Medsos dan Lembaga Survey, Mana Lebih Dipercaya?

Lembaga survey diibaratkan mesin politik yang dikemas dalam ilmu statistik. Obyeknya masyarakat yang digali keinginannya melalui metode tanya jawab. Apapun jawaban dari masyarakat tergantung dari pertanyaan yang diajukan. Itulah fungsi mesin politik dari lembaga survey.

KOLOM

OPINI

Dahono Prasetyo

-Iklan-

 

Untuk membuat pertanyaan sekaligus “mengarahkan” jawabannya, dibutuhkan situasi tertentu yang membuat masyarakat sedang berada dalam “trend”. Contoh sederhananya “persoalan” Ganjar yang sedang merebak belakangan ini. Trend dalam ingatan masyarakat nama Ganjar yang muncul di setiap diskusi, pemberitaan, hingga kontroversinya.

Saat lembaga survey melakukan wawancara pada tren saat ini, tidak akan jauh dengan mengarahkan sosok Ganjar menjadi bentuk pertanyaan polling pendapat. Pada tahap ini lembaga survey masih obyektif, belum menjadi “mesin politik”. Akan muncul pertanyaan: Setujukah Ganjar menjadi Presiden 2024? Karena sedang trend dipastikan sebagian besar akan menjawab setuju.

Lembaga survey sedikit bergeser menjadi mesin politik ketika muncul pertanyaan: Jika hari ini dilakukan pemilu,  ada 2 calon Presiden,  Ganjar dan Puan, siapakah yang anda pilih. Kembali lagi karena sedang trend, maka sebagian besar akan memilih Ganjar. Itulah yang sering disebut elektabilitas menurut lembaga survey.

Namun Lembaga Survey tidak kehilangan akal untuk menciptakan data elektabilitas lain yang sahih. Anggaplah di suatu daerah sedang ada serbuan baleho, umbul-umbul bergambar Puan. Nyaris semua penghuni daerah tersebut bisa melihat sosok dalam baleho dengan jelas plus slogannya. Lalu lembaga survey tertentu masuk mewawancarai warganya dengan pertanyaan : “Bapak/Ibu tahu sosok di baleho?” Karena sedang trend di media baleho, bisa dipastikan 90% menjawab tahu. Pertanyaan berikutnya: “Apakah mbak Puan masuk kriteria menjadi capres 2024?”. Sebagian besar akan menjawab masuk. Pertanyaan masuk kriteria atau tidak terkait capres tidak menjadi ukuran kemenangan nantinya.

Akan berbeda jawabannya saat terjadi pertanyaan: Seandainya pemilu dilakukan hari ini ada 2 calon Puan dan Anies, siapa yang akan anda pilih? Secara sugesti media baleho Puan bertebaran, maka jawaban akan lebih cenderung memilih Puan daripada Anies yang nun jauh di Betawi. Atau taruh pertanyaan lain: “Ada 10 kandidat Capres, siapa yang akan anda pilih?” Di situlah elektabilitas Puan naik, dari urutan ke 9 menjadi ke 5 atas jasa sosialisasi baleho yang mengepung kotanya itu.

Apakah data lembaga survey kredibel? Tentu saja valid karena menampilkan jawaban nyata dan obyektif, bukan sulapan. Jenis pertanyaan-pertanyaan jajak pendapat menjadi kunci lembaga survey menjadi punya agenda politik atau tidak.

Tanpa menyebut nama bagi yang paham, tiap parpol punya lembaga survey sendiri yang dibiayai. Bahkan beberapa parpol besar punya lebih dari 1.

Akhirnya kita terpaksa harus percaya apa kata Bambang “Pacul” bahwa survey tidak menjamin seorang menjadi Capres. Lalu masyarakat harus percaya kepada siapa?

Percayalah pada media sosial, karena di situlah suara asli kebebasan beropini muncul dari akun-akun pribadi. Saat Ganjar diakui medsos layak menggantikan Jokowi, itulah suara rakyat yang sebenarnya tanpa repot disurvey.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here