Penulis: Azas Tigor Nainggolan
Salah satu topik menarik di Jakarta pekan ini adalah tentang sanksi masuk peti mati yang diterapkan oleh pemprov Jakarta bagi pelanggar yang tidak gunakan masker di Jakarta.
Sanksi ini aneh dan sangat tidak tepat untuk penanganan penyebaran Covid 19. Jelas sanksi ini berbahaya bagi pelanggar penggunaan masker justru akan tertular Covid 19 saat dihukum masuk peti mati.
Apakah petugas pemprov Jakarta bisa memastikan si pelanggar yang dihukum tidak positif Covid-19?
Bentuk hukuman masuk ke peti mati bagi pelanggar penggunaan masker ini menandakan pemprov Jakarta dan gubernurnya, Anies Baswedan tidak memahami pandemi Covid-19. Hukuman masuk peti mati menunjukkan Pemprov Jakarta tidak serius dalam memberikan sanksi kepada pelanggar PSBB transisi. Pantas saja sekarang ini kasus positif Covid-19 di Jakarta tembus angka 1.000 orang per harinya dan Jakarta menjadi Zona Hitam pandemi Covid-19.
Sebenarnya secara hukum tidak ada regulasi yang memberi wewenang pemprov Jakarta boleh memberikan sanksi masuk ke peti mati untuk menangani masa pendemi Covid-19.
Penerapan sanksi seperti itu dapat dikatakan liar dan ada maladministrasi karena tidak diatur oleh regulasi daerah Jakarta. Ada pelanggaran atau tindakan maladministrasi oleh pemprov Jakarta karena menjalankan sebuah sebuah tindakan tanpa ada dasar hukum dan melebihi wewenangnya.
Secara tegas dalam pasal 1 ayat 3 UU no: 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia diatur bahwa Maladministrasi adalah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan.
Jelas bahwa pemberian sanksi masuk ke dalam peti mati itu adalah perbuatan melanggar hukum dan melampaui wewenang yang dimiliki pemprov Jakarta karena tidak ada regulasi milik Pemprov Jakarta yang mendasarinya.
Penerapan masuk peti mati dapat disimpulkan main-main dan terkesan Pemprov tidak tegas dalam menegakkan hukum guna mengendalikan penyebaran Covid 19 di Jakarta.
Masalah pandemi Covid ini adalah serius maka sudah seharusnya penindakan pelanggar regulasinya jelas dasar hukumnya. Hukuman atau sanksi yang tidak tegas dan tidak ada dasar hukumnya itu tidak berakar dari pengaturan regulasi maka mencerminkan aparat pemprov tidak jelas kerjanya dalam menangani pandemi Covid 19.
Seharusnya sebuah sanksi atau hukuman mencerminkan kebutuhan akan efek jera sehingga mendapatkan hasil penyelesaian dan bisa mengatur masyarakat dalam hidup di masa pandemi seperti sekarang.
Sebuah hukuman atau sanksi juga harus jelas itu menjadi wewenang pemprov jika ada regulasi yang mendasarinya di tingkat provinsi Jakarta. Tanpa ada regulasi yang mendasarinya maka terjadi keliatan mekanisme, tanpa pengawasan dan pertanggung jawabannya serta dampak penerapannya akan menimbulkan masalah lagi.
Pada masa pandemi covid seharusnya regulasinya harus dapat membantu menyelesaikan masalah pandemi dan bukan justru menambah peluang penyebaran atau peningkatan pandemi Covid-19.
Regulasi untuk masalah pandemi harus memahami aspek kesehatan yang mengikutinya. Jangan sampai sanksi atau hukuman seperti masuk ke dalam itu justru bertolak belakang dengan tujuan dilakukannya pengaturan memfasilitasi penyebaran Covid-19 itu sendiri. Coba dilihat penerapannya, sanksi masuk peti secara bergantian masuk dalam peti saat pandemi, bahayanya malah terjadi penularan sesama pelanggar ini juga harus dilihat dari sisi kesehatan.
Bentuk sanksi masuk peti bergantian itu sendiri hanya sekedar mau ramai-ramai pencitraan seolah aparat pemprov bekerja bagi masalah pandemi Covid-19. Bagaimana bisa dikatakan bekerja, wong sanksinya saling menularkan?
Jadi karena sanksinya jelas tidak jelas dasar hukumnya dan berbahaya meningkatkan angka penularan covid-9 maka penerapan sanksi masuk ke dalam peti mati harus segera dihentikan. Pemprov Jakarta harus taat hukum jika membuat sanksi atau hukuman ada regulasi yang mendasarinya. Hukuman yang baik adalah tidak di luar wewenang yang ada dan benar-benar efektif menyadarkan masyarakat serta menumbuhkan efek jera agar bisa menghentikan penyebaran Covid 19.
Jakarta, 6 September 2020
Azas Tigor Nainggolan.
Ketua Forum Warga Kota (FAKTA) Indonesia.