Penulis: Erri Subakti
Sejak tahun ’60-an di kampus Universitas Indonesia, slogan “Buku, Pesta dan Cinta” sudah akrab di kalangan mahasiswa UI. Bahkan frase tersebut juga awalnya tertera pada lagu mars Genderang UI.
Tak perlu banyak penjelasan mengenai 3 kata tersebut bagi mahasiswa UI mengenai apa maknanya. Sudah jelas itu 3 sisi bagian hidup para mahasiswa UI, bergelut dengan buku, melepas penat dengan pesta atau pentas seni, dan tak ketinggalan menjadi manusia karena memiliki hati dan cinta.
Hingga “negara api menyerang”… kampus favorit ini juga banyak diincar oleh berbagai pihak sebagai wadah “pengkaderan” calon-calon pemimpin mereka yang memiliki kepentingan politik.
Mulai digaraplah para remaja di jenjang bangku SMA dengan bimbingan belajar (bimbel) dari alumni UI yang cenderung berideologi “sayap kanan”.
Dan ketika jebolan bimbel sayap kanan itu berhasil masuk UI, mereka tetap dibina dengan pengkaderan eksklusif. Tanpa terasa 3 dekade berlangsung. Suasana kampus UI sudah mulai berubah. Entah apakah masih ada Buku, Pesta dan Cinta lagi dalam hidup mahasiswa UI, atau mulai berganti menjadi Buku, Liqo, dan Dakwah?
Ke mana Pesta dan Cinta itu di UI? Masih adakah?
Kampus UI sejak dulu sudah menelurkan tak hanya banyak cendekiawan yang paling sial jadi menteri, tapi juga melahirkan banyak artis-artis jempolan skala nasional.
Sebut saja dari mulai Dono, Kasino, Mat Solar, Ikang Fawzi, Christine Pandjaitan, sampai Uya Kuya, Tere, dan Cinta, eh Dian Sastro.
Bahkan penulis sendiri termotivasi masuk UI karena kepingin jadi artis. Sayang kalah rubber set sama Nicholas Saputra di partai tunggal putera. Hehehe… *kidding.
UI perlu kembali ke “khittah”nya. Selain menghasilkan lulusannya yang menjadi menteri hingga Direktur Bank Dunia (ke depan semoga ada lulusan S2 Politik UI jadi presiden), juga memproduksi artis-artis papan atas, bukan menghasilkan “kadrun papan setrikaan”….
Selamat untuk adik-adik yang telah diterima masuk UI. Jadikan UI kembali ke “khittah”nya.
Jangan jadi kadrun di UI. Karena ini kampus. Universitas yang berbasis KEILMUAN. Bukan Keagamaan.
Kalau mau belajar agama, silakan ke Mesir atau Timteng sana.
Ingat, kalau dari Jakarta masuk UI setelah lewatin Pancasila.
Kalau keterusan bisa ke China, eh Pondok Cina.
(Erri Subakti)