi putusan bersifat condemnatoir tersebut pihak Kementerian PUPR dapat melakukannya secara sukarela.

Sebagaimana umumnya kegiatan Pengadaan tanah dalam keadaan clean & clear, pembayaran uang ganti rugi langsung diserahkan oleh PPK Pengadaan Tanah kepada pemilik. Berhubung telah berkekuatan tetap, sudah ada kepastian dan kejelasan subjek dan objek pengadaan tanah 42.669 m² tersebut. Kementerian PUPR dapat langsung menyerahkan uang ganti rugi kepada pihak yang berhak, seperti biasanya.

Lantas bagaimana mekanismenya?

Karena uang sudah dititipkan di Pengadilan Negeri, maka Kementerian PUPR dapat memohon kepada Pengadilan untuk menyerahkan uang ganti rugi di hadapan Pengadilan. Apakah hal tersebut menyalahi aturan UU Pengadaan tanah? Sama sekali tidak. Karena dalam melaksanakan putusan dengan amar menghukum ganti rugi tanah, maka pelaksanaan pembayaran ganti rugi oleh terhukum, harus dilaksanakan di hadapan Pengadilan

Pak Bas, tanpa melanggar aturan perundang-undangan, tanpa membiarkan carut marut persoalan menjadi kegaduhan publik karena macet mengular sampai jauh, tanpa harus membiarkan pelanggaran HAM mengambil tanah warga dengan tidak membayar ganti rugi. Tanpa mengganggu perputaran ekonomi karena konektifitas lancar, dan Proyek Strategis Nasional kebanggaan Presiden Joko Widodo menjadi kebanggaan kita bersama pula.

Pak Bas cukup melaksanakan isi putusan Pengadilan secara sukarela adalah terhormat, instruksikan Dirjen Bina Marga c.q PPK Pengadaan Tanah Jalan Tol Cimaci melakukan pembayaran secara langsung kepada warga yang berhak, dilaksanakan di hadapan Pengadilan.

Sesederhana itu pak Bas, sesederhana bapak mendengar suara air jatuh di bendungan.

Dengarkanlah jeritan hati warga masyarakat yang sudah sangat menderita, tanahnya diambil Kementerian PUPR sejak tahun 2017, mereka termarginalkan. Dengarkan juga teriakkan masyarakat umum yang terdampak kemacetan parah berjam-jam, di jalan Tol maupun di jalan alternatif seputar jalan Tol.

Adalah kewajiban Kementerian PUPR membayar ganti rugi. Adalah benar dan terhormat menyerahan uang ganti rugi secara sukarela, langsung kepada pemilik yang berhak. Aksi warga pemilik tanah berikutnya berpotensi menyebabkan akses Tol Cimaci tertutup secara permanen, sesuatu yang tidak diharapkan bersama.

***

Justian Styawan – Pengamat Sosial

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here